Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Penulis Multitalenta, Pengamat Sosial, Pemerhati AI, Pelaku Pasar Modal

Penulis multidisipliner yang aktif menulis di ranah fiksi dan nonfiksi. Fokus tulisan meliputi pendidikan, politik, hukum, artificial intelligence, sastra, pengetahuan populer, dan kuliner. Menulis sebagai kemerdekaan berpikir, medium refleksi, ekspresi ilmiah, dan kontribusi budaya.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Zona AbuAbu di Laut China Selatan: Ketegangan Tersembunyi dan Koeksistensi Siang-Malam

9 Juni 2025   08:43 Diperbarui: 9 Juni 2025   18:34 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kapal perang (Sumber gambar: Meta AI)

"Cabbage tactic" menghadirkan intimidasi sistematis tanpa resmi menyatakan perang

"Taktik zona abu-abu" (grey-zone) merujuk pada tekanan militer-politik yang tidak mencapai level perang terbuka, tapi cukup menimbulkan intimidasi dan ketidakpastian.

Di Laut China Selatan, strategi ini dijalankan melalui patroli paramiliter, blokade pasif seperti "cabbage tactics", hingga demonstrasi kehadiran tentatif.

Insiden Terkini -- Tanda Ketegangan yang Melebar

Kapal China kandas di Thitu Island, yang dikuasai Filipina. Meski ini terjadi akibat cuaca, insiden mempertegang patroli paramiliter dan milisi sipil kawasan pun makin intens.

Patroli gabungan AS--Filipina terjadi kembali, memicu kemarahan Beijing.

Latihan Taiwan di Kaohsiung sebagai antisipasi serangan grey-zone, termasuk gangguan kabel bawah laut dan penyekatan informal.

Patroli maritim China ke Pasifik, memperluas wilayah tekanan dari China Coast Guard dan kapal milisi.

Strategi China -- Cabbage & GreyZone

China menggunakan kombinasi kapal milisi sipil, coast guard, dan kapal tempur untuk mengisolasi pulau sengketa---dikenal sebagai "cabbage tactic". 

Melalui taktik abu-abu ini, mereka menghadirkan intimidasi sistematis tanpa resmi dinyatakan perang.

Respons ASEAN & Amerika

* Negara-negara ASEAN meningkatkan kerja sama lewat FONOP (Freedom of Navigation Operations) dan patroli bersama .

* Filipina memperluas patroli gabungan dan modernisasi sistem pertahanan .

* Taiwan memperkuat kesiagaan terhadap serangan non-kinetik seperti sabotase kabel dan blokade ekonomi .

Dampak Regional & Global

Konflik terselubung di Laut China Selatan bukanlah sekadar perselisihan batas laut. Ia adalah denyut geopolitik yang mengalir ke seluruh tubuh kawasan Asia Tenggara, memicu ketegangan regional, dan menggema ke panggung global.

Secara regional, ketegangan ini telah memperdalam polarisasi antar negara ASEAN. 

Negara-negara seperti Filipina dan Vietnam cenderung memperkuat hubungan pertahanannya dengan kekuatan Barat, terutama Amerika Serikat, sebagai penyeimbang terhadap agresi China. 

Namun, negara-negara seperti Kamboja dan Laos menunjukkan sikap lebih lunak terhadap Beijing, mencerminkan keterikatan ekonomi dan politik yang kian dalam. 

Ketidakharmonisan ini mengancam soliditas ASEAN dalam merespons isu bersama, dan memperlihatkan keretakan ideologis yang dapat dimanfaatkan oleh kekuatan eksternal.

Selain itu, ketegangan di kawasan ini mendorong perlombaan senjata yang semakin terbuka. 

Negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mulai meningkatkan anggaran militer dan memperbarui teknologi pertahanannya. 

Laut yang dahulu menjadi jalur dagang kini menjelma arena demonstrasi kekuatan militer.

Secara global, LCS menjadi titik sentuh antara dua raksasa: China dan Amerika Serikat. 

Bagi Washington, kebebasan navigasi di jalur perdagangan senilai lebih dari USD 3 triliun ini adalah simbol supremasi maritim global. 

Bagi Beijing, klaim "Sembilan Garis Putus-putus" adalah manifestasi dari ambisi nasional dan identitas geopolitiknya. 

Benturan kepentingan ini memperkuat narasi bahwa Laut China Selatan telah menjadi medan proxy war baru antara Barat dan Timur.

Kawasan ini pun menjadi ajang diplomasi agresif. Jepang, India, Australia, dan Inggris mulai menempatkan dirinya dalam struktur pengawasan LCS melalui latihan militer gabungan, kesepakatan pertahanan, dan dukungan terhadap UNCLOS. 

Negara-negara ini tak hanya melihat potensi ekonomi, tetapi juga kekhawatiran akan hegemoni tunggal yang mengancam keseimbangan global.

Yang paling berbahaya: konflik ini dapat menjadi pemantik eskalasi militer langsung jika insiden kecil berkembang menjadi insiden besar. 

Kesalahan teknis, mispersepsi, atau provokasi yang tidak ditangani secara diplomatis dapat memicu konflik bersenjata yang melibatkan kekuatan nuklir.

Namun di tengah kegelapan itu, ada potensi terang: tekanan global dapat menjadi pemicu terciptanya kerangka kerja multilateral yang lebih kuat. 

Laut China Selatan bukan hanya milik para pemilik kapal perang---tetapi milik dunia yang menggantungkan pangan, energi, dan stabilitasnya pada laut yang damai.

Menghindari perang terbuka bukan berarti damai. Grey-zone menyebabkan tekanan berkepanjangan.

ASEAN harus mempercepat Code of Conduct, demi aturan navigasi dan patroli jelas.

FONOP bersama negara demokratik memperkuat suara hukum maritim internasional.

Menjaga keseimbangan strategis diperlukan agar Laut China Selatan tetap jadi jalur perdamaian, bukan zona intimidasi.

Referensi

1.Gomez, J., & Calupitan, J. (2025, June 8). Chinese ship runs aground off Philippinesoccupied island in the disputed South China Sea. AP News.

2.Blanchard, B. (2025, June 8). Taiwan coast guard, military drill to better face China's 'grey-zone' threat. Reuters.

3."Grey-zone (international relations)." (n.d.). Wikipedia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun