Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Penulis Multitalenta, Pengamat Sosial, Pemerhati AI, Pelaku Pasar Modal

Penulis multidisipliner yang aktif menulis di ranah fiksi dan nonfiksi. Fokus tulisan meliputi pendidikan, politik, hukum, artificial intelligence, sastra, pengetahuan populer, dan kuliner. Menulis sebagai kemerdekaan berpikir, medium refleksi, ekspresi ilmiah, dan kontribusi budaya.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Dari Gencatan Senjata ke Kekacauan: Mengkaji Risiko Perang Saudara di Gaza Pasca-2025 di Bawah Mediasi AS

14 Oktober 2025   20:01 Diperbarui: 14 Oktober 2025   20:01 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Hamas dan kelompok penjarah Abu Shabab (Sumber gambar: Grok)

Untuk menghindari perang saudara, diperlukan rekonsiliasi Palestina (Hamas-PA), dukungan internasional netral (bukan hegemoni AS), dan fokus ke institusi nasional---bukan "nasionalisme dangkal"

Dalam studi konflik internasional, intervensi asing sering dianalisis melalui lensa "post-conflict reconstruction" atau rekonstruksi pasca-konflik. 

Teori seperti "failed state syndrome" (dari Robert Rotberg) menyebutkan bahwa negara rapuh pasca-intervensi rentan ke vakum kekuasaan, yang diisi oleh milisi rival, korupsi, atau proxy asing---akhirnya memicu perang saudara. 

Ceasefire Gaza 2025 mirip: Ini akhir perang eksternal (Israel-Hamas), tapi bisa jadi katalisator konflik internal jika nggak ada governance kuat. 

Kekhawatiran soal "kehancuran seperti Libya atau Irak" pas banget, karena sejarah menunjukkan pola serupa di Timur Tengah pasca-intervensi AS. 

Tujuannya di sini: Pahami risiko agar bisa mengantisipasi, bukan prediksi doomsday.

Latar Belakang Historis -- Intervensi AS dan Jebakan Perang Saudara

Untuk paham risiko Gaza, kita harus flashback ke intervensi AS di Timur Tengah. 

AS sering masuk dengan niat "demokratisasi" atau "stabilitas", tapi hasilnya sering chaos karena kurangnya rencana jangka panjang. 

Ini didukung analisis dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) yang bilang intervensi AS di Afghanistan, Irak, Suriah, Libya, dan Yaman fokus terlalu sempit ke militer dan counter-terrorism, tapi abaikan faktor sosial-ekonomi. 

Irak (2003-2011):  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun