Mohon tunggu...
Felix Kusmanto
Felix Kusmanto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Organizational Psychologist. Sekedar belajar dan berbagi. www.felixkusmanto.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Blusukan Melihat Pesona Kota Khatulistiwa Dari Dekat (Hari 1)

27 Januari 2016   07:21 Diperbarui: 28 Januari 2016   23:49 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Bersiap untuk Lompat (Kampung Beting, Pontianak) - Dok Felix Kusmanto"][/caption]

Saat masih menjadi TKI di Malaysia, saya sering berkunjung ke Kuching - ibu kota Negara bagian Sarawak, Malaysia untuk keperluan dinas. Kala itu ada satu maskapai penerbangan asal Malaysia yang baru saja membuka rute penerbangan Kuching – Pontianak. Sangking barunya, banner promosi dengan rute dan latar belakang sebuah bukit ini ditaruh di depan pintu masuk keberangkatan bandara internasional Kuching. Saya biasa saja, hingga suatu saat teman kerja saya berkata sambil tertawa dalam Bahasa Inggris “betul kah ada kota dengan namanya Pontianak”. Saya bilang “benar ada, itu di Kalimantan Indonesia”. Balasnya “kamu tahu tidak apa itu Pontianak dalam pemahaman kami?”. “Apa ?” tanya saya. Sambil tertawa ia jawab “hantu tau! Pontianak itu hantu”. Saya senyum dan membalasnya dengan santai “oh, mungkin mirip kuntilanak ya”. Parahnya sejak dulu saya tidak pernah mencari tahu apakah pendapat teman saya benar apa tidak.

Hanya beberapa hari yang lalu sebelum kegiatan Datsun Risers Expedition Etape 3 saya mencoba mencari tahu kebenarannya. Nyatanya benar, nama Pontianak disematkan ke kota yang di lalui sungai Kapuas ini karena dahulu wilayah hutan sekitar kapuas ini dipercaya dihuni banyak hantu kuntilanak.

Hari selasa lalu 26/1/2016 saya bersama dengan belasan kompasianer lain, tim Datsun, tim Kompas.com dan tim kompasiana mencoba blusukan ke kota Pontianak yang kini juga dikenal sebagai kota Khatulistiwa. Seharian penuh kami blusukan dengan mobil Datsun Go+ Panca yang lega dan hemat. Hasilnya Nol! Belum ketemu itu kunti sama sekali. Mungkin karena jumlah manusia kini sudah lebih banyak, meski ada yang bilang itu kuntilanak pergi karena takut dengan suara Meriam raja setempat.

Apapun penyebabnya, perlu saya akui bahwa kota Pontianak berhasil memikat hati saya. Berikut adalah sedikit cerita dari hari pertama dalam Datsun Raisers Expedition Etape 3 – Eksplorasi Kota Pontianak.

Saat kami mendarat di bandara Supadio – Pontianak kami ternyata telah ditunggu oleh pihak Datsun yang telah melanglang buana dengan mobil-mobil Datsun Go+ Panca (sekedar info mereka sudah lama di jalan dan sudah explore pulau jawa, bali, sulawesi, Kaltim dan Kalsel). Kami disambut dengan hangat, kami dipandu ke mobil kami masing-masing. Total ada 12 mobil kendaran konvoi, dengan 5 mobil yang dikemudikan oleh kami para "orang-orang beruntung". Saya dapat nomor urut 3 yang kemudian pindah ke nomor urut 5. Dalam mobil ini saya bersama Debby, Rian dan Kevin. 

Tugu khatulistiwa, tak kenal maka tak sayang

[caption caption="Telur berdiri di Tugu Khatulistiwa pontianak - dok felix kusmanto"]

[/caption]Tujuan pertama kami adalah Tugu Khatulistiwa yang tersohor itu. Siapa yang tidak tahu ikon kota pontianak ini. Apa lagi saat pelajaran peta buta, guru selalu tanya tentang lokasi tugu ini. Ya gak?

Seperti kata orang, tidak kenal maka tidak saya. Begitu juga dengan tugu ini. Dari luar rasanya biasa saja. Seperti tugu kebanyakan dengan bentuk yang cukup abstrak. Namun yang membedakan adalah sejarahnya, fakta uniknya dan juga tentu yang bertugas menjaga.

Sejarahnya tugu ini ternyata bisa diruntutkan hingga zaman belanda masih nongkrong di Indonesia. Memang itu belanda rajin untuk hal-hal seperti ini. Sejarahnya mereka ramai-ramai datang ke pontianak untuk menentukan titik mana garis khatulistiwa itu lewat diatas indonesia. 

Menurut bu Sutami, tidak ada di dunia seperti tugu ini. Ditengah kota dan cukup megah. Biasanya di tempat-tempat lain letaknya agak jauh dari kota. Indonesia sudah maju selangkah! Yang menariknya lagi, disekitar tugu ini ternyata memiliki daya gravitasi yang tidak biasa, menurut ibu Sutami dan langsung diperagakan, sekitaran tugu ini dengan radius 100 meter, kita bisa mendirikan telur dengan tegak lurus. Luar biasa! Semua diberi kesempatan untuk mencoba, tidak banyak yang berhasil, kurang lama kerja disana sepertinya ha ha. 

Fakta unik lainnya adalah ada masa-masa dimana matahari benar-benar ada tepat diatas kota pontianak, yaitu pada bulan Maret dan September pada tanggal 21-23 di kedua bulan tersebut. Sekitar jam 11:30 siang, kita bakalan tidak bisa lihat bayangan kita (yang biasa ada disamping dll), karena bayangannya benar-benar tepat dibawah kita. 

Bu Sutami sosok yang sangat menarik menurut saya, ibu yang bekerja dibawah dinas pariwisata dan budaya ini sudah mengabdi sejak lama. Sudah begitu orangnya sangat inisiatif dan semangat. Beliau dengan sangat jelas dan tanggap menjelaskan semua tentang tugu ini. Bravo bu!

Kerennya, masuk tugu ini gratis! Cuman perlu isi buku tamu. Sayangnya tugu ini kurang dipromosikan, bayangin klo ini punya negara itu tuh, uda meledak ini tempat jadi tempat turis utama. Tapi mungkin itu juga peran expedisi ini, mengekspos situasi yang ada di kalimantan barat.

Dari tugu ini, kami makan di Dealer Nissan-Datsun kota Pontianak. Luar biasa mirip kayak di jakarta. uda terstandard sepertinya. Hebat memang si jepang dan Nissan Way-nya. Saat bertanya ke tim sales dealer ini, katanya mobil datsun sangat popular di Pontianak. Saya tanya berapa unit bisa jual dalam satu bulan "5 ada?". Mereka kemudian tertawa. Saya tanya lagi "10? 20?". Mereka tersenyum dan menjawab "30 unit per bulan bisa sejauh ini". Wow. Lumayan juga.

Kami "diasup" hingga kenyang. Terima kasih.

Desa Beting dan daerah awal Kota Pontianak

[caption caption="Desa Benting - dok pribadi Felix Kusmanto"]

[/caption]Sungai kapuas itu bercabang dua. Diantara cabang itu mejadi tempat yang sangat kaya akan sejarah. Disinilah paling tidak ada tiga tempat yang menjadi tempat yang memiliki daya tarik yang besar. Sebut saja Desa Beting, Kraton Kadriyah dan masjid Sultan Syarif Abdurrahman. Desa beting terkenal dengan pemandangan dan gaya hidup orang setempat. Mereka hidup layaknya kota venice. Rumah-rumahnya dibangun diatas tanah basah, jalan-jalannya sempit dan banyak dari mereka beraktifitas dengan perahu kecil mereka. Saya ingin mengeksplore lebih jauh desa ini, namun dianjurkan tidak. Katanya takut hilang. Ayo hilang kenapa? 

 Masjid Sultan Syarif Abdurrahman cukup besar, Arsitekturnya beda dengan kebanyakan masjid. Dalamnya lapang dan semilir, maklum depannya tepat sungai Kapuas yang besar. Anak-anak bermain diluar dan banyak yang berenang bebas di depan masjid. Mereka menjadi daya Tarik sendiri, begitu juga kami. Menjadi daya Tarik sendiri bagi mereka. Kami minta foto, mereka minta difoto. Apa lagi si kecil Adit yang bolak balik naik turun sungai. Mantap Dit! 

[caption caption="Latihan untuk pengajian - dok pribadi Felix Kusmanto"]

[/caption]Kraton Kadriyah lebih unik lagi. Menjadi kraton pertama di Indonesia, kraton ini juga menjadi salah satu ikon populer kota seribu parit ini. Lucunya kratonnya tutup. Mungkin kita gak bilang kali kita mau datang he he. tapi tidak menyesal juga kesana. Meski tidak bisa masuk ke dalam keraton, kami bisa keliling sekitar kraton dan bertemu dengan ibu-ibu dan kakak-kakak keluarga kraton yang sangat ramah. Mereka memperbolehkan kami meliput kegiatan latihan mereka untuk pengajian. Luar biasa. Kenapa? suaranya bagus, kompak, alatnya tradisional dan paras-paras mereka cantik-cantik. 

Saya sempat berbicara dengan Meza, adik perempuan yang mana peserta latihan yang paling kecil. Umurnya baru 9 tahun. Menurutnya latihannya sudah cukup lama. "Tidak susah juga". 

Dari tepi sungai kapuas ini kami menuju pecinan kota Pontianak yang terletak di jalan Gajah Mada. Tidak jauh dari pecinan, ada gereja katholik St. Yoshep yang bisa dbilang sangat besar bagi ukuran gereja. Di Pecinan kami diberikan tantangan untuk menghabiskan uang sebesar Rp. 55.500. Aneh jumlahnya. Kami blusukan ke toko-toko sekitar sana. Saya dan tim berhasil mendapatkan 3 item, Pasak Bumi biar stroonng, minyak pijit dari akar-akaran biar gak pegel dan gantungan kunci dayak biar beruntung.

Dari sana kami kembali ke hotel kami dekat bandara. Hotel Gardenia. Hotel bintang 4 yang unik. Semua struktur hotel ini ditopang. Semacam panggung. seperti rumah-rumah di desa beting tadi. Sebelum kami sampai hotel, kami sempat lewat salah satu masjid besar. Sangat anggun, terlebih saat matahari terbenam. Sayang buru-buru, jika tidak mampir juga.

Sekian hari pertama, nanti kita lanjut lagi. Ingat tak kenal, maka tak sayang.

Salam

Felix Kusmanto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun