Mohon tunggu...
Febriantono Eddy Putranto
Febriantono Eddy Putranto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis yang senang membagikan artikel, karena Ilmu semakin dibagi akan semakin bertambah

Seorang Dokter Residen yang sedang melanjutkan S2 Spesialis di Jawa Timur. Tertarik dalam banyak topik, khususnya mengenai kesehatan, fiksi, ilmiah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Koran Terakhir

7 September 2020   09:30 Diperbarui: 7 September 2020   09:39 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Berapa? Mahal sekali?!"

Memang benar, Menjual koran ini susah. Masyarakat sudah beralih menggunakan smartphone mereka untuk mengikuti perkembangan zaman. Setiap kejadian yang sedang berlangsung, selalu direkam oleh orang yang sedang disekitar.

Ya, smartphone memang pintar. Segalanya dimudahkan dengan adanya kotak elektronik multifungsi ini. Sebelumnya, mengumpulkan informasi dan berita memerlukan perlengkapan alat-alat wawancara seperti kamera, mikrofon, catatan, baterai kamera cadangan, buku catatan, dan tim wawancara. Semua sudah menjadi satu dalam ponsel canggih di era ini.

Tidak hanya koran, banyak hal lain yang digantikan oleh smartphone. Kalkulator, buku, bahkan televisi sudah tersedia dalam kotak kecil seukuran uang Rp. 100.000,-. Alat yang apabila orang yang memiliki tahu dan mengerti, akan dapat membantuk pekerjaan dan produktivitas dari seseorang tersebut.

Namun, alat ini sama sekali belum berhasil membantuku menjual koran cetakan edisi terakhir yang dikeluarkan perusahaan percetakan koranku. Hari ini perusahaan kami memilih untuk go-green dan tidak menggunakan kertas lagi dalam membagikan informasi terfaktual. Semua sudah melalui internet. Jumlah penggemar koran sudah sangat berkurang, dan hal ini juga termasuk orang-orang tua diatas 60 tahun. Selain mereka sudah mulai susah membaca, mereka juga tidak mampu mencari tukang penjual koran.

"Benar pak, ini edisi terakhir dan cetakan terakhir dari koran kami", tuturku.

Tentu, dengan pilihan membaca dan menonton berita gratis, tentunya koran selalu dikesampingkan. Bahkan aku mengerti pilihan mereka dalam menimbang apakah akhirnya mereka akan membeli koran ini.

Siapa sangka, perlahan-lahan orang tidak membaca teks lagi. Sejarah sebelumnya bagaimana koran pertama dibentuk, seluruh politisasi, dipergunakan sebagai alat propaganda hingga perjuangan dalam beberapa negara untuk menyebarkan ideologi, berita yang nyata, dan informasi yang faktual, menjadi hanya sebuah kertas yang dipakai oleh penjual makanan dalam membungkus makanannya.

Aku duduk termangu, setelah berulang kali tawaranku ditolak. Tumpukan koran disebelahku yang tidak tampak berkurang hanya menambah beban pikiranku. Sayang sekali kertas sebanyak ini. aku bisa pakai untuk berbagai macam alat. Kertas ini telah dicetak sebelumnya dengan itikad menyebar berita yang faktual, yang didalamnya memuat informasi yang bisa sampai ke seluruh masyarakat, tanpa mereka harus memiliki sebuah ponsel pintar.

Tapi, tidak semua orang menghargai proses pembuatan koran ini. Banyak yang bahkan tidak membiasakan diri untuk membaca. Negara ini darurat membaca, pikirku. Masa, tidak ada seorangpun yang membaca koran lagi? 

Sambil membakar samsoeku, aku mengambil satu dari koran yang sedang kucoba jual ini. Brand koran terletak di atas tengah dengan cukup menarik perhatian. Susunan kolom berita dibuat sedemikian rupa agar orang tertarik untuk membaca lebih lanjut mengenai berita terbaru yang sedang ditampilkan dalam halaman pertama ini. Kertasnya teraba halus, kencang tidak mudah robek. 

Tentu, headline dari edisi ini adalah informasi mengenai akhir dari penggunaan kertas sebagai media massa, diikuti salam perpisahan dari pemilik perusahaan. Berita lain tetap dibahas, seperti korupsi, penyakit menular yang belum hilang sejak 4 tahun lalu, perang negara adidaya, olahraga, dan semuanya memiliki tautan ke video yang disertai dengan QR-code yang apabila di scan akan mengarahkan kita ke video berita yang dimaksud.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun