Mohon tunggu...
Farijal
Farijal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Bukan siapa-siapa.

Kadang nulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kopi dan Sosok Seorang Ayah

15 Juni 2021   15:11 Diperbarui: 11 Juli 2022   11:47 1612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Entah, apa yang membuat malam itu ingin sekali menikmati kopi. 

Seperti biasa, saya beserta kawan-kawan yang lain, berkumpul di sebuah warung yang tak jauh dari rumah saya. Jam 20.00 kami biasa berkumpul. Cukuplah jalan kaki, tidak sampai tiga menit. Atau terkadang menggunakan kendaraan roda dua.

Tapi, sudah dua hari lalu, saya dirumah. Kawan saya, sebut saja, Syahrul. Beberapa hari lalu mengirimkan pesan singkat pada saya, ajakan untuk ngopi. 

Malam itu, tepat pada hari Sabtu, bersama kawan-kawan, kami berkumpul di warung kopi dekat rumah. Ya, warung kopi selain tempatnya sederhana, bagi kami menyajikan sajian kopi yang nikmat. 

Anehnya, kawan-kawan saya menyukai kopi pahit tanpa gula, kecuali saya, yang minta dikasih gula sedikit. Betul memang, kopi pahit bisa menahan kantuk. Sehingga satu cangkir kopi pahit, bisa dibuat modal begadang semalaman. 

Kebiasaan saya, selain memesan kopi, saya biasanya memesan satu botol teh yang terkenal di televisi, sebut saja teh ulet. Biar imbang antara kopi dan teh. Hehehe. 

Saat kami saling berbincang, tiba-tiba datang kawan kami dari luar. Kawan kami ini datang dengan gelisah. Dia mengabarkan, Wawan, kakak kelas saya sewaktu masih duduk di bangku Madrasah Ibtidaiyah. Baru saja mengalami kecelakaan berat.

Semua yang ada di warung terkejut, lantaran siang tadi, Wawan masih bersenda gurau bersama. Kami semua yang ada di warung, tidak lantas percaya begitu saja. 

Kabar ini semakin berhembus, setelah semua datang berbondong ke rumah Wawan yang jaraknya terpisahkan hanya satu rumah dari warung, tempat kami ngopi.

Setelah saya melihat postingan di Facebook, betul dalam foto tersebut tampak Wawan. Tapi, semua berusaha tenang, agar tidak menimbulkan kepanikan. Begitu pula, kawan-kawan kami semakin ramai mendatangi rumah Wawan.

Tak lama berselang, datang ayah Wawan, yang tidak kalah paniknya. Dengan wajah pucat, beberapa kali memandangi layar smartphone miliknya, seolah tak percaya putra sulungnya ada dalam foto tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun