Beberapa kelompok militan Palestina bahkan mengeluarkan peringatan keras terhadap individu yang dianggap membantu tujuan Israel melalui protes tersebut.
Menariknya, media-media utama Palestina, termasuk Al-Jazeera, cenderung mengabaikan pemberitaan mengenai protes ini.Â
Meskipun protes tersebut signifikan, liputan media lokal sangat minim, menimbulkan pertanyaan tentang independensi dan objektivitas media dalam melaporkan isu-isu sensitif yang melibatkan Hamas(theaustralian.co.au, 28/03/2025)
Indikasi Strategi Devide et Impera oleh Israel
Strategi devide et impera, atau politik pecah belah, telah lama digunakan dalam konteks geopolitik untuk melemahkan lawan dengan memecah belah kekuatan internal mereka.Â
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, pernah menyatakan bahwa aliran dana ke Hamas merupakan bagian dari strategi untuk menjaga perpecahan antara Hamas dan Otoritas Palestina, sehingga melemahkan posisi Palestina secara keseluruhan (jpost.com, 12/03/2019).
Selain itu, Israel diduga menjalankan taktik devide et impera di Gaza dengan membangun infrastruktur yang membagi wilayah tersebut, seperti pembangunan jalan besar yang memotong Gaza menjadi bagian utara dan selatan, serta pembangunan pelabuhan di Gaza utara oleh Amerika dan Israel untuk mendatangkan bantuan dari Pelabuhan Siprus (portal-Islam.id, 13/03/2024).
Langkah-langkah ini dapat dilihat sebagai upaya untuk memecah belah dan mengendalikan populasi Gaza.
Protes anti-Hamas di Gaza mencerminkan kelelahan dan frustrasi warga terhadap konflik yang berkepanjangan dan kondisi kehidupan yang semakin sulit.Â
Meskipun protes ini muncul dari dinamika internal, tidak dapat diabaikan kemungkinan adanya pengaruh strategi devide et impera yang diterapkan oleh Israel untuk melemahkan persatuan Palestina.Â
Situasi ini menyoroti kompleksitas konflik di Timur Tengah, di mana faktor internal dan eksternal saling berinteraksi, seringkali dengan konsekuensi yang merugikan bagi masyarakat sipil.Â