Lela, Fanisah Ameliya, Fatin Hasna Rafifa, Susi Yunda Amelia
Universitas Pelita Bangsa
Email : ellaaa363@gmail.com susiyundaamelia@gmail.com
fanisahameliya20@gmail.com fatinhasna89@gmail.com
ABSTRAK
Fenomena krisis akhlak di era globalisasi telah melanda generasi muda, sehingga ditemukan pemuda-pemudi yang enggan mengamalkan tuntunan Islam dalam aktivitas sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan aplikasi akhlak manusia terhadap diri sendiri, Allah swt., dan Rasululllah saw. Adapun jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi kepustakaan (library research). Bahan bacaan yang bersumber dari referensi ilmiah, meliputi artikel, buku, prosiding, dan tugas akhir (skripsi, tesis, atau disertasi), dijadikan sebagai data penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa akhlak manusia terhadap dirinya sendiri ialah berupa upaya menyeimbangkan jasmani dan rohani diri, tanpa pemaksaan salah satu dari keduanya, dan memelihara diri dengan sifat terpuji seperti syukur, ikhlas, sabar, pemaaf, dan amanah. Selanjutnya, akhlak manusia terhadap Allah swt. sebagai Sang Pencipta ialah taat beribadah dan memelihara kelangsungan kehidupan sebagai khalifatullah fil ardh. Adapun akhlak manusia terhadap Rasulullah saw. Yaitu meneladani kehidupan beliau dan melaksanakan ajaran Islam sesuai dengan perkataan, perbuatan, dan penetapan yang dicontohkan Rasulullah saw.
Kata kunci: Akhlak, Allah, Kehidupan Spiritual
PENDAHULUAN
Akhlak merupakan cerminan peradaban suatu bangsa. Kehilangan akhlak, maka suatu bangsa akan mengalami kemunduran (Hasanah, 2015:25-47). Sebab, perilaku amoral dan tindak kriminalitas, bahkan radikalisme dan terorisme juga muncul akibat degradasi moral (Abidin, 2019:51-65). Oleh karena itu, pembenahan dan penguatan akhlak sangat penting diberikan sejak dini kepada anak bangsa. Dewasa ini, moralitas masyarakat Indonesia mengalami degradasi signifikan. Hal ini ditandai dengan maraknya tindak kriminalitas semisal pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, bahkan hadir dalam berbagai "kluster kriminal baru". Ditambah lagi, dengan minimnya antisipasi dari lingkungan keluarga, serta dijedanya sementara akses publik untuk melaksanakan pendidikan secara langsung dan terbuka (tatap muka) seperti biasanya, menjadikan pembenahan moral sebagai aspek emergency yang harus diprioritaskan (Laksana, 2016:167-184). Anak sebagai generasi bangsa, perlu diedukasi untuk memiliki karakter yang mulia. Tentu, peran ini tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah/madrasah, melainkan sinergitas antara tripusat pendidikan (sekolah, rumah, masyarakat). Atas dasar ini, diperlukan penanaman karakter dan penguatan edukasi keislaman kepada anak sebagai bekal dalam mengarungi kehidupan di masa mendatang (Muttaqin, 2014). Â Â Â
Menurut Assingkily & Rangkuti (2020), peran keluarga dipandang sangat penting sebagai "benteng" dan "upaya filterisasi" penguatan akhlak kepada anak. Begitupun, penanaman akhlak terpuji dari lingkungan masyarakat dan sekolah menjadi support system bagi pembinaan karakter anak. Hal ini didasarkan pada fitrah anak sebagai makhluk sosial yang berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Senada dengan di atas, Zulaikhah (2013) mengemukakan bahwa anak adalah individu ber-Tuhan, bermasyarakat, memiliki keluarga dan hidup secara merdeka sesuai panduan (pedoman) kehidupan, yakni al-Qur'an dan hadis Nabi saw. Lebih lanjut, Haris & Auliya (2019:46-64) menjelaskan setiap anak (individu) tidak bisa hidup sendiri, untuk itu diperlukan akhlak mulia (terpuji) bagi diri sendiri, orang lain, keluarga, dan terutama kepada Allah swt.Â
Sejatinya, penelitian relevan tentang akhlak manusia telah dikaji dari berbagai sudut pandang oleh peneliti terdahulu. Di antaranya membahas dari aspek akhlak manusia sebagai makhluk sosial (Nursanti, 2014; Arifin, 2016), penanaman akhlak bagi anak sejak dini (Ibrahim, 2017:154-172), urgensi akhlak pada diri seorang pendidik (Rohana, 2018), pentingnya pendidikan akhlak sebagai ruh pendidikan Islam (Anekasari, 2018:91-115), dan akhlak manusia menurut para tokoh Muslim (Suryadarma & Haq, 2015; Bahroni, 2018). Mencermati literature review di atas, diketahui bahwa kajian tentang akhlak begitu luas dan banyaknya. Begitupun, masih ditemukan "gap" yang perlu diteliti lebih lanjut, yaitu dari aspek akhlak sebagai diri sendiri, sebagai makhluk Allah swt. dan sebagai umat Nabi saw.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekataan kualitatif, focus pembahasan dalam penelitian ini, yaitu akhlak manusia terhadap dirinya sendiri, kepadan Allah swt.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Akhlak
Secara etimologi, kata akhlak berasal dari bahasa Arab bentuk jamak dari mufradnya khuluq yang berarti "budi pekerti" (Munawir, 2005:43). Sedangkan menurut terminologi, kata "budi pekerti", budi adalah yang ada pada manusia, berhubungan dengan kesadaran yang didorong oleh pemikiran, rasio. Dengan demikian akhlak terhadap diri sendiri adalah sikap seseorang terhadap diri pribadinya baik itu jasmani maupun rohani. Manusia harus adil dalam memperlakukan diri sendiri, dan jangan pernah memaksa diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang tidak baik atau bahkan membahayakan jiwa.
Pemisahan Spiritualitas dan Akhlak dari Asepek Islam
Seperti dikemukakan di atas, Islam memiliki berbagai aspek yang saling melengkapi dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Akan tetapi dalam realitas kehidupan umat Islam dewasa ini, aspek-aspek tersebut kita lihat sering dipisahkan. Padahal pemisahan seperti itu akan menyebabkan ajaran Islam menjadi parsial dan terpecah-pecah. Apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim adalah memiliki akidah yang kuat, ibadah yang tekun, dan akhlak yang terpuji. Semuanya mesti bergerak secara seimbang dan berjalan berdampingan. Â
Orang yang memiliki akidah adalah orang yang ke-hidupannya terikat kuat dengan Allah, dari ujung hingga pangkal. Istilah akidah berasal dari bahasa Arab, aqdah. Secara leksikom kata, aqdah berarti ikatan. Disebut demikian karena ia mengikatkan maksud dan tujuan hidup manusia dengan Allah subonah wa ta 'l. Melalui akar kata yang sama, yakni, aqada terbentuklah kata benda, iqd yang berarti kalung. Ia disebut demikian karena mengikat leher dengan ujung dan pangkal yang tersambung, Dari akar kata yang sama pula terbentuklah kata benda, uqdah (ikatan yang kuat) yang dihubungkan dengan pernikahan. Ia disebut demikian karena menyatukan seorang laki-laki dan perempuan dalam satu ikatan yang sangat kuat.
Yang dimaksud dengan kalimat "ikatan yang kuat dengan Allah dari ujung hingga kepangkal" adalah bahwa ketika seorang mukmin hendak melakukan sesuatu pekerjaan, maka pekerjaan itu harus dia mulai dengan niat yang menghubungkan dirinya dengan Allah, lalu pangkalnya (tujuannya) juga mesti dia sambungkan kepada Allah, yakni mencari rida-Nya. Dengan mengikatkan awal dan akhir suatu pekerjaan dengan Allah, jadilah pekerjaan tersebut sebagai ibadah (pengabdian) kepada Allah. Dengan begitu, semua bentuk perbuatan dan pekerjaan seorang mukmin, dari yang kecil hingga yang besar, bisa mengandung nilai-nilai ibadah. Sebaliknya, suatu pekerjaan-sebesar apa pun nanti manfaatnya bagi manusia-akan dipandang tidak berarti di hadapan Allah jika tidak didasari oleh akidah (keimanan) kepada Allah. Karena itu, Rasulullah memerintahkan kepada setiap mukmin agar memulai setiap pekerjaannya dengan basmalah (membaca bismillh), karena dengan basmalah itu dirinya tersambung dengan Allah swt.
Peran Spiritualitas dan Akhlak dalam Kehidupan
Dalam sejarah perjalanan kehidupan manusia di muka bumi ini, manusia telah mengalami berbagai peristiwa yang beraneka-ragam, baik yang menyangkut alam maupun manusia: perang, revolusi, bencana alam, temuan-temuan teknologis, per-kembangan sains, dan perkembangan hidup manusia di muka bumi. Dalam perjalanan sejarah yang sangat panjang itu, ada bangsa-bangsa yang dahulu terbelakang, berhasil meraih kemajuan, sementara bangsa-bangsa yang dahulu maju, sekarang mengalami kemunduran. Dalam perjalan dan putaran sejarah yang seperti itu, seseorang-baik sebagai individu maupun anggota masyarakat-pasti mengalami berbagai kondisi yang sesekali sangat berat dia hadapi, dan pada kali lain terasa mudah dan ringan. Sebagian orang dapat menghadapinya dengan baik, sehingga dapat hidup di dunia dengan damai dan sejahtera, dan sebagian yang lain gagal menghadapinya, sehingga harus mengalami berbagai penderitaan yang kadarnya kadang-kadang tak tertanggungkan.
Perkembangan yang dihadapi kaum muslim di berbagai negeri, khususnya Indonesia, tidak kalah sulitnya dibanding yang ada pada masa-masa sebelumnya. Di tengah krisis multi-dimensional yang terjadi sekarang ini, sebagian besar kaum muslim dihadapkan pada kesulitan-kesulitan ekonomi, korupsi, kejahatan yang semakin meningkat, pengangguran, kemiskinan, penyakit, bencana alam, dan lain sebagainya. Sementara, sebagian yang lainnya, yang mungkin menikmati kondisi yang lebih baik, tetap mengalami ujian dan cobaan yang tak kalah beratnya: sikap hidup materialistic-individual, budaya kosmo-politan, dekadensi moral, merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap berbagai lembaga sosial keagamaan, dan lain sebagainya. Dalam dua kondisi yang seperti itu, petunjuk-petunjuk Al-Quran mengenai kesabaran, keikhlasan, qana 'ah, asketisme, tawakal, tazkiyatun-nafs, akan sangat bermanfaat bagi semua umat manusia.
Bentuk implementasi akhlak al-karimah (mulia) kepada Allah, di antaranya:
Beriman kepada Allah Swt.
Tujuan diciptakannya mahkluk di muka bumi hanyalah beribadah dan menyembah kepada Sang Pencipta. Yakin bahwa Sang Pencipta itu ada dan hanya satu-satunya, mengimani yang benar akan membawa kebahagiaan dunia akhirat merupakan akhlak manusia kepada Sang Pencipta yang utama. (Nurhayati, 2014: 292)
Iman secara etimologi memiliki arti pembenaran hati atau mempercayai. Iman secara terminologi artinya membenarkan dengan batin, mengakui dengan ucapandan mengamalkan dengan anggota tubuh. Iman kepada Sang Pencipta berarti yakin akan wujud, keesaan, juga firman-Nya, serta mengimani malaikat-Nya, kitab-Nya, rasul-Nya, yaumul hisab, dan qadha qadhar-Nya. Seluruh struktur akhlak Islam bergantung pada iman. Jika iman sudah tertanam dalam jiwa seseorang, ia akan menyebar ke seluruh tubuh dan akan membentuk kepribadian yang mencerminkan akhlak islami, yaitu akhlak yang mulia. (Habibah, 2015: 78)
 Dari hasil kuesioner dapat disimpulkan bahwa mereka sebagai seorang mahasiswa sudah mengimplementasikan akhlak kepada Allah Swt. yang pertama, yaitu meyakini penuh bahwa Allah itu ada dan selalu memantau tingkah laku umat-Nya dimanapun dan kapanpun. Jadi, ketika kita ingin melakukan sesuatu harus waspada dan harus selalu ingat Allah karena Allah memantau tingkah laku umat-Nya dimanapun dan kapanpun.
Bertakwa kepada Allah Swt.
Secara umum, takwa memiliki arti penjagaan nafsi atas segala hal yang berbahaya atau membawa mudharat. Takwa kepada Allah artinya melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Ketika seorang hamba terus bertakwa kepada Sang Pencipta Allah, ia akan memiliki sikap furqan, yaitu kemampuan untuk membedakan apa yang batil dan haq, serta banyak keuntungan lainnya. Seperti mendapat limpahan berkah dan rezeki, menemukan pintu keluar dari permasalahan, dimudahkan urusannya, dihapuskan dosadosanya, dan mendapatkan pahala yang besar. (Abdurrahman, 2016: 72-75)
Sebagai seorang mahasiswa yang beriman kepada Sang Pencipta, aktivitas kedua yang bisa direalisasikan sebagai bentuk akhlak mulia kepada Sang Pencipta yaitu melaksanakan yang diperintahkan seperti salat 5 waktu, puasa, dan meninggalkan apa yang dilarang. Sebagai seseorang yang sudah dewasa, tentunya harus pandai membedakan yang batil dan haq.
Berdasarkan hasil kuesioner, sebagian besar dari mereka sudah melaksanakan perintah Allah salah satunya salat 5 waktu. Tetapi hanya sebagian dari mereka yang melaksanakan salat 5 waktu dengan tepat waktu. Ada banyak alasan yang membuat mereka menunda salat 5 waktu, diantaranya karena kesibukan, malas, tugas kuliah yang menumpuk, sedang di perjalanan, dan masih banyak lagi.
Ikhlas
Dalam KBBI dijelaskan, Ikhlas berarti hati yang jujur, tulus, dan rela. Pengertin lain, ikhlas berarti bersih atau suci. Tindakan yang difokuskan hanya kepada Sang Pencipta, disertai dengan kejujuran dalam keyakinan merupakan pengertian ikhlas secara istilah. (Shofaussamaati, 2013: 334)
Menurut Al-Marg, ikhlas merupakan amal hati yang posisinya paling tinggi. Dengan ikhlas, amal seorang hamba yang diterima oleh Sang Pencipta akan menjadi sempurna. Ikhlas berarti memasrahkan hati kepada Sang Pencipta, itu berarti seorang hamba tidak akan memanjatkan doa atau mengharap apapun kepada selain Sang Pencipta. (Qodariyah, 2017:152)
Keikhlasan seseorang bervariasi menurut seberapa dekat mereka dengan Sang Pencipta. Pertama, yaitu ikhlas yang dipunyai kelompok orang terpuji (al-Abrar). Mereka benar-benar terbebas dari sifat riya dalam tindakan mereka karena keikhlasannya. Namun, mereka tetap mengharapkan pamrih atas tindakannya, yaitu berharap diberikan pahala oleh Sang Pencipta dan terhindar dari siksa neraka. Ikhlas yang dimiliki kelompok orang terpuji adalah implementasi dari firman Allah yang artinya "Hanya kepada-Mu lah kami menyembah" (Q.S. Al-Fatihah: 5). Kedua, yaitu ikhlas paling murni yang dipunyai kelompok orang yang selalu berusaha dekat dengan Sang Pencipta (al- Muqarrabin). Ikhlas yang dimiliki oleh al-Muqarrabin jauh berbeda dengan al-Abrar. Al-Muqarrabin melakukan pekerjaan mereka tanpa mengharap imbalan, mereka melakukannya hanya untuk Allah, bukan untuk diri mereka sendiri. Di sini, ikhlas yang dimksud adalah ikhlas yang membuat al-Muqarrabin ada di jalan Allah, menurut al-Nafazi. Ini juga merupakan implementasi dari firman Allah "Dan hanya kepada-Mu lah kami memohon pertolongan". (Ismail, 1997: 1-2). Ikhlas biasanya dilakukan oleh seseorang yang memiliki iman akan Sang Pencipta dan percaya atas kebesaran-Nya. Dalam Al-Qur'an dijelaskan, seseorang yang ikhlas akan mendapat ganjaran dari Sang Pencipta atas tindakan mereka. (Hasbi, 2020: 26)
Orang mukmin senantiasa melakukan perintah Sang Pencipta dengan ikhlas, menjalani hidup dan beribadah dengan ikhlas. Mereka tidak melakukan ini karena takut akan api neraka atau mengharapkan surga Allah, tetapi karena ridanya kepada Allah. Semua perbuatan yang akan dilakukan didahului dengan niat ikhlas, tidak mengharapkan materi, tidak mengharapkan kedudukan, tidak mengharapkan pujian dari orang lain, dan tidak peduli omongan orang lain saat melakukan hal yang baik. (Abdurrahman, 2016: 76). Di kalangan mahasiswa, contoh penerapan akhlak kepada Allah dalam kehidupan sehari-hari adalah ikhlas dalam menuntut ilmu semata-mata hanya mengharap rida-Nya. Berdasarkan hasil kuesioner, semua mahasiswa sudah menerapkan perilaku ikhlas dalam melakukan sesuatu semata-mata hanya karena mengharapkan rida-Nya.
Bersyukur kepada Allah Swt.
Syukur adalah berterima kasih dan bersyukur kepada Sang Pencipta, merasa tenang, bahagia, dan mengakui nikmat yang diberikan oleh Sang Pencipta. Bentuk syukur dapat diwujudkan melalui lisan, hati maupun perbuatan. Syukur adalah memberikan pujian kepada yang memberi nikmat atas kebaikan-Nya. Bentuk Syukur seseorang terdiri dari tiga hal, dan jika ketiga hal tersebut tidak terpenuhi maka tidak disebut bersyukur. Tiga hal tersebut, di antaranya:
1) Membenarkan nikmat dengan hati
2) Mengucapkan dengan perkataan
3) Menjadikan syukur sebagai bentuk ketaatan kepada Sang Pencipta (Hasbi,2020:34)
Tiga bentuk syukur yang dijabarkan sebelumnya adalah hati, perkataan, dan perbuatan. Jika seseorang ingin menunjukkan rasa syukurnya kepada Sang Pencipta atas apa yang dia miliki, pertama yang mestinya dilakukan yaitu membenarkan atas segala yang dimiliki merupakan hasil karunia Sang Pencipta. Ikhtiar yang dilakukan hanya karena Sang Pencipta. Tanpa pertolongan Sang Pencipta, usaha yang dilakukan tidak mungkin mendapatkan hasil sesuai harapan. Oleh karena itu, bersyukurlah kepada-Nya. Setelah mengakui karunia Allah, yang selanjutnya dilakukan adalah mengucapkan lafadz seperti hamdallah sebagai bentuk pujian terhadap Sang Pencipta. Yang terakhir dilakukan adalah pembuktian dengan tindakan, seperti pemanfaatan harta benda yang sudah diberikan untuk hal-hal yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. (Hasbi, 2020: 35). Keuntungan yang didapat ketika seseorang bersyukur kepada Sang Pencipta, yaitu:
1) Akan mendapat banyak tambahan nikmat dari Allah Swt.
2) Diselamatkan dari pedihnya siksa neraka
3) Akan mendapat banyak pahala
Contoh penerapan perilaku bersyukur kepada Allah dikalangan mahasiswa, antara lain bersyukur dapat meneruskan studi ke perguruan tinggi, tidak iri dengan apa yang dimiliki rekan kuliah, bersyukur atas pencapaian saat ini, dan masih banyak lagi. Berdasarkan hasil kuesioner mayoritas dari mahasiswa sudah merealisasikan akhlak kepada Sang Pencipta yang keempat, yaitu bersyukur kepada Sang Pencipta atas pemberian-Nya.
Bertaubat kepada Allah Swt.
Secara etimologi, taubat memiliki arti kembali. Sedangkan secara terminologi, taubat berarti pulang atau kembali kepada Sang Pencipta yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Menyerahkan nafsi sepenuhnya kepada Sang Pencipta dengan sungguhsungguh dan rasa penyesalan yang dalam. (Rusidy, 2019: 89)
Memohon supaya taubat seorang hamba diterima oleh Sang Pencipta. Seluruh anggota tubuh menjadi taat pada hukum Sang Pencipta dan berkomitmen tidak akan melakukan apa-apa lagi setelah kita menyesal atas dosa yang sudah diperbuat. Itu yang disebut dengan taubat, tidak hanya melafadzkan istighfar di mulut, tetapi batin juga harus menyesali dan merasa berdosa. Tak mudah bagi Sang Pencipta untuk mengampuni hamba-Nya kecuali mereka melakukan persyaratan yang sudah ditentukan oleh Sang Pencipta. (Al-Ghazali, 1975: 851)
Karena lalai dan lupa adalah tabiat manusia, kita tidak akan pernah luput darinya. Maka sebab itu, ketika manusia ada dalam kelupaan dan melakukan suatu kebatilan, etika manusia kepada Sang Pencipta adalah segera bertaubat dan memohon ampun kepadaNya. (Maksum, 2012; 86)
Untuk orang awam yang ingin bertaubat, hendaknya melafadzkan istighfar sejumlah tujuh puluh kali setiap hari. Sebaliknya, bagi orang mukmin, taubat dilakukan dengan latihan dan perjuangan untuk membuka sekat yang menghalangi mereka dengan Sang Pencipta. (Hasbi, 2020: 41)
Melihat dari kuesioner, mayoritas dari mereka sudah menerapkan perilaku taubat kepada Allah ketika mereka melakukan suatu perbuatan dosa baik dosa kecil maupun besar. Tetapi ada juga yang menyatakan bahwa mereka jarang bertaubat kepada Allah. Alangkah baiknya jika kita menyegerakan bertaubat kepada Allah dan tidak menundanya. Dalam bertaubat kita harus mengakui kesalahan yang telah kita perbuat dan meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah akan memaafkan dosa hamba-Nya dan akan diterima taubat hamba-Nya.
Berdzikir kepada Allah Swt.
Dzikir berarti ingat, mengamati, mengenang, mengambil pembelajaran, dan mengenal. Menurut Ensiklopedia, dzikir berarti mengingat Sang Pencipta dengan menjiwai keberadaan, kesucian, keterujian, dan kebesaran-Nya. (Husin, 2019: 6)
Dzikir dalam islam dapat dilakukan dengan tiga cara, diantaranya:
Dzikir Zhahir (dzikir yang nampak), mencakup:
Memuji Allah dengan mengucapkan lafadz seperti tasbih (subhanallah), tauhid (laa ilaaha ilallah), takbir (Allahu akhbar)
Berdoa seperti mengucapkan "Ya Allah yang Maha Hidup lagi Maha Menjaga, hanya dengan rahmad-Mu lah hamba mohon pertolongan-Mu."
Ar-Ri'ayah (penjagaan terhadap sesuatu) contohnya dengan mengucap "Sang Pencipta pasti bersama hamba-Nya."
 Dziktr Khofi, dzikir yang tersembunyi atau tidak terlihat, yaitu dzikir dalam hati.
Dzikir Haqiqi, yaitu dzikir yang dilakukan oleh seorang hamba untuk mengingat Allah Swt. dengan segenap jiwa raga yang dilakukan dimanapun dan kapanpun. (Thohuri, 1986: 20)
Perintah untuk berdzikir diberikan kepada setiap muslim dengan beberapa tujuan, diantanya:
Taat kepada-Nya, dapat diartikan bahwa dzikir merupakan sarana untuk menunjukkan ketaatan seorang hamba kepada Sang Pencipta.
 Dzikir menjadi sarana terkabulkannya doa.
Selalu mengingat atau memikirkan Allah pada saat menyendiri dan berharap Allah akan menurunkan pertolongan-Nya.
Selalu mengingat bahwa kehidupan di dunia bersifat sementara dan kehidupan di akhirat kekal selamanya.
Selalu mengingat Allah di dunia, maka Allah juga mengingatnya di akhirat.
Menyembah Allah dengan ikhlas hanya mengharap rida-Nya, maka Allah akan meninggikan derajatnya.
Rajin dalam menjalankan ibadah atau perintah Allah sehingga Allah memberi perhatian yang istimewa.
Memanfaatkan karunia Allah dijalan yang benar, maka Allah akan menurunkan pertolongan-Nya saat kita sedang dihadapkan dengan musibah.
Berjihad (berjuang) dijalan-Nya, maka petunjuk Allah akan selalu menyertai dalam setiap hembusan nafas. (Shaleh, 2008: 462)
Dzikir merupakan sarana utama dan yang paling mudah untuk berkomunikasi dengan Allah Swt., dzikir harus direalisasikan dalam keseharian sehingga kita dapat merasakan spiritualitas yang segar dalam sebagian besar waktu yang kita miliki. Dalam bukunya Majmulatul Rasail, Hasan Imam Albana menyebutkan beberapa adab dzikir, yaitu:
Khusyuk (mengerahkan pikiran dan hati hanya kepada Allah)
Merendahkan suara, berdzikir dengan suara yang pelan
Seirama dengan jamaah (baik nada maupun volume)
Bersih pakaian dan tempat dari najis
Menjauhi kesalahan dan bersungguh-sungguh atau tidak main-main (Husin,2019:8)
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dzikir sebagai sarana utama untuk bisa berkomunikasi dengan Allah. Dzikir dapat dilakukan dimanapun (kecuali di tempat yang najis) dan kapanpun, utamanya setelah salat lima waktu. Berdasarkan hasil kuesioner, sebagian besar dari mereka sudah merealisasikan akhlak kepada Allah yang keenam, yaitu berdzikir.
Berdoa kepada Allah Swt.
Menurut Ibn Katsir, "Beribadah kepada Sang Pencipta" artinya memanjatkan doa kepada Sang Pencipta dan yakin Sang Pencipta itu Esa. Namun, Sang Pencipta memberi ancaman kepada siapa saja yang sombong setelah berdoa kepada Sang Pencipta. Bagi mereka yang membaca Al-Qur'an berulang kali dan memahami maknanya, mereka akan merasa rendah diri, patuh dan mencurahkan segala yang dibutuhkan kepada Sang Pencipta. Dapat disimpulkan bahwa berdoa merupakan suatu perbuatan yang agung. Karena dengan berdoa, berarti seorang hamba benar-benar lemah dan membutuhkan Allah. Dan Ia bersimpuh di hadapan Allah. (Bin Ahmad Hammam, 2010: 75-76)
Secara umum, doa adalah memohon dan meminta kepada Sang Pencipta dengan mengucapkan lafadz yang diinginkan dan dengan menjalankan persyaratan yang telah ditentukan, memohon sesuai dengan yang diinginkan, dan meminta agar dilindungi oleh Sang Pencipta. Di sini, maksud dari doa adalah sebuah tindakan spiritual yang berisi permohonan kepada Sang Pencipta. (Adz-Dzakiey, 2004: 450-451)
Seorang hamba harus selalu meminta atau berdoa kepada Allah dan tidak boleh putus asa apabila doa yang dipanjatkan belum terkabulkan, kemurahan Allah sangatlah luas, pemberian Allah tidak terhingga, dan karunia Allah sangatlah agung. Tiap-tiap manusia wajib tunduk dan patuh kepada Sang Pencipta caranya dengan meneladani rasulullah dan melaksanakan hukum-Nya. Melaksanakan kewajiban itu harus dengan perbuatan, iman yang kuat, dan disertai ucapan doa. Agama adalah penggabungan dari ketiganya, yaitu perbuatan, iman, dan ucapan. Seseorang yang tunduk dan patuh kepada Sang Pencipta artinya orang tersebut mendapatkan isyarat tentang kebenaran juga diberikan waktu untuk berubah dan memperbaiki diri. (Al-Qarni, 2007: 143)
Sebagai seorang mahasiswa, kita berkewajiban untuk berdoa atau meminta kepada Allah mengenai apa yang sedang kita butuhkan ataupun inginkan karena Allah-lah pemilik alam semesta beserta isinya. Dan dalam berdoa seseorang wajib meyakini doa yang dipanjatkan akan makbul baik cepat maupun lambat. Berdasarkan hasil kuesioner, sebagian besar dari mereka sudah menerapkan perilaku akhlak kepada Allah yang ketujuh yaitu berdoa. Tetapi, ada sebagian kecil dari mereka yang menyatakan bahwa mereka jarang berdoa kepada Allah.
Bertawakkal kepada Allah Swt.
Tawakkal memiliki arti bergantung dan bersandar. Tawakkal kepada Sang Pencipta berarti berharap dan berserah diri kepada Sang Pencipta dalam hal apapun juga merasa puas dengan apa yang sudah dicukupkan oleh Sang Pencipta kepada hamba-Nya. Tawakkal adalah bagian dari iman yang sempurna. (Bin Shalih al-Utsaimin,2005: 83-84) Yang dimaksud dengan tawakkal tidak hanya diam saja tanpa adanya suatu perbuatan, tidak boleh pasrah terhadap keadaan, nasib, dan menanti apa yang akan tiba. Maksud tawakkal sebenarnya yang ada di dalam Al-Qur'an adalah perjuangan menggapai tujuan yang diinginkan. Setelah itu pasrah kepada Sang Pencipta agar hajat yang diinginkan dapat tergapai lewat berkat dan rahmat-Nya. (Ilyas, 2014: 45)
Ada dua jenis tawakkal, menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, yaitu:
Bertawakkal kepada Sang Pencipta untuk mendapatkan keperluan hidup di dunia dan menyangkal hal-hal berbahaya.
Bertawakkal agar memperoleh apa yang disenangi Sang Pencipta, mencari rida-Nya melalui iman dan keyakinan yang dimiliki seorang hamba. (Al-Jauziyah, 2003: 91-92)
   Dalam Madarij as-Salikin-nya, Ibn Qayyim al-Jauziyah mengatakan bahwa tawakkal adalah suatu amal perbuatan dengan cara bersandar kepada Sang Pencipta, dengan penuh keyakinan kepada Sang Pencipta, memohon perlindungan kepada Sang Pencipta, serta rida atas segala hal yang menimpanya, yakin bahwa Sang Pencipta akan mencukupi kebutuhannya, dengan senantiasa berusaha dan berjuang untuk mendapatkannya. Agama terdiri dari tawakkal (permohonan) dan inabah (ibadah). (Al-Jauziyah, 2003: 95)
Sebagai seorang mahasiswa, setelah kita berdoa kepada Allah yang wajib dilakukan adalah berusaha untuk mewujudkan doa tersebut dan memasrahkan segala sesuatunya kepada Allah. Sebagai contoh, ketika akan melaksanakan ujian dalam perkuliahan hendaknya berdoa kepada Allah agar diberikan hasil yang maksimal dan disertai dengan usaha yaitu mempelajari materi-materi yang akan keluar dalam soal ujian. Setelah itu kita pasrahkan kepada Allah mengenai hasil dari ujian yang akan kita kerjakan nantinya. Berdasarkan hasil kuesioner, semua mahasiswa sudah mengimplementasikan akhlak kepada Allah yang kedelapan yaitu tawakkal dalam keseharian mahasiswa.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas, disimpulkan bahwa akhlak manusia terhadap dirinya sendiri ialah berupa upaya menyeimbangkan jasmani dan rohani diri, tanpa pemaksaan salah satu dari keduanya, dan memelihara diri dengan sifat terpuji seperti bersyukur, ikhlas, sabar, pemaaf, taat, dan amanah. Selanjutnya, akhlak manusia terhadap allah swt. Sebagai sang pencipta ialah taat beribadah dan memelihara kelangsungan kehidupan sebagai khalifatullah fill ardh. Adapun akhlak manusia terhadap Rasulullah saw. Yaitu meneladani kehidupan beliau dan melaksanakan ajaran islam sesuai dengan perkataan, perbuatan, dan penetapan yang dicontohkan oleh baginda Rasulullah saw. Adapun akhlakul karimah atau akhlak yang mulia terhadap allah swt. Yaitu , beriman, bertakwa, ikhas, bersyukur, bertaubat, berdzikir, berdo'a, dan bertawakal. Pemisahan aspek spiritualitas dan akhlak dari islam, dalam pemisahan aspek tersebut sebagai seorang  muslim adalah dengan memilki akidah yang  kuat, ibadah yang tekun, dan akhlak yang terpuji, dengan hal itu pasti semuanya bergerak secara seimbang dan berjalan berdampingan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. (2016). Akhlak: Menjadi Seorang Muslim Berakhlak Mulia. Jakarta:
Rajawali Pers.
Ahnyar. (2020). PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK DALAM MENGEMBANGKAN
KECERDASAN SPIRITUAL. Akses 16 April 2024, dari
Arifin, M. 2016. Akhlak Berinteraksi Sosial dalam al-Qur'an Surat Luqman Ayat 18-19:
Perspektif Pendidikan Islam. Disertasi, IAIN Purwokerto.
http://repository.iainpurwokerto.ac.id/id/eprint/890.
As'ad, Luthfi, Sari. (2023). IMPLEMENTASI AKHLAK KEPADA ALLAH DALAM
KEHIDUPAN SEHARI-HARI BAGI MAHASISWA. Akses 16 April 2024, dari
https://jurnal.amalinsani.org/index.php/penais/article/download/253/210
Hasnawati. Pengaruh Kecerdasan Spiritual Terhadap Hasil Belajar Siswa di madrasah Aliyah
Al-Mawaddah Jakarta Selatan, Skiripsi. Jakarta: jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2014.
https://repositori.uin-alauddin.ac.id/17227/1/Mustafa%20Enal%20Ahyar.pdf
Maqosid . Akhlak dan spiritual di era modern. Akses 16 April 2024, dari
https://www.academia.edu/4824708/AKHLAK_DAN_SPIRITUAL_DI_ERA_MOD
ERN_BAB_I_PENDAHULUAN_1
Qoumas. (2022). Spiritual dan akhlak. Akses 16 April 2024, dari
https://pustakalajnah.kemenag.go.id/uploads/Spiritual_dan_Akhlak.pdf
Suryadarma, Y., & Haq, A.H. 2015. Pendidikan Akhlak Menurut Imam Al-Ghazali. At-Tadib,
10(2). http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/tadib/article/view/460.
Zainul, Z. 1997. Sistem Etika Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Zulaikhah, S. 2013. Urgensi Pembinaan Akhlak bagi Anak-anak Usia Prasekolah. Edukasia:
Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, 8(2).
http://journal.iainkudus.ac.id/index.php/Edukasia/article/view/758.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI