Mohon tunggu...
F. Norman
F. Norman Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Pemerhati Sosial dan Politik Amatiran....

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pendukung Ahok "Makar" Kepada Jokowi, Gaduh Vonis Hakim yang Inkonstitusional

15 Mei 2017   08:02 Diperbarui: 15 Mei 2017   09:28 2084
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terdakwa kasus dugaan penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok usai mengikuti sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (9/5/2017). Majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana 2 tahun penjara. Basuki Tjahaja Purnama dan kuasa hukumnya menyatakan banding. (POOL / KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO)

Pendukung dan pengacara Ahok yang gaduh akan vonis Ahok mencoba “membebaskan” Ahok lewat jalur diluar koridor hukum bisa disebut berbuat “Makar” atau setidaknya menentang kewibaan Presiden Joko Widodo sebagai Kepala Negara.  

Mengapa begitu???

Sebab Presidenlah yang menginisiasi proses hukum oleh Polri kepada Ahok setelah Demo 411 berlangsung agar didapat penyelesaiannya seadil-adilnya.

Selain itu setelah vonis dijatuhkan, pada hari yang sama disela kunjungan kerja di Papua Presiden sudah mengeluarkan pernyataan yang tegas, "Saya minta semua pihak menghormati proses hukum yang ada serta putusan yang telah dibacakan oleh majelis hakim".

Penghormatan yang setara, lanjut Jokowi, juga harus diberikan terhadap upaya banding yang dilakukan Basuki. "Termasuk juga kita harus menghormati langkah yang akan dilakukan oleh Pak Basuki Tjahaja Purnama untuk banding," ujar Jokowi.

Jokowi mengatakan, publik harus percaya bahwa sebuah mekanisme hukum merupakan solusi terbaik untuk menyelesaikan setiap masalah yang ada. "Ini yang paling penting. Kita semua harus percaya terhadap mekanisme hukum yang ada untuk menyelesaikan setiap masalah yang ada".

Menurut penulis, Presiden sebagai Kepala Negara sudah menghimbau sejak kasus ini bergulir dari awal sampai vonis dijatuhkan agar masyarakat yang Pro dan Kontra untuk mematuhi proses hukum.

Dalam keadaan sekarang, upaya banding adalah satu-satunya jalan secara hukum agar Ahok terbebas dari jeratan hukum. Tidak melewati tekanan dan cercaan kepada pengadilan dll yang kontra produktif.

Seperti anda ketahui sejak putusan kasus Ahok dibacakan, hingga Kamis (9/5) kemarin, pandangan pro dan kontra hingga kini terus bermunculan terutama di media sosial.

Bahkan, pandangan yang kontra terkait penjatuhan putusan Ahok ini sudah mengarahkan pada dugaan pelecehan martabat Majelis Hakim yang memutus perkara ini. Ada beberapa orang mem-posting tulisan yang tidak patut di media sosial yang terindikasi melecehkan wibawa seorang hakim.

Menanggapi ini, Ketua Umum Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) Suhadi meyayangkan ada beberapa akun di media sosial yang menuliskan kalimat yang tidak pantas yang ditujukan terhadap majelis hakim kasus Ahok yang terkesan melecehkan wibawa hakim. “IKAHI tentu tidak terima dengan adanya pelecehan terhadap hakim,” kata Suhadi, Jumat (12/5/2017).

Senada, Juru Bicara KY Farid Wajdi mengatakan KY akan menindaklanjuti dugaan pelecehan terhadap majelis hakim kasus Ahok ini. Tidak tertutup kemungkinan, pihaknya bakal melaporkan kasus pelecehan martabat hakim ini ke pihak kepolisian. “Sebab, ini menyangkut martabat hakim dan eksistensi hakim. Sebab, KY juga mempunyai tanggung jawab untuk itu (menjaga martabat hakim),” kata Farid.

Untuk menyegarkan ingatan pembaca, saya beberkan kronologis singkat proses pra persidangan kasus Ahok sbb:

5 November 2016 dini hari (Perintah Kepala Negara)

Presiden Joko Widodo menyampaikan imbauan usai menggelar rapat terbatas di Istana Negara, Sabtu (5/11) dini hari. "Saya harap masyarakat tetap tenang dan jaga lingkungan masing-masing, sehingga situasi tetap aman dan damai," kata Presiden Joko Widodo dalam jumpa pers.

Presiden Joko Widodo juga menyarankan para pengunjuk rasa kembali ke rumah dan daerah masing-masing dengan tertib. Dia meminta masyarakat meyakini janji pemerintah bakal mengusut dugaan penistaan agama dilakukan oleh Ahok dalam dua pekan.

"Biarkan aparat keamanan menyelesaikan proses hukum seadil-adilnya". Presiden Jokowi juga menyampaikan pujian kepada para pemuka agama yang telah mengungkapkan ekspresinya melalui unjuk rasa dengan damai dan santun.

Menurut catatan penulis berdasarkan perintah Presiden inilah kemudian Polri bergerak lebih cepat untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut.

15 November 2016 (Gelar Perkara oleh Polri)

Bareskrim Mabes Polri mengadakan gelar perkara untuk menelaah perkembangan penyelidikan dan mendengarkan kembali keterangan sejumlah saksi, termasuk sejumlah ahli dari pelapor, terlapor, dan yang ditunjuk oleh tim Bareskrim.

Penyelidik menghadirkan sedikitnya 20 orang dalam gelar perkara, Selasa. Tampak di antara mereka Imam Besar Front Pembela Islam, Rizieq Shihab, dan pelapor lain yang tergabung dalam Forum Anti-Penistaan Agama (FAPA). Ahok diwakili kuasa hukumnya Sirra Prayuna. Adapun saksi ahli hukum pidana, agama, dan bahasa yang diundang sebanyak 18 orang--tujuh saksi di antaranya pakar yang ditunjuk oleh penyelidik Bareskrim.

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional, Poengky Indarti, yang ikut memantau gelar perkara itu, mengapresiasi kinerja penyelidikan yang dimulai sejak kasus ini dilaporkan, 6 Oktober 2016.

Dalam catatan Kompolnas, penyelidik telah meminta keterangan 29 saksi dan 39 ahli. “Tak ada alasan bagi pihak mana pun untuk melakukan intervensi atau tekanan yang dapat mempengaruhi independensi Polri,” ujarnya.

Justru Pengacara Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Sirra Prayuna, tak memanfaatkan kesempatan untuk menanggapi hasil penyelidikan yang dipaparkan tim penyelidik dalam gelar perkara kasus dugaan penistaan agama.

Menurut Sirra Yunna, apa yang disampaikan penyelidik sudah sesuai dengan koridor hukum."Kalau dari kami, anggap itu sudah sempurna. Makanya kami tidak menggunakan waktu sejam untuk menyampaikan tambahan, tanggapan, dan sebagainya," ujar Sirra.

16 November 2016 (Penetapan Tersangka oleh Polri)

Bareskrim menetapkan Gubernur non-aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama.

Penetapan tersangka dilakukan Bareskrim Polri setelah melakukan gelar perkara terbuka terbatas di Mabes Polri sejak kemarin, Selasa (15/11/2016).

"Diraih kesepakatan meskipun tidak bulat didominasi oleh pendapat yang menyatakan bahwa perkara ini harus diselesaikan di pengadilan terbuka," kata Kabareskrim Komjen Ari Dono.

"Dengan demikian, (perkara ini) akan ditingkatkan dengan tahap penyidikan dengan menetapkan Saudara Basuki Tjahaja Purnama sebagai tersangka," ujarnya.

Ahok ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Pasal 156 a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

30 November 2016 (P21 oleh Kejaksaan)

Kejaksaan Agung mengumumkan hasil penelitian jaksa penuntut umum terhadap berkas perkara kasus dugaan penodaan agama oleh tersangka Basuki Tjahaja Purnama, Rabu, 30 November 2016.

"Pada hari ini, 30 November 2016, Kejaksaan Agung telah memutuskan, menyatakan bahwa perkara tersangka Insinyur Basuki Tjahaja Purnama, atau yang kita kenal Ahok, telah ditanyakan P21," kata Noor Rachmad di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Rabu pagi, 30 November 2016.

Rachmad menjelaskan, P21 berarti administrasi penanganan perkara oleh jajaran Pidana Umum Kejaksaan menyatakan berkas perkara hasil penyidikan Badan Reserse Kriminal Polri telah memenuhi syarat untuk dibawa ke pengadilan secara formal dan material. "Karena itu, kejaksaan meminta penyidik segera menindaklanjuti dengan menyerahkan barang bukti dan tersangkanya," ujar Rachmad.

Dia mengatakan, berkas perkara P21 ini bertujuan menuntaskan dan menyelesaikan kasus ini. Ahok akan dikenai pasal sesuai dengan berkas perkara dari penyidik Polri, yaitu Pasal 156 dan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Kesimpulan:

  • Presiden sebagai Kepala Negara telah mengambil inisiatif untuk menyelesaikan kasus Ahok ini lewat jalur hukum. Presiden pun telah berhasil menjaga independensi setiap tahapan proses hukum secara baik.
  • Aparat dibawah Presiden (Polri dan Kejaksaan) serta Majelis Hakim di pengadilan, sudah berupaya secara profesional dalam penanganan kasus ini, pengacara Ahok-pun saat gelar perkara mengakui bahwa proses ini sempurna.
  • Vonis yang dijatuhkan kepada Ahok merupakan hasil dari proses hukum tanpa tekanan dari siapapun, jjangan salahkan FPI dan umat muslim yang demo-demo atas jatuhnya vonis kepada Ahok. Sebab ada sedikit keraguan dari aparat penegak hukum, maka Polri tidak akan menetapkan Ahok sebagai tersangka, atau Kejaksaan tidak menetapkan P21 dan melimpahkan ke Pengadilan. Selanjutnya tanpa bukti kuat Majelis Hakim yang terdiri dari lima orang hakim (ada juga non muslim disana) tidak akan bulat menyatakan Ahok bersalah.

Jadi turutilah Perintah Presiden agar patuh dengan proses hukum dan aparat harus bisa mengamankan perintah Presiden tersebut… setuju? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun