"Padahal Hanura berkontribusi 16 kursi DPR ketika mendaftarkan capres dan cawapres Jokowi-Maruf di KPU," kata Inas Jumat (25/10/19) kemarin. Seperti dilansir Kumparan.com.
Ia beranggapan bahwa Jokowi berkawan hanya berdasarkan hitung-hitungan kursi saja padahal saat pendaftaran Jokowi -Maaruf Amin, Hanura merupakan pemilik 16 kursi di DPR. Artinya Hanura bukan hanya partai pendukung, tapi partai Pengusung Jokowi -Maaruf.
"Jokowi hanya menghitung kawan berdasarkan kalkulator semata, yakni hanya memandang jumlah suara partai saja," tutur Inas.
Masuk akal dan berkorelasi betul sih apa yang diucap Inas Nasrullah ini terhadap penentuan Komposisi Kabinet.
Tak dapat dipungkiri salah satu ukuran "siapa dapat apa" salah satunya ditentukan dari jumlah suara tersebut.
Nah apakah kemudian misuh-misuh ala Hanura ini wajar atau lebih terlihat kekanak-kanakan? Saya melihatnya sih wajar, dalam kondisi semua yang berkeringat mendapatkan sesuatu.
Jokowi benar-benar dalam situasi yang tak enak dalam hal ini, ia harus mengakomodasi semua kepentingan politik ini dalam sebuah tatanan jabatan publik.
Dan ini merupakan Konsekuensi logis dari sebuah koalisi gemuk. Inilah konsekuensi dari politik akomodatif ala Jokowi.
Politik gotong royong gaya Jokowi ini sisi buruknya yah organisasi pemerintahan akan obesitas. Dan ini paradoks dari visi Jokowi untuk.memangkas birokrat, bahkan pidatonya saat pelantikan menyebutkan akan memangkas eselon birokrat, dari 4 menjadi 2.
Mungkin Jokowi akan memproduksi berbagai jabatan lain untuk mengakomodasi pihak-pihak seperti Hanura ini.
Perkiraan saya Lembaga/Badan Negara akan menjadi sarana berikut untuk mengakomodasi pihak berkeringat tapi belum kebagian kue.