Fenomena "Rojali" dan "Rohana" yang belakangan ramai menjadi perbincangan warganet sebenarnya bukan hal baru.
Rojali yang merupakan akronim dari  "Rombongan Jarang Beli" dan Rohana yang menjadi kependekan dari "Rombongan Hanya Nanya" Â
Kedua akronim tersebut merujuk pada mereka yang datang mengunjungi mal atau pusat perbelanjaan berramai-ramai tanpa melakukan belanja atau bertransaksi apapun, just window shopping alias "lihat-lihat saja"
Fenomena ini tertangkap radar warganet, pusat perbelanjaan terlihat riuh oleh hiruk pikuk pengunjung tapi nilai transaksi para tenant atau toko-toko di dalam mal tersebut cenderung sepi.
Lah bukannya dari dulu kondisi ini memang terjadi?
Mal di kota-kota besar kan sejatinya tak hanya untuk berbelanja tapi sudah menjadi sarana rekreasi favorit keluarga, lantaran gratis, nyaman, dan adem karena dilengkapi Air Conditioning. di tengah semakin panasnya suhu kota, serta bersih dan relatif aman.
Makanya tak heran ketika akhir pekan, mal-mal hampir selalu dipenuhi pengunjung, yang sebagian diantaranya dianggap sebagai Rojali dan Rohana.
Lebih lucunya lagi fenomena tersebut kemudian dikaitkan dengan daya beli masyarakat yang memang sedang  tidak dalam performa terbaiknya.
Nah, Rojali dan Rohana dianggap cerminan ekspresi sosial dari melemahnya daya beli masyarakat.
Memang benar, berbagai indikator ekonomi menunjukan pelemahan daya beli masyarakat, salah satunya ditunjukan dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang melambat.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan laju konsumsi pada kuartal awal tahun 2025 ini hanya 4,87 persen, di bawah periode yang sama tahun lalu, yaitu sebesar 4,93 persen.