Pertanyaannya kemudian, siapa yang akan menjalankan program penjaminan polis asuransi ini?
Apakah membentuk badan baru semacam Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tetapi khusus untuk industri asuransi, atau memperluas fungsi dan kewenangan LPS tak hanya menjamin simpanan di industri perbankan tapi juga melebar ke industri asuransi?
Dua tahun lalu di Kompasiana ini, saya pernah menulis artikel terkait siapa yang dianggap paling berkompeten dan efesien untuk menjalankan program penjaminan polis asuransi ini, dengan tajuk "Lembaga Penjamin Polis Sudah Perlu Dibentuk atau Fungsi LPS Saja Diperluas?" yang bisa dibaca disini
Dalam artikel tersebut saya mengusulkan lebih baik fungsi LPS saja diperluas untuk menjalankan program penjaminan polis asuransi tak terbatas di penjaminan simpanan di perbankan saja.
Selain karena pengalamannya, meskipun karakteristiknya antara nasabah Asuransi dan perbankan berbeda tetapi pada prinsip penjaminannya bisa sejalan.
Di luar unsur teknis, secara manajerial pun akan lebih efesien karena tidak harus membuat lembaga atau badan baru yang infrastrukturnya harus dibangun dari awal.
Tinggal ditambahkan saja divisi baru di LPS, dan di level pimpinan, komisioner LPS salah satunya harus yang paham benar tentang industri asuransi.
Entah kebetulan atau bagaimana, usulan saya tersebut diakomodasi, dalam rancangan Omnibus Law Sektor Keuangan yang kini tengah digodok di Parlemen. Â LPS akan difungsikan sebagai pelaksana program penjaminan polis asuransi.
Hal tersebut termaktub dalam Draft RUU Omnibus Law Sektor Keuangan di Pasal 64 Bab VIII tentang Program Penjaminan Polis, "Program Penjaminan Polis Diselenggarakan oleh LPS" Â seperti yang saya baca dari beberapa sumber referensi.
Selanjutnya dalam Pasal 65 ayat (1) LPS berfungsi menyelenggarakan penjaminan polis bagi pemegang polis, tertanggung, atau peserta.
Pada pasal yang sama ayat (2), tugas LPS nantinya akan mencakup masalah perumusan dan penetapan kebijakan pelaksanaan program penjaminan polis dan melaksanakan program penjaminan polis.