"Menurut kesaksian mereka, sepuluh gram sisanya digunakan untuk menjerat adik saya, Rahmadi," ucap Zainul.
Andre sendiri membenarkan hal tersebut di ruang sidang.
"Barang bukti kami itu ada tujuh bungkus, bukan enam. Berat totalnya 70 gram," ujarnya di hadapan majelis hakim yang dipimpin Erita Harefa.
Dugaan manipulasi barang bukti ini menjadi bola panas yang kini mengarah ke internal Ditresnarkoba Polda Sumut. Jika terbukti, maka hal ini akan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum.
"Manipulasi barang bukti tanpa dasar hukum yang sah adalah pelanggaran serius dan mencederai keadilan," ujar Suhandri.
Menanggapi tudingan tersebut, Kompol Dedi Kurniawan membantah keras. Dalam pernyataan resminya, ia menyatakan seluruh proses penangkapan dan penyidikan terhadap Rahmadi telah sesuai prosedur dan barang bukti yang diserahkan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Namun demikian, persoalan kini tak lagi semata soal prosedur, melainkan menyangkut integritas.
Jika benar terdapat rekayasa, maka ini bukan sekadar menyangkut nasib seorang tersangka, melainkan menyentuh jantung kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.
Kasus Rahmadi masih terus bergulir, namun satu hal pasti: perhatian publik kini tak hanya tertuju ke ruang sidang, tetapi juga ke ruang-ruang gelap yang menyimpan potensi penyalahgunaan wewenang di tubuh kepolisian.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI