Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Freelancer - Pelaku Pasar Modal, Pengamat Pendidikan, Jurnalis, Blogger, Writer, Owner International Magazine

Menulis sebagai sebuah Kebahagiaan dan Kepuasan, bukan Materi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tunjangan Profesi Dihapus, Haruskah Guru Ngojek Lagi?

9 September 2022   18:35 Diperbarui: 9 September 2022   18:45 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tukang ojek (pic: liputan6.com)

Tragis memang, Omnibus Law seakan akan seperti aturan baru dalam sebuah rumah, dimana orangtua mengizinkan anak-anak tetangga masuk ke dalam rumah dan bersaing dengan anak-anaknya sendiri. 

Siapa pintar, siapa mampu bersaing, maka dia yang berhak tinggal di rumah itu. Orangtua hanya menjadi penonton, melihat dan mengamati tapi tak mampu membantu anak-anaknya sendiir, sebab keinginan orangtua agar anak anaknya mandiri melawan persaingan dari anak-anak tetangga, sebuah keinginan positif tapi melupakan perlindungan maksimal terrhadap anak-anak sendiri.

Beberapa waktu lalu,  Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat melontarkan pernyataan bahwa keuangan negara banyak dihabiskan hanya untuk membayar pensiunan Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebesar Rp 2.800 triliun, yang tentu saja selain pensiunan tentara, polisi, pasti ada juga guru. Dianggap membebani keuangan negara, padahal ada banyak jasa yang hilang akibat terlupakan. 

Saat muda mengabdi dan bekerja keras untuk negara, apa setelah tua negara tak mau tahu dan dibiarkan begitu saja? Lalu apa bedanya dengan robot, yang soak dan tak diperlukan  lagi, sehingga timbul pemikiran dibuang begitu saja daripada buang-buang biaya memperbaiki atau merawat. Sungguh sikap yang tak elok.

Keinginan merubah skema pensiunan dan menganggap pensiunan PNS sebagai beban negara sekilas terkesan liberalistik, sebab dibandingkan pensiunan PNS, pensiunan DPR lebih menjadi beban, sebab digaji seumur hidup padahal hanya menjabat 5 tahun, bahkan setelah meninggalpun, uang warisan masih diteruskan kepada anak istrinya. Jadi ketika hanya pensiunan PNS yang dianggap beban negara, adilkah?

Wacana-wacana penghapusan tunjangan profesi selalu terulang bukan hal mengejutkan lagi, sebab banyak kalangan yang melihat pendidik hanya dari kacamata internasional, tanpa berusaha adil melihatnya dalam kacamata nasionalisme.

Ketidakmampuan pendidik secara internasional memajukan pendidikan dianggap dapat menghambat Indonesia maju di kancah pendidikan internasional. Padahal pemerintah lupa, ada sisi keistimewaan lain dari sisi pendidik Indonesia, yang benar-benar asli Indonesia, yaitu etika dan tata krama Pancasila yang selama ini digembar-gemborkan Kemendikbudristek sebagai Karakter Pancasila dalam Kurikulum Merdeka, pendidik Indonesia telah memiliki tata krama dan budi luhur yang belum tentu dimiliki bangsa lain.

Guru Indonesia sudah pasti memiliki Karakter Pancasila, musyawarah mufakat, gotong royong, toleransi, dan mampu mewariskannya pada generasi negeri ini. Sebuah etika yang tidak dimiliki negara lain, negara liberal tak memiliki pancasila, negara sosialis juga tak memiliki pancasila, komunis apalagi. 

Namun etika pancasila guru Indonesia tak pernah diperhitungkan sebab tak masuk dalam perhitungan Internasional, karena dunia tak ada yang menerapkan pancasila. Lalu haruskah karena persaingan global membuat etika guru Indonesia terlupakan? 

Mungkin guru Indonesia masih kalah jauh dalam meningkatkan mutu pendidikan pada tingkat dunia, tapi setidaknya pada tingkat nasional, etika pancasila guru Indonesia tetap terjaga, dan mampu mewariskan ke generasi berikutnya. 

Santun, tepaslira, toleransi, musyawarah mufakat, dan gotong-royong yang telah mulai terkikis dari bangsa ini mengakibatkan banyak terjadinya tawuran, intoleransi, freesex, bullying. Mungkinkah terjadinya hal tersebut menjadi awal kesimpulan  bahwa para pendidik di Indonesia selain gagal memajukan pendidikan namun juga gagal memperbaiki moral bangsa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun