Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Supir - PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

menulis jika ada waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sertifikasi Pranikah, Berikan Otonomi kepada Setiap Agama Mengurusnya

19 November 2019   21:39 Diperbarui: 19 November 2019   22:01 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (stefanus.or.id)

Umumnya materi yang disampaikan berupa: hukum dan moral perkawinan Katolik, sakramentalitas dan spiritualitas perkawinan, prosedur perkawinan, komunikasi suami-istri, seksualitas dan kesehatan reproduksi, psikologi, mempersiapkan kelahiran anak, kesehatan ibu dan anak, kesehatan keluarga, keluarga berencana alami, pendidikan iman dan moral anak, kitab suci dan liturgi, dan bagaimana mengatur ekonomi rumah tangga. 

Setiap materi disampaikan oleh mereka yang paham dalam bidangnya. Karena itu, para pemateri terdiri dari pastor yang paham tentang ajaran perkawinan Katolik, dokter atau bidan yang paham tentang kesehatan (dinas kesehatan), psikolog, pasangan suami istri yang berpengalaman dalam KBA dan komunikasi suami-istri, serta yang paham atau berpengalaman dalam mengelolah ekonomi rumah tangga.

Biasanya pada akhir kursus persiapan perkawinan, kedua calon mempelai diberikan sertifikat yang menyatakan bahwa mereka telah mengikuti KPP. Sertifikat ini berlaku untuk jangka waktu enam bulan sejak diterbitkan.

Setelah calon mempelai mendapatkan sertifikat, mereka baru diperkenankan untuk menghubungi pastor parokinya masing-masing untuk mendapatkan pendampingan pribadi tahap kedua.

Kedua, penyelidikan kanonik. Tahap ini merupakan saat di mana setiap calon mempelai berjumpa secara personal dengan pastor paroki untuk mendalami apa yang sudah mereka pahami dalam KPP. 

Tujuan utamanya, agar otoritas Gereja Katolik mendapatkan kepastian disposisi batin, kebebasan, dan kesiapan mental calon mempelai untuk memasuki hidup perkawinan. Otoritas Gereja harus mendapatkan kepastian melalui penyelidikan kanonik tentang tidak adanya aneka halangan nikah dari kedua calon mempelai seperti yang telah diatur dalam Hukum Gereja.

Ketiga, pengumuman rencana pernikahan di paroki asal atau domisili dari masing-masing calon mempelai yang dilakukan selama tiga kali/tiga hari minggu sesudah perayaan Ekaristi. Tujuannya, agar umat Katolik yang mengetahui adanya halangan nikah dari kedua calon mempelai dapat menyampaikannya kepada otoritas gereja di mana perkawinan keduanya akan diselenggarakan. 

Pada tahap ini, otoritas gereja dalam hal ini pastor paroki yang akan meneguhkan perkawinan kedua calon mempelai mengadakan kunjungan pribadi ke rumah orang tua calon mempelai atau tempat tinggal dari kedua calon mempelai agar mendapatkan informasi tambahan yang meyakinkannya tentang kesiapan hati dan dukungan dari orang tua bagi pasangan yang akan menikah.

Jika ketiga tahap pendampingan ini terlewati, maka kedua mempelai bisa diizinkan untuk melaksanakan pernikahan di gereja di mana keduanya atau salah satunya berdomisili.

Demikianlah proses pendampingan pranikah yang umumnya dilakukan di gereja Katolik.

Apakah berdampak meminimalisir angka pisah ranjang dan perceraian dalam Gereja Katolik ketika semua tahap pendampingan itu ditempuh? Belum ada strudi dan data statistik yang pasti untuk menjawabanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun