Mohon tunggu...
Pekik Aulia Rochman
Pekik Aulia Rochman Mohon Tunggu... Petualang Kehidupan Dimensi Manusia yang diabadikan dalam https://theopenlearner333.blogspot.com/

I can't do anything, I don't know anything, and I am nobody. But, I am An Enthusiast in learning of anything.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Mendidik atau Menghukum? Membedah Ulang Cara Kita Memperlakukan Anak-anak 'Nakal'

5 Mei 2025   10:23 Diperbarui: 5 Mei 2025   10:23 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur Jabar Dedi Mulyadi meninjau pendidikan karakter siswa SMP di Barak Artileri Medan, Purwakarta, Sabtu (3/5/2025).  Sumber: Kompas.com

Secara sepintas, pendekatan ini terlihat tegas---dan memang, di tengah kerinduan masyarakat terhadap "pemimpin yang bertindak," program ini mendapat pujian. Tapi jika kita menilik dari perspektif psikologi anak dan pendidikan, muncul kekhawatiran serius:

  • Remaja adalah masa pencarian identitas. Ditekan tanpa diajak dialog, mereka bisa "patuh" di luar, tapi memberontak diam-diam di dalam.

  • Efek jera belum tentu mengubah akar masalah. Anak yang hidup di lingkungan toksik, keluarga disfungsional, atau sekolah yang represif, akan kembali ke pola lama setelah "dibebaskan."

  • Risiko trauma dan stigma. Anak yang dikirim ke barak bisa merasa dikucilkan, disingkirkan, bahkan dipermalukan secara sosial. Dampaknya bisa mengganggu perkembangan kepercayaan diri dan kesehatan mental mereka.

Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pendekatan ini berpotensi melanggar hak-hak anak sebagaimana diatur dalam UU No. 35 Tahun 2014 dan Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi Indonesia.

Apakah Ini Solusi atau Sekadar Simbol?

Masalahnya bukan niat. Gagasan untuk menyelamatkan anak-anak dari kenakalan jelas mulia. Tapi pendekatan yang diambil lebih mencerminkan paradigma "anak adalah masalah yang harus diselesaikan secara keras"---bukan sebagai makhluk berkembang yang butuh dipahami dan dibimbing.

Tanpa pendampingan psikologis, kurikulum pembinaan yang terukur, atau rencana reintegrasi sosial, program ini lebih menyerupai bentuk penundaan masalah ketimbang penyelesaian.

Ibarat menutup luka dengan lakban: tampak rapi dari luar, tapi dalamnya bisa tetap bernanah.

Di sinilah titik kritisnya: apakah negara sedang mendidik anak-anak dengan cinta, atau mendisiplinkan dengan ketakutan? Apakah barak militer adalah tempat penyembuhan jiwa, atau hanya fasilitas pemoles citra?

Kita akan menjawab pertanyaan itu melalui tinjauan kebijakan alternatif---yang tak kalah tegas, tapi lebih membumi dan menyentuh kemanusiaan anak.

Empat Pendekatan yang Lebih Menyentuh Hati

Kadang kita terlalu sibuk mengatur anak-anak dengan aturan keras, sampai lupa satu hal sederhana: mereka tidak sedang rusak, mereka sedang tumbuh. Dan tumbuh itu tidak selalu rapi. Butuh ruang untuk keliru, tempat untuk kembali, dan orang dewasa yang percaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun