Mohon tunggu...
Farhan Fakhriza Tsani
Farhan Fakhriza Tsani Mohon Tunggu... Akuntan - Seorang Pelajar

Tertarik pada sastra, isu sosial, politik, dan ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Depresi, Wabah di Milenium Baru

24 Agustus 2019   09:00 Diperbarui: 24 Agustus 2019   11:13 640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya hidup zaman modern yang cenderung terisolasi secara sosial menjadi salah satu pemicu depresi. Sumber gambar: pixabay.com/skitterphoto

Zaman dahulu, kehidupan manusia begitu sederhana dengan bertani, berternak, dan berdagang. Dan lingkungan zaman itu tidak terlalu banyak menuntut tentang apa yang harus kita capai, tentang harus menjadi seperti apa kita. 

Satu-satunya pemicu Runaway Stress Response adalah binatang buas. Ketika berhadapan dengan binatang buas di tengah hutan, seorang manusia dituntut untuk mengerahkan kekuatan bahkan melebihi kapasitasnya untuk bisa bertahan hidup.

Namun di masa kini, lingkungan seringkali menjadi semakin lebih "buas" daripada lingkungan para pendahulu kita yang hidup di tengah hutan. Tekanan dari berbagai arah seringkali menjadi pemicu RSR tanpa seseorang sadari dan terakumulasi merusak otak dalam waktu yang panjang. 

Ketika Ilardi menyimpulkan apa yang disebut RSR sebagai penyebab depresi, maka simple tip-nya adalah hindari semua kondisi yang membawa anda pada segala hal yang memicu RSR dalam diri anda. Pemicu RSR ini dapat menjadi sesuatu yang berbeda bagi setiap orang. 

Dalam dunia yang kompleks ini, mengenal diri sendiri adalah kunci utama. Pahami kelebihanmu dan akui kekuranganmu. Orang secara umum akan mengalami RSR ketika berhadapan dengan seekor ular kobra, namun seorang pawang ular tidak. Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda terhadap sesuatu.

Saya akan berikan contoh untuk menyederhanakannya. Ketika seseorang tidak memiliki kemampuan intelektual akademik, orang-orang di sekitarnya biasanya akan mendorong dia untuk lebih maju. Dalam banyak kasus, dorongan itu berubah menjadi tekanan. 

Masyarakat kita, terutama di negara dunia ketiga, terbiasa melihat kecerdasan dari kemampuan seseorang dalam menentukan nilai X dan Y dalam sebuah persamaan. 

Sebagian masyarakat tidak dapat mengapresiasi kecerdasan lain di luar intelektualitas akademik. Akbiatnya, sekolah seringkali menjadi tekanan.

Ketika seseorang mendapat peringkat rendah di kelas karena rendahnya kemampuan akademiknya, seringkali orangtua menekannya. Lebih parah lagi, para orangtua seringkali memarahi sang anak, membandingkannya dengan anak tetangga, atau menghukumnya dengan berbagai cara. 

Di sisi lain, kemampuan bermusik anaknya begitu cemerlang, atau prestasi olahraganya gemilang, atau dia menjadi teman curhat yang diandalkan oleh teman-teman sekelasnya. Semua kelebihan itu tidak diakui.

Pada kondisi sepeti itu, dan kondisi tersebut seringkali terjadi, sekolah akan menjadi pemicu RSR bagi anak tersebut. Dia akan bangun setiap pagi dengan tekanan untuk mendapat nilai baik. Setiap kali diadakan ujian, ia seperti dihadapkan pada gerombolan singa yang akan menerkam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun