Prediksi ini seringkali menjadi bagian dari analisisnya tentang dinamika kekuatan di Timur Tengah, sebagaimana sering dikutip oleh media besar dunia seperti Reuters, Associated Press, atau artikel-artikel di Foreign Policy dan The New York Times yang membahas kebijakan luar negeri AS dan konflik regional.
Opsi balasan Iran bisa bervariasi. Mereka bisa meluncurkan rudal atau drone langsung ke pangkalan militer AS di wilayah tersebut atau bahkan ke target di Israel, meski kemungkinan akan memilih target yang tidak langsung menyebabkan korban jiwa massal AS, tetapi cukup untuk menunjukkan kemampuan "taring" mereka.Â
Cara lain yang sering digunakan Iran untuk menghindari konfrontasi langsung adalah mengaktifkan dan meningkatkan operasi proksi regional, seperti yang dilakukan oleh Hizbullah di Lebanon, Houthi di Yaman (yang telah mengancam melanjutkan serangan terhadap kapal AS di Laut Merah), dan milisi Syiah di Irak/Suriah.Â
Selain itu, Iran juga bisa mengganggu atau bahkan mencoba menutup Selat Hormuz, jalur vital bagi sekitar 20 persen pasokan minyak dunia, memicu krisis energi global.Â
Sebagai balasan politik dan teknis, Iran juga dapat mengumumkan percepatan pengayaan uranium ke tingkat yang lebih tinggi, mendekati tingkat senjata, meskipun fasilitasnya telah diserang.
Iran memahami bahwa konfrontasi langsung dan total dengan AS dan Israel akan membawa konsekuensi sangat merugikan bagi stabilitas rezim dan negara mereka.Â
Karena itu, mereka kemungkinan akan mencari titik "paling aman" antara pembalasan yang efektif dan menghindari perang skala penuh.
Dampak Ekonomi: Badai Sempurna di Tengah Krisis Global
Secara ekonomi, dampak dari konflik ini diproyeksikan akan sangat brutal. Aaron David Miller juga sering menekankan bahwa Timur Tengah adalah "tempat paling tidak stabil di planet ini" dan konflik langsung antar-negara besar akan memiliki efek domino yang melumpuhkan pergerakan ekonomi di jagat ini.
Yang paling utama adalah harga minyak yang akan melonjak gila-gilaan.Â
Jika Iran mengambil langkah drastis dengan menutup atau mengganggu Selat Hormuz, jalur vital bagi seperlima pasokan minyak dunia, maka pasokan minyak global akan terganggu parah, menyebabkan harga minyak melambung tinggi, mungkin di atas US$100 per barel atau bahkan lebih.Â
Krisis energi tak terhindarkan. Kenaikan harga minyak dan biaya logistik, yang kini membengkak karena banyak kapal terpaksa memutar jauh menghindari Laut Merah, akan mendorong inflasi global ke tingkat yang mengkhawatirkan.Â