Dengan cara ini, hermeneutika memberi arah baru bagi teori akuntansi modern: bahwa ilmu ini harus melampaui objektivitas semu dan berani menafsirkan makna kehidupan yang dikandungnya. Akuntansi bukan hanya instrumen ekonomi, tetapi juga sarana komunikasi moral yang menyatukan manusia dalam jaringan makna sosial. Dalam pandangan hermeneutik, akuntansi sejatinya adalah upaya manusia untuk memahami dan menata kehidupannya sendiri melalui simbol angka---sebuah "tindakan menulis kehidupan" (Lebensschrift).
2. Dasar Justifikasi Pengetahuan
Pengetahuan akuntansi hermeneutik memperoleh legitimasi atau validitas bukan dari proses generalisasi atau pembuktian empiris sebagaimana yang lazim digunakan dalam ilmu alam, melainkan dari koherensi makna, keterhubungan simbol, dan kedalaman interpretasi.
Bagi pendekatan ini, kebenaran tidak lahir dari uji statistik atau eksperimen laboratorium, melainkan dari kemampuan peneliti dalam menemukan dan menafsirkan makna yang tersembunyi di balik angka-angka dan simbol ekonomi. Rasionalitas yang diutamakan bukan lagi rasionalitas perhitungan, tetapi rasionalitas pemahaman. Artinya, peneliti dituntut untuk mampu menyingkap struktur makna di balik realitas ekonomi dan menjelaskan bagaimana simbol-simbol akuntansi mencerminkan dinamika kehidupan manusia.
Pendekatan ini menjadikan pengetahuan akuntansi lebih manusiawi, karena mengakui bahwa setiap angka dan laporan keuangan merupakan hasil dari tindakan manusia yang memiliki niat, tujuan, dan nilai. Dengan demikian, akuntansi hermeneutik berupaya melampaui batas-batas empirisisme dan positivisme yang selama ini mendominasi ilmu akuntansi modern.
3. Akuntansi sebagai Ilmu tentang Ekspresi Kehidupan Ekonomi Manusia
Menurut perspektif Wilhelm Dilthey, akuntansi tidak dapat direduksi menjadi sekadar sistem teknis untuk mencatat transaksi keuangan, melainkan harus dipahami sebagai ilmu tentang ekspresi kehidupan ekonomi manusia. Dalam pandangan ini, aktivitas ekonomi dipandang sebagai bentuk manifestasi dari kehidupan batin manusia—sebuah ekspresi nilai, pengalaman, dan makna yang saling terkait.
Angka-angka akuntansi, dengan demikian, bukan hanya hasil perhitungan rasional, tetapi juga representasi simbolik dari dinamika sosial, budaya, dan psikologis manusia. Melalui kerangka ini, akuntansi menjadi bagian dari ilmu kemanusiaan (Geisteswissenschaften), yaitu ilmu yang berupaya memahami manusia dari sisi makna dan kesadarannya, bukan hanya dari perilaku luarnya.
4. Dua Metafora Epistemologis: Fisiologi dan Psikologi
Dalam menjelaskan cara kerja pengetahuan, Dilthey membedakan dua metafora epistemologis utama: fisiologi dan psikologi.