Mohon tunggu...
Pekik Aulia Rochman
Pekik Aulia Rochman Mohon Tunggu... Petualang Kehidupan Dimensi Manusia yang diabadikan dalam https://theopenlearner333.blogspot.com/

I can't do anything, I don't know anything, and I am nobody. But, I am An Enthusiast in learning of anything.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memahami Sunnatullah: Hukum Tuhan yang Tak Bisa Dinego

13 Februari 2025   18:15 Diperbarui: 13 Februari 2025   18:15 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan

Dalam kehidupan, ada aturan yang tidak bisa dinegosiasikan. Mau kita setuju atau tidak, aturan ini tetap berlaku. Aturan itu disebut sunnatullah, hukum tetap yang Allah tetapkan untuk alam semesta. Hukum ini tidak pilih kasih---semua orang, terlepas dari agama, suku, atau status sosialnya, tetap terikat oleh sistem yang sudah ditetapkan oleh Sang Pencipta.

Namun, ada fenomena menarik. Banyak orang sibuk beribadah, berdoa, dan menjalankan ritual agama, tapi melupakan bahwa Tuhan juga menciptakan sistem yang mengatur alam semesta ini. Mereka mengandalkan doa tanpa usaha, berharap sukses tanpa kerja keras, dan ingin hidup berkah tanpa memahami bagaimana hukum Tuhan bekerja. Sunnatullah tidak bisa dilanggar begitu saja. Kalau seseorang melompat dari gedung tanpa alat keselamatan, hukum gravitasi tetap berlaku---bukan karena Allah tidak sayang, tapi karena memang begitu sunnatullah-nya.

Dalam ajaran Islam, sunnatullah ini bisa ditemukan dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:

"Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada sunnatullah." (QS. Al-Ahzab: 62)

Artinya, sunnatullah itu pasti dan tidak akan berubah. Siapapun yang memahami dan menyesuaikan diri dengannya akan merasakan manfaatnya, sementara yang mengabaikannya akan merasakan akibatnya. Tapi, mengapa banyak orang lebih sibuk dengan dogma dan formalitas agama daripada memahami sistem Tuhan ini? Dan bagaimana cara kita hidup lebih selaras dengan sunnatullah? Mari kita bahas lebih dalam.

Apa Itu Sunnatullah?

Sunnatullah adalah hukum tetap yang mengatur seluruh alam semesta. Hukum ini bersifat universal dan berlaku untuk semua makhluk, tanpa pengecualian. Sunnatullah mencerminkan keteraturan ciptaan Tuhan yang tidak bisa diubah oleh manusia. Siapa pun yang memahami dan menyesuaikan diri dengan hukum ini akan merasakan manfaatnya, sementara yang mengabaikannya akan menghadapi konsekuensinya.

1. Sunnatullah dalam Aspek Fisika: Hukum fisika adalah contoh nyata dari sunnatullah. Gravitasi, rotasi bumi, dan hukum termodinamika semuanya merupakan bagian dari sistem yang telah ditetapkan Tuhan. Misalnya, jika seseorang melompat dari tempat tinggi tanpa alat keselamatan, ia akan jatuh ke bawah. Hal ini terjadi bukan karena kurangnya doa, tetapi karena hukum gravitasi adalah bagian dari sunnatullah yang tidak bisa dilanggar.

2. Sunnatullah dalam Kehidupan Sosial: Dalam aspek sosial, sunnatullah juga terlihat jelas. Orang yang bekerja keras dan memiliki dedikasi tinggi biasanya akan mencapai kesuksesan lebih besar dibandingkan mereka yang malas. Kejujuran membangun kepercayaan, sementara kebohongan mengakibatkan ketidakpercayaan. Hukum ini berlaku di mana saja, tanpa memandang latar belakang seseorang.

3. Sunnatullah dalam Aspek Spiritual: Di tingkat spiritual, sunnatullah juga berfungsi sebagai panduan kehidupan. Orang yang menjalani hidup dengan kesadaran dan keseimbangan akan merasakan ketenangan batin, sementara mereka yang melawan fitrahnya akan mengalami kegelisahan. Prinsip ini juga mencakup konsep bahwa setiap amal kebaikan akan membawa dampak positif bagi pelakunya, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Sunnatullah adalah tanda kebesaran Allah yang mengatur segala sesuatu dengan sempurna. Dengan memahami dan hidup sesuai dengan sunnatullah, kita dapat mencapai kehidupan yang lebih harmonis dan bermakna.

Mengapa Sunnatullah Sering Dilupakan?

Meskipun sunnatullah adalah hukum Tuhan yang pasti berlaku, banyak orang justru melupakannya atau bahkan tidak menyadarinya. Ada beberapa alasan utama mengapa hal ini terjadi:

1. Lebih Fokus pada Ritual daripada Esensi

Banyak orang lebih sibuk menjalankan ritual agama tanpa memahami prinsip dasar yang mendasarinya. Mereka mungkin rajin beribadah, tetapi mengabaikan hukum-hukum alam yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Contohnya, seseorang yang berdoa agar sukses tetapi tidak berusaha keras dan disiplin dalam pekerjaannya, padahal sunnatullah menuntut kerja keras untuk mencapai hasil. 

Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an:

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri." (QS. Ar-Ra'd: 11)

Sayangnya, ada yang lebih rajin berdoa daripada bekerja, berharap keajaiban turun dari langit tanpa usaha. Kalau begitu caranya, mungkin yang akan turun malah tagihan listrik.

2. Budaya dan Tradisi yang Menutupi Pemahaman 

Sering kali, ajaran agama dipahami melalui kacamata budaya dan tradisi yang diwariskan turun-temurun. Ini menyebabkan orang lebih patuh pada kebiasaan yang sudah ada dibandingkan memahami esensi ajaran yang sebenarnya. Akibatnya, pemahaman tentang sunnatullah tergeser oleh dogma yang belum tentu benar. Seperti ungkapan Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah:

"Kebiasaan yang berlangsung lama dalam suatu masyarakat dapat menggantikan logika dan pemahaman yang seharusnya berlandaskan ilmu dan akal sehat."

Padahal, ada yang lebih takut melanggar 'pantangan nenek moyang' daripada melanggar hukum Tuhan yang jelas-jelas nyata.

Foto ilsutrasi Santet dari cnnindonesia.com. Sumber asli: (iStockphoto/VeraPetruk)
Foto ilsutrasi Santet dari cnnindonesia.com. Sumber asli: (iStockphoto/VeraPetruk)

3. Kurangnya Pendidikan tentang Hukum Alam dan Sosial

Sunnatullah mencakup hukum-hukum alam dan sosial, tetapi sistem pendidikan sering kali lebih fokus pada hafalan doktrin daripada pemahaman yang mendalam. Misalnya, orang lebih takut melanggar peraturan buatan manusia daripada melanggar hukum sebab-akibat yang ditetapkan Tuhan, seperti kejujuran dan kerja keras. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin mengatakan:

"Ilmu tanpa amal adalah kegilaan, dan amal tanpa ilmu adalah kesia-siaan."

Namun, di era modern, masih ada yang lebih percaya pada 'pelaris dagangan' daripada strategi bisnis dan kerja keras. Kalau sukses bisa instan, kenapa Bill Gates nggak buka warung? 

4. Keinginan Instan dan Mengabaikan ProsesDi era modern, banyak orang ingin mendapatkan hasil cepat tanpa melalui proses yang benar. Ini bertentangan dengan sunnatullah yang mengajarkan bahwa setiap pencapaian memerlukan usaha, kesabaran, dan waktu. Keinginan instan membuat orang mengabaikan hukum sebab-akibat dan lebih percaya pada cara pintas.

Sebagaimana hadits Nabi Muhammad :

"Sesungguhnya Allah mencintai orang yang ketika bekerja, ia bekerja dengan sungguh-sungguh." (HR. Thabrani)

Sayangnya, ada yang lebih percaya pada jimat rezeki daripada disiplin finansial. Kalau uang bisa muncul dari mantra, kenapa bank sentral masih repot cetak uang? 

Dengan memahami mengapa sunnatullah sering dilupakan, kita bisa mulai memperbaiki cara pandang kita terhadap kehidupan. Kesadaran akan hukum Tuhan ini akan membantu kita hidup lebih selaras dengan realitas yang ada.

Bagaimana Hidup Selaras dengan Sunnatullah?

Memahami sunnatullah saja tidak cukup jika tidak diikuti dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Hidup selaras dengan sunnatullah berarti memahami hukum-hukum Tuhan yang telah ditetapkan dan menyesuaikan diri dengannya, bukan malah melawannya. Berikut beberapa langkah konkret untuk hidup lebih harmonis dengan sunnatullah:

1. Pahami Hukum Sebab-Akibat

Salah satu sunnatullah yang paling jelas adalah hukum sebab-akibat. Setiap tindakan memiliki konsekuensinya. Jika seseorang ingin sukses, maka ia harus bekerja keras dan terus belajar. Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa siapa pun yang mengerjakan kebaikan atau kejahatan meskipun seberat zarrah, pasti akan melihat balasannya. Ayat yang dimaksud berasal dari QS. Az-Zalzalah ayat 7-8:

"Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula."

Jadi, kalau ada yang berharap kaya tanpa usaha, mungkin dia lebih cocok jadi pemain sulap daripada pengusaha. 

2. Jangan Hanya Ikut-ikutan, Pahami Esensi

Banyak orang menjalankan ajaran agama hanya karena tradisi atau kebiasaan keluarga, bukan karena pemahaman mendalam. Ini membuat ibadah terasa kosong dan tidak memberi dampak nyata. Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa ilmu tanpa amal adalah kegilaan, sedangkan amal tanpa ilmu adalah kesia-siaan. Makanya, penting untuk belajar agama dengan benar dan memahami alasan di balik setiap perintah dan larangan. Kalau kita sekadar ikut-ikutan tanpa paham, bisa-bisa seperti orang yang hafal resep masakan tapi nggak tahu cara masaknya.

3. Gunakan Akal dan Hati dalam Menyikapi Kehidupan 

Sunnatullah mengajarkan keseimbangan antara akal dan hati. Dalam Islam, pemikiran kritis sangat dianjurkan, tetapi tetap harus dilandasi oleh kesadaran spiritual. Ibnu Khaldun menegaskan bahwa akal adalah cahaya yang membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Jadi, kalau menghadapi persoalan hidup, jangan hanya pakai logika tanpa hati, atau sebaliknya, pakai perasaan tanpa logika. Ibarat naik kendaraan, gas dan rem harus seimbang. Kalau kebanyakan gas, bisa nabrak; kalau kebanyakan rem, nggak bakal maju.

4. Selalu Berusaha Menjadi Lebih Baik

Hukum Tuhan tidak statis, begitu pula manusia. Kita selalu mengalami perubahan dan harus terus berkembang. Sunnatullah mengajarkan bahwa segala sesuatu bertumbuh dan berkembang seiring usaha yang dilakukan. Nabi Muhammad pernah bersabda bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya. Maka, daripada sibuk membandingkan diri dengan orang lain, lebih baik fokus menjadi versi terbaik dari diri sendiri setiap harinya.

Dengan memahami dan mengamalkan sunnatullah dalam kehidupan, kita bisa hidup lebih harmonis dan tidak terus-menerus melawan hukum alam yang sudah ditetapkan Tuhan. Jadi, siap untuk lebih selaras dengan sunnatullah atau masih mau melawannya?

Hasil analisis Penulis (2025). Dokpri made by AI
Hasil analisis Penulis (2025). Dokpri made by AI

Kesimpulan & Ajakan Reflektif

Hidup dalam harmoni dengan sunnatullah berarti memahami bahwa segala sesuatu di alam ini berjalan dengan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Sunnatullah bukan sekadar teori, tetapi sistem nyata yang mengatur seluruh aspek kehidupan, dari alam fisik hingga hukum sosial dan spiritual. Siapa yang menyesuaikan diri dengannya akan merasakan manfaatnya, sementara siapa yang mengabaikannya akan menghadapi konsekuensinya.

Dalam perjalanan hidup, banyak orang lebih sibuk mencari jalan pintas daripada memahami bahwa setiap pencapaian memerlukan proses. Sunnatullah mengajarkan bahwa hukum sebab-akibat adalah sesuatu yang tak bisa dihindari. Jika ingin sukses, maka usaha dan kerja keras adalah syaratnya. Jika ingin hidup damai, maka kejujuran dan kebaikan adalah kuncinya. Seorang bijak pernah mengatakan bahwa manusia tidak akan bisa mengubah hasil jika mereka tidak mengubah cara mereka bertindak.

Sering kali, kita terlalu fokus pada simbol dan ritual tanpa memahami esensi ajaran agama. Sunnatullah mengingatkan bahwa agama bukan hanya soal aturan, tetapi juga pemahaman tentang bagaimana Tuhan mengatur kehidupan ini. Menjalankan agama dengan penuh kesadaran akan membawa manfaat yang nyata, bukan sekadar formalitas belaka.

Mari kita renungkan, apakah selama ini kita telah hidup selaras dengan sunnatullah? Atau justru lebih sering melanggarnya dengan berharap keajaiban datang tanpa usaha? Kesadaran akan sunnatullah bukan hanya membantu kita memahami kehidupan dengan lebih baik, tetapi juga membawa kita lebih dekat kepada Tuhan. Jadi, apakah kita masih ingin melawan hukum Tuhan atau mulai hidup lebih harmonis dengannya? 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun