Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya tumbuh menjadi pribadi yang santun dan penuh hormat. Namun, sebelum menuntut anak-anak kita untuk beradab, sudahkah kita bercermin pada diri sendiri? Adakah sikap kita yang tanpa sadar justru menjadi benih bagi lunturnya rasa hormat dalam keluarga?
Perhatikan hal-hal kecil yang sering kita abaikan. Ketika seorang anak berbicara dengan intonasi meninggi kepada orang tuanya, seperti: "Mama, kenapa sih?!!"Â Apakah kita akan menegurnya atau justru membiarkan? Saat anak berbicara sambil terus menatap layar ponselnya, apakah kita menganggap itu hal biasa? Jika iya, maka tanpa sadar, kita telah membiarkan kebiasaan-kebiasaan kecil ini tumbuh menjadi akar yang bisa berujung pada sikap durhaka.
Dalam sebuah reels singkat, Bapak Agus Budi Artoyo mengingatkan tentang dua hal sederhana yang sering luput dari perhatian yaitu 'intonasi dan kontak mata'. Ini bukan sekadar gestur, tetapi bentuk dasar dari rasa hormat. Jika anak tidak dibiasakan berbicara dengan santun dan menatap lawan bicaranya, bagaimana kelak mereka akan menghormati guru, saudara, pasangan, bahkan orang tuanya sendiri?
Anak adalah peniru ulung. Mereka menyerap, merekam, dan meniru, bukan dari apa yang kita katakan, tetapi dari apa yang kita lakukan.
Jika mereka melihat kita berbicara dengan nada tinggi kepada kakek dan neneknya, mereka akan menganggap itu wajar. Jika kita terlalu sibuk dengan ponsel saat mereka berbicara, kelak mereka pun akan bersikap sama. Jika kita memperlakukan pasangan dengan kata-kata kasar, anak akan belajar bahwa itu adalah cara berkomunikasi yang lumrah.
Maka, sebelum bertanya, "Mengapa anakku kurang hormat?", kita perlu bertanya lebih dulu pada diri sendiri: "Sudahkah aku menjadi anak yang berbakti? Sudahkah aku menjadi teladan bagi anakku?"
Karena adab bukan sekadar teori. Ia harus ditanam, dipupuk, dan dibiasakan.Â
Ada lima hal sederhana yang bisa kita mulai dari sekarang:
1. Ajarkan Anak Berbicara dengan Nada Santun: Kata-kata memiliki energi. Intonasi memiliki makna. Biasakan anak berbicara dengan nada lembut, terutama kepada orang tua dan orang yang lebih tua. Jika anak terbiasa mengeluh atau berbicara ketus, jangan dibiarkan. Ingatkan bahwa tutur kata mencerminkan kualitas hati.
2. Latih Kontak Mata saat Berbicara: Mengajarkan anak menatap lawan bicara bukan sekadar soal kesopanan, tetapi juga membangun empati dan rasa hormat. Tatapan mata menunjukkan bahwa kita hadir sepenuhnya dalam percakapan. Dan tentu saja, kita sebagai orang tua pun harus memberikan contoh lebih dulu.