Nasionalisme merupakan suatu paham mengenai kebangsaan. Dimana secara etimologi, kata nasionalisme berasal dari bahasa Inggris yaitu nasionalism dan nation yang berarti bangsa. Dalam studi semantik kata nation sendiri berasal dari bahasa latin, yaitu natio yang berakar dari kata nascor memiliki makna 'saya terlahir' dan kata natus sum yang berarti 'saya dilahirkan'.Â
Dalam perkembangannya, kata nation lebih merujuk pada pemaknaan dalam bahasa Inggris yang berarti bangsa atau sekelompok manusia yang menjadi penduduk resmi suatu negara. Sementara secara terminologi, Hans Kohn mengartikan nasionalisme sebagai paham yang memandang bahwa kesetiaan tertinggi individu diserahkan kepada negara kebangsaan (Utama Andri, 2019).
Berdasarkan sejarahnya, menurut Benedict Anderson nasionalisme lahir dari kapitalisme yang ditandai dengan hadirnya komunikasi massa dan imigrasi masal (Syahputra & Mahdiana, 2019). Komunikasi massa terjadi akibat pengembangan media cetak sebagai komoditas untuk menghasilkan ide-ide yang menstimulasi terbentuknya imagined community (komunitas terbayang).Â
Makna terpenting dari pandangan Anderson mengenai ini adalah bahwa imagined community merupakan sejarah panjang bagaimana negara-bangsa membangun identitas nasional melalui unifikasi bahasa dan kapitalisme cetak yang memberikan bayangan tentang kesamaan dan kebersamaan sebuah komunitas (Afrianto, 2013). Hal ini disebut Anderson sebagai nasionalisme modern.
Pada konteks tersebut menandakan bahwa perkembangan teknologi informasi dan komunikasi cetak pada masa itu memiliki pengaruh sebagai penghubung antar setiap individu atau kelompok, sehingga dapat mendorong dan menanamkan kesadaran akan identitas kebangsaan. Namun seiring berjalannya waktu, inovasi teknologi informasi dan komunikasi berkembang pesat.Â
Memasuki era globalisasi pergeseran budaya komunikasi terjadi, yakni dengan terciptanya digitalisasi media yang menjadikan dunia seakan-akan tanpa batas. Masyarakat dari berbagai negara dapat saling terhubung satu sama lain dan kita dapat mengetahui sebuah peristiwa yang terjadi di berbagai belahan bumi secara cepat akibat sistem jaringan internet yang digunakan untuk mendistribusikan informasi.
Akan tetapi, globalisasi dan perkembangan media digital pada saat ini memberikan paradigma baru dari nasionalisme. Dimana, nasionalisme berkembang menjadi transnasionalisme yang merupakan hubungan berkelanjutan, pola pertukaran, afiliasi dan formasi sosial yang melintasi batas-batas negara.Â
Transnasionalisme melahirkan teori kosmopolitan yang diekspresikan dengan tumbuhnya minat atas ide-ide keadilan global atau etika dunia. Dengan asumsi bahwa dunia sedang membentuk komunitas moral tunggal yang mengartikan bahwa semua orang memiliki kewajiban atas orang lain di dunia terlepas dari kebangsaannya (Heywood, 2004).
Secara etimologi, kosmopolitan berasal dari kata kosmos yang berarti jagat raya, sedangkan kosmopolitan itu sendiri merupakan penduduk dari berbagai penjuru yang memiliki wawasan atau pengetahuan yang luas.Â
Gagasan kosmopolitanisme modern menurut Immanuel Kant merupakan sebuah paham yang memandang bagaimana manusia mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari warga dunia yang memiliki tanggung jawab atas individu lain dengan perbedaan identitas dan budaya (Lingga, 2022).
Gagasan kosmopolitan menjadi tantangan bagi nasionalisme dimana konsep kebangsaan yang selama ini diperjuangkan untuk mempertahankan kedaulatan suatu negara terbawa arus globalisasi. Sehingga, memungkinkan bagi warga negara untuk bertautan dengan identitas-identitas lain di luar negara bangsanya.Â