Mohon tunggu...
fajar dwinugroho
fajar dwinugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

pembelajar masa silam untuk masa depan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tadabbur Ajaran Catur Piwulang Sunan Drajat

13 September 2021   19:38 Diperbarui: 13 September 2021   20:01 955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sunan Drajat lahir pada abad ke-15 M, sekitar tahun 1470 M. Sunan Drajat memiliki nama
asli Raden Qosim, atau biasa dikenal dengan Syarifudin, Sunan Drajat merupakan anak dari
Sunan Ampel. 

Sunan Drajat ini juga merupakan anggota Wali Songo yang menyebarkan
ajaran Islam di Tanah Jawa, dalam menyebarkan Agama Islam, Sunan Drajat menyusuri
Pantai Utara Jawa menemui orang-orang untuk menyebarkan Agama Islam. 

Dalam
berdakwah Sunan Drajat melakukan dengan cara yang santun, selain itu Sunan Drajat juga
dikenal memiliki jiwa sosial yang tinggi. Hal itu dapat dilihat pada ajarannya yang berjumlah
4 atau biasa disebut dengan Catur Piwulang yaitu:


1. Menehono teken marang wong kalunyon lan wuto, atau bisa diartikan dengan
memberi tongkat kepada orang yang buta, jika ditadabburi dengan luas ajaran ini
dapat diartikan dengan memberi nasihat kepada orang-orang yang masih di jalan
gelap. 

Dalam hal ini dapat diartikan juga dengan berdakwah kepada orang-orang dan
menemani orang-orang dalam menyusuri jalan sesuai dengan petunjuk Allah SWT.


2. Menehono mangan marang wong kang luwe, atau bisa diartikan dengan dengan
memberi makan orang yang kelaparan. 

Pada hakikatnya manusia adalah makhluk
sosial yang tidak bisa hidup sendiri, maka dari itu menolong orang merupakan suatu
kewajiban contohnya adalah memberi makan orang yang kelaparan. 

Bahkan, seorang
sufi yaitu Jalaludin Rumi pernah berkata jika musik yang diharamkan dalam Islam itu
adalah ketika suara piring ketemu dengan sendok, dimainkan oleh orang kaya dan
didengarkan oleh orang yang kelaparan. 

Hal ini menandakan jika orang-orang yang
mampu mempunyai kewajiban untuk memberi makan orang yang kelaparan.

3. Menehono busana marang wong kawudan, atau bisa diartikan dengan memberi
pakaian kepada orang yang tidak memakai pakaian. 

Jika ditadabburi dengan luas
ajaran ini tidak hanya diartikan dengan memberi pakaian kepada orang yang belum
berpakaian namun juga dapat diartikan dengan menjaga harga diri dan martabat
seseorang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun