Medan -- Tim kuasa hukum Rahmadi, tersangka kasus narkotika asal Tanjungbalai, menyerahkan sejumlah bukti yang dinilai janggal kepada Inspektorat Pengawasan Daerah (Itwasda) Polda Sumatera Utara dan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum). Bukti-bukti tersebut termasuk rekaman video yang menunjukkan dugaan kekerasan saat penangkapan. Langkah ini ditempuh sebagai bentuk pembelaan atas kasus yang diduga sarat rekayasa dan kriminalisasi terhadap klien mereka.
"Iya, hari ini kami menghadiri undangan klarifikasi atas laporan penganiayaan terhadap klien kami oleh Kompol DK (Dedi Kurniawan)," kata Suhandri Umar Tarigan, kuasa hukum Rahmadi, usai menghadiri klarifikasi di Mapolda Sumut, Kamis (31/7/2025).
Dalam pertemuan itu, tim kuasa hukum yang juga didampingi Thomas Tarigan dan abang kandung Rahmadi, Zainul memaparkan sejumlah bukti yang memperkuat dugaan penyiksaan dan manipulasi. Bukti tersebut antara lain rekaman video penangkapan dan salinan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dinilai tidak sesuai fakta.
"Bukti-bukti ini sudah kami serahkan ke penyidik. Bahkan tim Itwasda turut hadir dan meminta penjelasan langsung terkait kejanggalan-kejanggalan yang kami laporkan," kata Suhandri.
Ia berharap Polda Sumut membuka mata atas dugaan pelanggaran serius ini. Jika tidak ada kejelasan hukum, mereka mengancam akan menggelar aksi nasional.
"Bila tidak ada tindak lanjut yang adil, kami akan bergerak. Kami akan menggelar aksi di depan Istana Negara, Mabes Polri, dan Gedung DPR RI. Aksi ini kami tujukan kepada Presiden Prabowo, Kapolri, dan Komisi III DPR agar mengetahui adanya proses hukum yang diduga dipermainkan," tegasnya.
Suhandri menekankan bahwa desakan tersebut bukan bentuk kebencian terhadap institusi Polri.
"Justru karena kami cinta pada Polri, kami ingin institusi ini bersih dari oknum seperti Kompol DK. Jangan sampai gara-gara nila setitik, rusak susu sebelanga," ujarnya.
Sementara itu, Zainul---abang kandung Rahmadi---mengungkapkan adanya indikasi kuat kriminalisasi terhadap adiknya. Ia merujuk pada fakta yang terungkap dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungbalai, Selasa (29/7/2025).
Dalam sidang tersebut, dua terdakwa lain, Andre Yusnijar dan Ardiansyah Saragih alias Lombek, menyebut bahwa barang bukti sabu yang disita dari mereka semula seberat 70 gram, namun dalam dakwaan hanya tertulis 60 gram.
"Menurut kesaksian mereka, sepuluh gram sisanya digunakan untuk menjerat adik saya, Rahmadi," ucap Zainul.
Andre sendiri membenarkan hal tersebut di ruang sidang.
"Barang bukti kami itu ada tujuh bungkus, bukan enam. Berat totalnya 70 gram," ujarnya di hadapan majelis hakim yang dipimpin Erita Harefa.
Dugaan manipulasi barang bukti ini menjadi bola panas yang kini mengarah ke internal Ditresnarkoba Polda Sumut. Jika terbukti, maka hal ini akan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum.
"Manipulasi barang bukti tanpa dasar hukum yang sah adalah pelanggaran serius dan mencederai keadilan," ujar Suhandri.
Menanggapi tudingan tersebut, Kompol Dedi Kurniawan membantah keras. Dalam pernyataan resminya, ia menyatakan seluruh proses penangkapan dan penyidikan terhadap Rahmadi telah sesuai prosedur dan barang bukti yang diserahkan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Namun demikian, persoalan kini tak lagi semata soal prosedur, melainkan menyangkut integritas.
Jika benar terdapat rekayasa, maka ini bukan sekadar menyangkut nasib seorang tersangka, melainkan menyentuh jantung kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.
Kasus Rahmadi masih terus bergulir, namun satu hal pasti: perhatian publik kini tak hanya tertuju ke ruang sidang, tetapi juga ke ruang-ruang gelap yang menyimpan potensi penyalahgunaan wewenang di tubuh kepolisian.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI