Mohon tunggu...
Farhan S. Afifi
Farhan S. Afifi Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa

Jadilah seseorang yang berbeda, karena yang berbeda itu istimewa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Turki Utsmani dan Runtuhnya Imperium Mamluk di Timur Tengah

24 Juli 2020   07:34 Diperbarui: 24 Juli 2020   20:49 5896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tepatnya pada 1453, setelah 54 hari melakukan pengepungan, Sultan Muhammmad II (Al-Fatih) berhasil mewujudkan sesuatu yang gagal dilakukan oleh sultan muslim sebelumnya dengan menaklukkan Kota Konstantinopel dan menyudahi konflik yang telah terjadi selama berabad-abad.

Secara historis, Mamluk memiliki militer yang cukup ditakuti. Pasukan Mamluk dilatih hingga mencapai standar tertinggi dalam peperangan dan diindoktrinasi untuk memiliki loyalitas yang tinggi terhadap Agama dan Negara. 

Mereka adalah pasukan paling tangguh dalam peperangan jarak dekat dan terbukti telah berhasil mengalahkan pasukan terhebat abad pertengahan. Seperti mengalahkan Pasukan Salib dari Perancis dibawah pimpinan Louis IX, lalu menghentikan laju invasi Kekaisaran Mongol di Pertempuran Ain Jalut. 

Rivalitas antara keduanya memang sudah berlangsung sejak lama. Terutama persaingan dalam menguasai jalur perdagangan rempah-rempah. Untuk merealisasikannya Utsmani harus berhadapan langsung dengan kekuatan Syafawiyah dalam memperebutkan wilayah Anatolia Timur. 

Dengan kemenangan Utsmani di Pertempuran Chaldiran, wilayah Anatolia Timur hingga Irak Utara jatuh ke tangan Ustmani. Dan dengan kemenangan ini tentunya memberikan ancaman bagi otoritas Mamluk di Suriah. 

Sultan Salim I merupakan cucu dari Al-Fatih dan memiliki ambisi yang sama besarnya dengan para pendahulunya dalam memperluas wilayah kekuasaan Utsmani. Oleh karenanya Safawiyah berusaha keras untuk bersekutu dengan Mamluk dalam membendung ancaman ekspansi Utsmani. 

Di lain sisi, Sultan Qansuh Al-Ghawri sebagai penguasa Mamluk mengungkapkan bahwa ia hanya ingin menjaga keseimbangan kawasan (Timur Tengah), dan berharap dengan kehadiran Pasukan Mamluk yang kuat di Suriah Utara akan membendung ambisi Utsmani dalam memperluas wilayah.

Anatolia menjadi batas wilayah Utsmani, sehingga Persia tetap dibawah Syafawi dan Dunia Arab dibawah kekuasaan Mamluk.

Marj Dabiq dan Jatuhnya Suriah

Dengan dikirimnya pasukan Mamluk ke Suriah Utara, membuat posisi Utsmani yang sedang terlibat konfrontasi militer dengan Syafawi menjadi terancam. Alih-alih menghadapi dua front berbeda, Utsmani justru memfokuskan pasukannya guna meredam ancaman Mamluk. 

Sejarawan kontemporen memperkirakan pasukan Salim I mencapai 60.000 orang, dengan jajaran kavaleri dan infanterinya yang disiplin serta dilengkapi dengan pasukan artileri yang dipersenjatai dengan senapan. Di samping itu, Sultan Qansuh dengan 20.000 pasukannya yang hanya dibekali dengan keahlian bertarung perorangan dan nilai-nilai milter abad pertengahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun