Mohon tunggu...
fajril aminmustofa
fajril aminmustofa Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa UIN KHAS JEMBER

suka editing foto dan video

Selanjutnya

Tutup

Music

Perubahan Kesenian Kuntulan Khas Banyuwangi dari Awal Kemunculan hingga Sekarang

24 Juni 2022   15:09 Diperbarui: 24 Juni 2022   15:14 907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Musik. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Tarian kuntulan biasanya terdiri dari 6 orang penari yang semuanya merupakan penari perempuan kostum yang digunakan sendiri sangat bervariasi yang paling khas merupakan penutup kepala yang dihiasi bunga  seperti menyerupai omprok ( penutup kepala pada penari gandrung).

Tarian dalam kuntulan sendiri ada 4 macam gearakan

  • Gerakan pertama terdiri dari gerakan : Langkah nyiji ( langkah satu , langkah nyiji sagah, gebyaran, turun jongkok hirmat 1, lalu salam.
  •  Gerakan ke dua terdiri dari gerakan : slewehan, doa, gebyaran, langkah mlaku wilungan(langkah berjalan sambil berputar) gejigan dan pencakan.
  • Gerakan ke tiga terdiri dari gerakan : igelan pundak lompat, ngeber kana kiri , ngayun , ngeber bawah, ukelan Liwung atas, gebyaran, dan pencakan.
  • Gerakan ke empat terdiri dari gerakan : gerak jurus, hormat, hormat dua, dan gebyaran.

Banyak sekali filosofi dan makna dalam setiap gerakan tarian kuntulan, hal yang paling mendasar dalam pemaknaannya sendiri merupakan hubungan manusia dengan Allah SWT berupa amalan untuk beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, dan hubungan  manusia dengan  sesama berupa  amalan untuk  bersikap  baik  terhadap sesama  manusia  dan makhluk ciptaan Allah SWT. 

Selain gerakan yang memiliki arti lirik tembang yang dinyanyikannya pun memiliki arti bukan hanya itu sebagian lirik dalam tembang kuntulan menggunakan bahasa osing yang merupakan bahasa suku di Banyuwangi. Contohnya pada lirik Hadrah  kuntulan,  larene  cilik,  jogete  apik, larene munyik, eseme manis yo nyenengaken, kuntulan cilik  Banyuwangian yang dalam bahasa Indonesia berarti hadrah  kuntulan.  anaknya kecil, tariannya indah, anaknya tersenyum, senyumnya manis dan menyenangkan, kuntulan kecil anak  Banyuwangi. Tidak hanya menggunakan bahasa osing dalam tembang kuntulan juga menggunakan sholawat.

Jika kita amati banyak sekali nilai yang terdapat dari hadrah kuntulan ini sebagaimana gerakan disaat doa tersebut mencerminkan nilai religious agar kita selalu berdoa dan mendekatkan diri kepada ALLAH SWT. Nilai lain yang dapat kita ambil dalam tarian ini adalah kemandiri, bertanggung jawab, toleransi, disiplin, kreatif, dan komunikatif.

Dilihat dari sajian pertunjukannya, perubahan dari Seni Hadrah ke Kesenian Hadrah Kuntulan dapat dilihat dari dua unsur, yakni unsur musik dan unsur tarinya. Dalam hal alat musik, pada awalnya Seni Hadrah hanya menggunakan satu macam alat musik saja, yakni Rebana atau Terbang dalam istilah Jawanya. Sementara dalam Kesenian Hadrah Kuntulan telah digunakan berbagai macam alat musik, selain rebana (trebang), juga dipergunakan berbagai alat seni musik yang bersumber dari perangkat musik Seni Gandrung, perangkat musik Seni Damarwulan, dan perangkat musik Seni Praburara (wawancara dengan Sumitro Hadi dan Mohammad Syaiful).

2. Perubahan Kesenian Kuntulan

Pada awal kemunculan Seni Hadrah adalah sebuah kesenian yang sangat identik dengan gaya Islamnya, yakni berupa pembacaan al-Barzanji dengan tujuan utamanya adalah pujian untuk Nabi Muhammad SAW yang diiringi dengan tetabuhan rebana (Terbang) yang dimainkan oleh kaum pria. Ada juga beberapa gerakan tariannya yang sangat mirip dengan Tari Saman (Aceh), sementara tembang yang dilantunkan adalah bait-bait Burdah. Pada masa Orde Lama, tepatnya ketika organisasi kesenian seperti Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra) berdiri, arus kesenian tradisional Banyuwangi pun bermunculan. Para seniman yang tergabung dalam Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra) seolah mendapat angin segar sehingga tumbuh karya seni yang mengusung unsur tradisi dan bahasa daerah. Bersamaan dengan itu Seni Gandrung, Seni Damarwulan, Seni Rengganis, Seni Angklung, dan sebagainya tumbuh semarak di tengah-tengah masyarakat.

Para seniman, terutama yang berasal dari kalangan santri, yang menaruh perhatian terhadap Seni Hadrah yang bernuansa Islam merasa tertantang untuk mengembangkan Seni Hadrah. Saat itu Seni Hadrah yang berisi pembacaan al-Barzanji dan tidak menggunakan bahasa daerah semakin tersisih dan kalah pamor dengan kesenian rakyat lainnya. Pasca tragedi G30S/PKI tahun 1965, seniman-seniman yang tergabung dalam Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra) memasuki fase baru sehubungan dengan suasana politik yang tidak menguntungkan. Sebaliknya, pada masa Orde Baru, terutama setelah memasuki era tahun 1970-an, kesenian dikembalikan pada esensi estetiknya semata dan lebih divisualisasikan pada unsur musik dan unsur tarinya. Inilah kondisi di mana para seniman, terutama dari kalangan santri, berusaha mengembangkan Seni Hadrah menjadi bentuknya yang lebih dinamis. Pada tahun 1980-an Seni Hadrah telah memasuki babak baru setelah menemukan bertransformasi pada bentuknya yang baru, yakni Kesenian Hadrah Kuntulan. Nuansa Arab Islam yang ada pada Seni Hadrah mendapat perubahan dengan memasukkan unsur-unsur seni daerah dengan mempertimbangkan minat masyarakat. Aransemen musikalnya, misalnya, diperkaya dengan beberapa alat musik seperti kendang, bonang, dan kluncing, sehingga nuansa daerahnya semakin menonjol dan sekaligus memperkaya nuansa keagamaannya.

Perubahan Seni Hadrah semakin berlanjut. Pada tahun 1979, muncul Sanggar Kesenian Jingga Putih yang dipimpin oleh Sumitro Hadi, di mana dilakukan perubahan dalam hal pertunjukan Kuntulan dari penari lanang (laki-laki) menjadi penari wadon(perempuan), sehingga muncullah Kesenian Hadrah Kuntulan Wadon. Dalam hal ini Sumitro Hadi membuat karya-karya pertunjukan yang semakin kaya, antara lain jejer jaran dawuk, rodat syi'iran, dan sebagainya termasuk di dalamnya Kuntulan Wadon. Perubahan penari tersebut juga diikuti dengan perubahan kostum dan tata rias penarinya. Kostum yang digunakan tidak sebatas kemeja dan celana putih saja, melainkan berupa atasan warna kuning yang dipadu dengan warna lain, penutup kepala dihiasi motif bunga sehingga mirip penutup kepala pada Seni Gandrung, lengkap dengan tata rias yang menggunakan make-up secara maksimal. Kreativitas yang dilakukan oleh Sumitro Hadi membuat Kesenian Hadrah Kuntulan berkembang sebagai kesenian yang populer di kalangan masyarakat Banyuwangi.

Saat ini Kesenian Hadrah Kuntulan masih terus bermetamorfosis untuk menyesuaikan dengan tuntutan zaman. Saat ini telah muncul Kundaran, yakni merupakan kependekan dari "kuntulan yang didadar" yang berarti seni kuntulan yang dikembangkan. "Pada dasarnya Kundaran merupakan sebuah garapan artistik dalam rangka menyempurnakan tampilan Seni Hadrah itu sendiri. Kundaran diciptakan untuk melakukan perbaruan gerakan dan isi dalam Hadrah Kuntulan saja, sehingga masih merupakan bagian dari Hadrah Kuntulan, belum bisa dikatakan sebagai bentuk kesenian tersendiri,". Terbentuknya Kundaran lebih didorong oleh keinginan agar Kesenian Hadrah Kuntulan semakin menarik dan semakin diminati oleh masyarakat, sekaligus untuk memperluas kesadaran beragama yang diapresiasikan pada rasa kepemilikan terhadap kesenian tersebut. Buktinya, Kesenian Hadrah Kuntulan memang semakin populer di kalangan masyarakat Banyuwangi. Jika pada awalnya Kesenian Hadrah Kuntulan hanya populer di kalangan masyarakat Using, saat ini Kesenian Hadrah Kuntulan bahkan berkembang sangat pesat di kalangan masyarakat suku Jawa. Dulu, di Banyuwangi Selatan yang mayoritas masyarakatnya berasal dari suku Jawa, Kesenian Hadrah Kuntulan sama sekali tidak berkembang. Berbeda dengan keadaan sekarang di mana Kesenian Hadrah Kuntulan benar-benar diminati oleh komunitas Jawa. Pada festival yang diadakan diwilayah Gambiran dan Bango ada lebih dari 60 group Kuntulan yang mendaftar. Sementara Songgon yang terbilang daerah pegunungan mendaftarkan 300 group Kuntulan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun