Dalam RUU yang akan mulai dibahas  Baleg DPR-RI pada Agustus 2022 bulan depan ini, wewenang LPS tentang program penjaminan polis dijabarkan secara mendetil dalam Pasal 65 ayat (3), yang antara lain meliputi penetapan dan tatacara memungut serta mengelola iuran dari perusahaan asuransi peserta program penjaminan polis.
Kemudian, dalam pasal tersebut juga dijabarkan tentang teknis pengelolaan data nasabah dari perusahaan asuransi yang masuk dalam program penjaminan polis.
Selanjutnya, yang masih akan dibahas di Baleg DPR adalah masalah teknis pembayaran kepada pemegang polis apabila perusahaan asuransi peserta program ini karena sesuatu hal dilikuidasi.
Jika membaca draf aturan yang kini sedang digodok tersebut, saya belum menemukan apakah menjadi peserta program penjaminan polis via LPS ini bersifat mandatory bagi seluruh perusahaan asuransi di Indonesia, seperti halnya saat LPS mewajibkan kepesertaan bank dalam penjaminan simpanan. yang tertuang dalam Pasal 12 Undang-Undang nomor 24 tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan.
Saya pikir, apabila mengacu pada UU nomor 40/2014 Tentang Perasuransian, program penjaminan polis tersebut bisa bersifat mandatory seperti halnya di sektor perbankan.
Dengan demikian nantinya masyarakat terutama para pemilik polis asuransi apapun jenisnya merasa terlindungi yang pada akhirnya akan menimbulkan kepercayaan publik terhadap industri asuransi secara keseluruhan.
Harapannya ke depan dengan aturan baru ini, akan membuat industri keuangan di Indonesia semakin bergairah dengan aman dan nyaman bagi para pemangku kepentingannya.