Pagi itu hujan turun
Ia sudah selesai dengan bukunya
tinggal mengejar angan
dengan selembar Pattimura di saku celana.
Langkah demi langkah menghunjam
menyusuri deras anak sungai Mahakam,
sebab jembatan yang biasanya
runtuh pukul enam.
Melintasi jalan penuh lumpur- penuh tanah
kotor semua yang dipakai,
tapi tidak dengan hatinya.
Sesampainya di gubuk kusam
beralas tanah beratap daun tebu,
duduk melukiskan masa depan
walau hujan menyetubuhi.
Sesaat reyot terdengar,
Ia membidik lubang samping kiri.
Pak Guru berlari menuntun untanya- bersandang lusuh menenteng ilmu.
Pagi berganti petang
buku berganti;
pacul di kanan
arit di kiri
caping di kepala.
Ditemani nyanyian katak,
Ia melagu kidung tingkilan.
Pulang membawa segenggam rumput
dan harapan: Semoga ibu senang
(2020)
Fajar Eko Yulianto