Mohon tunggu...
Farida Fitrani
Farida Fitrani Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

"My Name is Zahra"

21 Maret 2018   17:45 Diperbarui: 21 Maret 2018   18:04 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Secarik kertas yang membuat ku untuk pergi dan beranjak untuk tinggal sementara waktu selama 3 bulan. Awal cerita aku dan ibu sedang bersantai-santai menikmati suasana sore hari di desa yang masih damai dari polusi udara sambil di temani dua cangkir kopi dan teh. Panggil saja aku Zahra dan ibuku Rini, biasanya penduduk desa memanggil dengan sebutan bunda Rini kepada ibuku.

Ketika kami sedang asyik bercanda dengan topik Pak Somat yang biasanya berjualan sayuran di gang desa kami. Lima menit kemudian ada tukang Pos datang ke rumah untuk memberikan amplop coklat yang berisi selembar kertas putih dan isinya adalah surat utusan dari kantor Kabupaten yang mengutus saudari Fatimah Azahra untuk mengajar di SD yang berada di Papua. Yah, Fatimah Azahra adalah nama kepanjanganku itu berarti aku sendiri yang diutus oleh kantor kabupaten untuk mengajar SD di Papua. Bukan hanya aku dan ibu yang terkejut bahkan tetangga sebelah Pak Joko dan Bu Joko ikut terkejut karena tidak sengaja mendengar pembicaraan kami.

Rabu jam 10 pagi aku harus sudah sampai di bandara, disana aku sudah disiapkan semua kendaraan pergi sampai di tempat dan pulang ke rumah, tempat tinggal di Papua, dan biaya kehidupan disana. Setelahku pertimbangkan dengan ibu setuju atau tidaknya keputusan itu. Ibu berfikir untuk menyetujui hal itu karena mengingat perkataan Ayah semasa masih hidup "tututlah ilmu walau sampai dinegri china, dan carilah sebanyak-banyak nya pengalaman yang berharga sebelum kewajiban mu telah menghampiri, dan satu lagi kesempatan tidak datang dua kali" ibu selalu memberikan kebebasan kepada anak-anaknya dalam masalah menuntut ilmu dan mengamalkan ilmu, selama itu baik. 

Akan tetapi aku selalu terfikir oleh ibu yang tinggal sendiri karena kakak ku memang sudah mempunyai keluarganya masing-masing dan Ayah sudah meninggalkan keluarga kami 5 tahun yang lalu karena terjadi sakit yang menyerang beliau. Bu Joko yang sedari pagi berada di rumah untuk menemani ku dan ibu untuk beres-beres, ketika melihat ku bersedih karena akan berpisah sementara selama tiga bulan dengan ibu. Bu joko langsung ikut berbicara kepada kita, zahra kamu jangan khawatir Bunda tidak akan merasa kesepian karena saya akan menemani Bunda selama kamu disana dan kakak-kakak mu pasti juga ikut menemani Bunda.

Aku semakin yakin untuk pergi ke Papua, karena dari semua keluarga besarkau mendukungku dan tidak lupa juga Pak joko beserta Bu Joko yang selalu bersikap baik. Oh ya, hampir lupa kalian semua belum tau bagaimana bisa aku Fatimah Azahra bisa di panggil untuk mengajar di Papua, karena sewaktu selesai kuliah S1 dari pihak kantor kabupaten meminta ijazah dan sertifikat yang aku punya untuk mengajukan mengajar di luar Jawa.

Pukul 12 aku sudah berada di dalam pesawat duduk sendiri, setengah jam kemudian aku sudah sampai di Papua bertepat di jalan Wahno, aku menunggu pemanduku sebut saja dia Pace. Selama di sini aku di temani oleh dia untuk menunjukkan dimana saja tempat tinggalku sementara, sekolah, dan tempat yang lainnya. Datanglah Pace menghampiriku lalu kami berdua naik ke mobil yang di bawa olehnya. Di sepanjang perjalanan kami berbincang tentang keluarga masing-masing, di sela itu aku melihat-lihat kanan kiri yang pemandangannya hanya pasir yang belum rata dan pohon-pohon kering.

Sampailah aku di desa Asano, di situlah tempat tinggalku sementara. Ketika ku keluar dari mobil langsung di sambut oleh penduduk dan ketua desa Asano, semacam upacara penyambutan tamu sekaligus ada penyambutan kreasi dari anak-anak, ya mungkin anak-anak itu yang akan ku ajar di SD nanti. Sangat kagum sekali aku melihatnya, merasa di hormati karena penduduknya yang ramah dan baik meskipun kita berbeda agama. Mereka semua beragama kristen sedangkan aku sendiri yang memakai hijab. Entah tak tau mengapa tiba-tiba setelah upacara penyambutan itu kepalaku merasa pusing dan badanku lemas, pingsanlah aku di depan mereka. Mereka semua beranjak untuk menolongku dan aku di bawa ke dalam rumah keluarga Ketua Desa Asemo.

Cerita ini akan berlanjut, comeing soon            

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun