Mohon tunggu...
Ferdi Setiawan
Ferdi Setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - خذ ما صفا واترك ما كدر

Sedang menggeluti kajian ilmu syariat, filsafat, bahasa arab, dan self-development

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ritus-ritus Kebahagiaan

17 Februari 2020   18:37 Diperbarui: 25 November 2020   12:13 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mari kita mulai dengan sebuah pertanyaan. "Pada umur berapa rata-rata manusia mulai bisa mengingat?". Aku kira, untuk mengingat kapan kita mulai dapat mengingat cukup sulit. Aku sendiri tidak ingat. Tapi bagaimana dengan pertanyaan ini, "Siapa nama gurumu di kelas 1 SD"?. Aku akan menjawab "Bu Neneng" dan aku dapat menggambarkan perawakannya dengan cukup baik. Lalu bagaimana dengan pertanyaan ini, "Siapa nama gurumu ketika kamu masih di Taman Kanak-kanak (TK)?". 

Aku tidak dapat mengingat siapa guruku pada waktu itu, tapi aku dapat mengingat beberapa keping gambar abstrak bersama beberapa temanku terekam di dalam memori. Bagaimana denganmu? Jika kita sepakati, dua pertanyaan terakhir menunjukkan bahwa rata-rata manusia mulai dapat memfungsikan daya ingatnya sekitar umur 5 sampai 6 tahun. Dan ingatan serta kemampuan berfikir mulai berfungsi sempurna pada umur 7 sampai 8 tahun. Maka dari itu sekolah dasar biasanya memiliki batas umur minimal untuk menerima siswa baru, yaitu  7 tahun.

Kemampuan mengingat dan berpikir adalah salah satu ciri yang paling menonjol yang dimiliki manusia. Tidak ada satupun pekerjaan manusia yang tidak berangkat dari hasil olah pikirnya sendiri, baik secara sukarela maupun terpaksa. 

Pada umumnya, manusia cenderung melakukan sesuatu yang ia suka, ia butuhkan, dan atau ia inginkan. Semua ini dipengaruhi oleh naluri dan informasi yang ia miliki. Naluri manusia membutuhkan makanan, sehingga ia akan selalu terdorong untuk mencari makanan dan memakannya ketika ia lapar. Sama halnya dengan informasi, seseorang yang membutuhkan makanan berprotein tinggi dan ia tahu bahwa salah satu makanan yang mengandung protein tinggi adalah ikan, ia akan menjadikanya sebagai salah satu yang masuk ke dalam list makanan sehatnya. Begitu seterusnya pada setiap kelakuan hewan berakal ini. Dan pada akhirnya, apa-apa yang dikerjakan oleh manusia bermuara pada satu naluri mendasar, ialah kebahagiaan.

Semua manusia ingin bahagia. Aku, kamu, dia, mereka, kita dan kata ganti lainnya menginginkan kebahagiaan. "Apa itu kebahagiaan?" adalah salah satu pertanyaan yang percuma diungkapkan, seperti memukul udara kosong. Sama halnya dengan orang yang bertanya "Apa itu manis"?, karena kedua pertanyaan tersebut tertuju kepada rasa, dan rasa tidak pernah cukup terwakilkan dengan kata-kata. 

Di salah satu tweet, aku pernah mengutip kata-kata Prof. Dr. Quraish Shihab, di dalam salah satu karya tulisnya beliau mengatakan "Jangan bertanya apa itu jeruk manis, tidak perlu juga membawanya ke laboratorium untuk mengukur kadar manisnya. Makan dan rasakanlah!". Dengan demikian, kita tidak dapat mengurai hakikat makna kebahagiaan itu sendiri. Tapi mari mencoba mengais sisa-sisa yang dapat kita lakukan untuk membahasnya.

Benar, kita akan membahas kebahagiaan.

Jika kata-kata tidak mampu untuk mengungkapkan yang satu ini, maka tersisa bagaimana cara kita mencapainya. Sebenarnya, tanpa perlu menanyakan apakah seseorang sudah menempuh jalan untuk mencapai kebahagiaan, mereka pasti telah dan sedang menempuhnya. Hanya saja, karena ini adalah sebuah naluri, sehingga kebanyakan manusia merasa tidak perlu untuk membahasnya. Dari kebanyakan manusia ini, ada segelintir orang yang rela berpikir keras untuk mencapai kebahagiaan hakiki. Aku yakin kalian juga sudah mulai menebaknya. Benar, mereka adalah para filsuf. Dan sekali lagi benar, mereka berasal dari Yunani. 

Mungkin kalian sudah tidak asing dengan nama-nama seperti: Socrates, Plato, Aristoteles. Jika demikian, maka itu adalah kabar baik karena pembicaraan ini akan terasa lebih relate untuk kita. "Siapa mereka?", mereka adalah para pencari kebahagiaan. Dan "Apakah mereka menemukannya?", mungkin. 

Yang jelas, mereka memiliki pandangan dan cara yang berbeda untuk mencapainya. Tiap-tiap dari mereka telah menggagaskan cara berpikir yang baru untuk mencapai apa yang dinamakan kebahagiaan. Setelah ketiga orang ini berlalu, pikiran mereka tetap kekal. Gagasan-gagasan yang pernah diusung rupanya tidak berhenti dengan berhentinya kehidupan mereka. Tapi maaf, aku tidak dapat menuliskan pikiran apa yang mereka gagas di kehidupan ini. Hanya sekedar menyinggung ketiga tokoh tersebut karena apa yang terjadi setelahnya lah yang akan menjadi poin penting untuk kita.

Kalian tahu apa yang terjadi setelah mereka berlalu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun