Mohon tunggu...
Fathiyyah Aulia
Fathiyyah Aulia Mohon Tunggu... Freelancer - Salmaagista

gista

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Diplomasi Koersif bagi China: Solusi atau Bumerang?

29 November 2021   17:52 Diperbarui: 29 November 2021   19:18 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awal mula permasalahan jepang dengan China adalah ketika China merasa bahwa Jepang bersikap terlalu ikut campur dalam masalah Taiwan. Hal tersebut ditandai dengan klaim Jepang yang mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir China telah meningkatkan tekanannya kepada Taiwan dalam sektor militer, ekonomi, dan diplomatik. Menurut jepang perilaku China terhadap Taiwan dapat mengancam stabilitas Kawasan. (Sicca, 2021) 

Jepang menyatakan bahwa negaranya akan menjamin kesejahteraan serta kedaulatan Taiwan. Jepang menyatakan akan tetap mempertahankan Taiwan sebagai sekutunya dengan Amerika Serikat. Melalui pernyataan pernyataan tersebutlah China mulai marah dan mulai melakukan diplomasi koersifnya dengan ancaman militer. 

China mengancam Jepang bahwa ia akan menjatuhkan bom nuklir hingga Jepang menyerah tanpa syarat.(Pangestu, 2021) Ancaman Bom nuklir tersebut nyatanya tetap tidak membuat Jepang melunak. 

Jepang tetap mempertahankan Taiwan serta terus berupaya melakukan pertahanan militer didalam negaranya. Jepang menambahkan anggaran militernya, serta mendesak percepatan pelaksanaan proyek yang sedang Jepang kerjakan. (Berlianto, 2021) Jepang juga meninjau pedoman pertahanan nasional, yang memiliki pembahasan  mengenai target pembangunan pertahanan, program pertahanan jangka menengah, yang merinci rencana pembangunan hingga 5 tahun kedepan. 

Jepang juga dikabarkan melakukan Kerjasama bersifat militer dengan Taiwan dan Amerika Serikat dalam melawan aktivitas militer China.

6. Malaysia

Pada Agustus 2018 Perdana Mentri Malaysia berniat untuk menunda atau memberhentikan proyek OBOR yang sudah diteken oleh pemerintah sebelumnya. Mahthir Mohammad berifikir bahwa proyek yang dijalin bersama China itu tidak menguntungkan Malaysia, dan membuat utang Malaysia melonjak, sehingga ia ingin memberhentikan proyek yang telah dijalin bersama tersebut demi menekan hutang negara. Mahthir meminta pemangkasan biaya dikarenakan proyek tersebut bernilai US$22. (Margrit, 2018) 

Pembatalan ini juga dilakukan Mathir agar nantinya tidak ada praktik "utang budi" Malaysia kepada China. Ia melihat contoh melalui Sri Lanka yang sudah kehilangan banyak sumber daya alam akibat tidak dapat membayar hutang. 

Mahthir tidak ingin hal yang sama terjadi pada Malaysia. (Syafina, 2018) Namun pada April 2019 tampaknya China berhasil dengan diplomasi koersif yang ia gunakan sebagai upaya untuk menundukan Malaysia. 

Bagaimana tidak, China mengancam Malaysia denda 71 Triliun jika tetap membatalkan proyek tersebut. Maka dari itu kebijakan tersebut dikaji ulang oleh kedua belah pihak dan pada akhirnya Malaysia tetap melanjutkan proyek kerjasamanya dengan China. (CNN Indonesia, 2019)

Penutup

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun