Mohon tunggu...
Ferdi Setiawan
Ferdi Setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - خذ ما صفا واترك ما كدر

Sedang menggeluti kajian ilmu syariat, filsafat, bahasa arab, dan self-development

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ritus-ritus Kebahagiaan

17 Februari 2020   18:37 Diperbarui: 25 November 2020   12:13 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Disebut sebagai kaum Sinis karena apatisme mereka terhadap penderitaan orang lain. Hal ini menjadi tidak mengherankan setelah mengetahui bahwa penderitaan yang ada pada diri mereka pun diabaikan, apalagi penderitaan orang lain. Kalangan ini juga cenderung tidak mempercayai ketulusan manusia dan kebenaran teoritis. Sama seperti kata "sinis", yang berarti ketidakpercayaan yang mengandung cemooh, seperti jika kalian mengatakan suatu kebenaran kepada teman-teman, dan satu di antara mereka ada yang memandang sinis seakan tidak percaya dan merendahkan.

Praktek kehidupan sosial yang berdasarkan sikap apatis terhadap penderitaan dan ketidaktergantungan terhadap materi menjadikan mereka seorang asketik. Ketika seseorang telah mencapai tingkatan ini, maka -menurut mereka- kebahagiaan sejati telah didapat.

Selanjutnya adalah Kaum Stoik atau Stoikisme.

Aliran filsafat ini dipelopori oleh filsuf asal Syprus bernama Zeno pada sekitar 300 SM. Setelah kapalnya karam, ia bergabung dengan kaum Sinis di Athena. Zeno sering kali mengumpulkan para pengikutnya di sebuah serambi. Nama stoik sendiri berasal dari kata Yunani
(stoa) yang berarti serambi atau beranda.

Para pengikut Stoikisme terbilang kosmopolitan, dalam artian mereka lebih mudah menerima kebudayaan kontemporer ketimbang para "filosof tong". Jika kaum Sinis krisis akan kepedulian terhadap orang lain, maka kaum Stoik adalah sebaliknya. Mereka banyak memberikan perhatian terhadap persahabatan manusia, sibuk dalam dunia politik dan kebanyakan dari mereka adalah negarawan yang aktif. Salah satu tokoh terbesar dari kalangan ini adalah Cicero (106-43 SM), sang orator, filsuf, sekaligus negarawan. Beberapa tahun kemudian, seorang tokoh Stoik bernama Seneca (4 SM- 65 M) mengatakan bahwa "Bagi umat manusia, manusia itu suci". Ungkapan ini kemudian menjadi slogan humanisme sampai sekarang.

Ajaran Stoik yang paling menonjol adalah bagaimana manusia bertindak menurut keteraturan hukum alam yang diselenggarakan Sang Ilahi. Penyakit, penderitaan, kematian adalah bagian dari sebuah rangkaian hukum alam. Tidak ada sesuatu yang terjadi kebetulan, seperti yang dikatakan Holmes bersaudara, "Alam semesta tidak malas". Segala sesuatu terjadi karena ada sebabnya. Oleh karena itu, mereka menegaskan bahwa manusia hendaknya menerima dengan lapang dada apa-apa yang terjadi padanya. Manusia tidak akan pernah bisa menghindari takdir. Dalam istilah awam, stoikisme kadang-kadang disebut sebagai "menderita dalam kesunyian". Kini istilah stoic digunakan di dalam bahasa Inggris yang berarti "orang yang sangat tabah"

Kebahagiaan versi stoikisme tidak akan pernah tercapai bagi para pemberontak. Penolakan demi penolakan terhadap apa yang terjadi pada diri seseorang hanya akan menjadikannya semakin sengsara. Sebaliknya, mereka yang berusaha sedikit demi sedikit untuk menanam  sebuah praktek "tawakkal", yaitu menerima segala yang telah dan akan terjadi, maka suatu saat akan menuai kebahagiaan yang hakiki.

Dari uraian berikut, dapat ditentukan sebuah titik temu antara kedua aliran diatas bahwasanya keduanya sama-sama menghendaki bahwa manusia harus membebaskan diri dari kemewahan materi. Meski keduanya bertolak dari ide seorang filosof yang sama, yaitu Socrates, tuan dari proyek filsafat "Bagaimana cara manusia menjalani kehidupan dengan baik", ia -Socrates- juga memiliki seorang murid yang mana gagasannya sedikit berbeda dengan para pendahulunya. Ialah Aristippus. Ia percaya bahwa tujuan hidup adalah kenikmatan indriawi setinggi mungkin. Katanya, "Kebaikan tertinggi adalah kenikmatan dan kejahatan tertinggi adalah penderitaan". Tujuan dari ungkapan ini ialah usaha untuk menghindari penderitaan, yang mana bertolak belakang dengan dua aliran terdahulu yang berpedoman denagan "menahan penderitaan" tersebut.

Gagasan Aristippus ini kemudian menjadi salah satu corak yang paling menonjol dari kaum selanjutnya, yaitu  kaum Epikurian atau Epikurianisme.

Sama seperti pendahulunya, Epikurianisme juga merupakan aliran filsafat yang berkembang pada periode Helenisme yang didirikan oleh Epicurus (341-270 SM) di Athena sekitar 300 SM. Filsafat ini menggabungkan dua mega ide dari Aristippus dan teori atom Democritus. Mereka juga dikenal sebagai "para filosof taman" karena di sana lah mereka hidup. 

Di atas gerbang masuk menuju taman, tertulis kalimat yang seakan-akan menginformasikan bahwa taman ini merupakan tempat terbaik bagi mereka yang sudah terlalu gerah dengan anggapan bahwa menahan penderitaan adalah baik untuk mereka, kalimat itu bertuliskan "orang asing, di sini kalian akan hidup senang. Di sini kenikmatan adalah kebaikan tertinggi".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun