Mohon tunggu...
Faisal yamin
Faisal yamin Mohon Tunggu... Nelayan - Belajar menulis

Seorang gelandangan pikir yang hobi baca tulisan orang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Prinsip Hidup dari Sang Nahkoda

4 Juli 2021   17:26 Diperbarui: 4 Juli 2021   17:31 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Samsul namanya, laki-laki murah senyum dengan pribadi yang santai itu seorang nahkoda speed boat yang melayani rute Ternate, Makian. Beliau bisa dibilang paling senior, pasalnya beliau mulai berkelana di atas samudera sejak usiahnya 17 tahun. Laut baginya sudah jadi rumah kedua sekaligus tempat menggantung hidup. Hingga usianya mengginjak kepala tujuh, beliau masih terus dan tetap menekuni profesinya.
                                  ***
Pertemuan kami bermula ketika suatu pagi saya ke Ternate dan berkesempatan mengikuti speed boat yang dia nahkodai. Speed boat tersebut berkapasitas 60 orang penumpang dengan daya dorong enam buah mesin 40 pk. Sementara untuk waktu tempuhnya ke Ternate selama 3 jam. Itu pun jika cuaca dalam kondisi baik, jika tidak maka waktu tempuh bisa lebih.

Setelah diberi instruksi untuk naik, dengan cepat saya langsung bergegas naik dan duduk di haluan kapal. Bagi saya duduk di haluan itu menyenangkan, saya bisa menikmati kondisi alam sepanjang perjalanan. Di sisi lain, bisa mengurangi keraguan dan ketakutan jika berpergian dalam cuaca buruk. Iya, kebutulan pagi itu juga laut terlihat kurang bersahabat. Amukan gelombang terlihat di kejauhan siap menghadang speed yang kami tumpangi.

Maka setelah memastikan semua penumpan naik, pandara pun dilepaskan.  Perlahan speed itu bergerak melaju ke laut lepas. Nahkoda juga terlihat sudah mengambil posisi di balik stir menuntun haluan. Bola mata saya juga mulai liar mengamati para nelayan yang sedang asik mengejar kawanan tuna. Sesekali saya dibuat takjub dengan ikan terbang yang keluar dari dalam laut kemudian lari dan menari di atas kulit air lalu sesaat mencelupkan diri.

Speed itu terus bergerak cepat menju pulau moti, sang nahkoda juga sangat lihai membelah ombak dan mengurai arus. Saya meraih sebuah buku bacaan dan perlahan melumatnya pelan-pelan. Seorang bapak di samping saya juga masih membenanamkan diri dalam layar gandegetnya. Mungkin sedang memberi kabar atau menghubungi jemputan di Ternate.

Posisi kami semakin menjauh, gunung Kie Besi sudah di belakang kami. Speed mulai menuju pulau Moti, angin terasa semakin keras bertiup juga gelombang mulai meronta-ronta. "Nak, masukkan bukumu di dalam tas. Nanti basa, disana ombak semakin besar." Ujar bapak itu mengingatkan. Dengan cepat saya menuruti lalu meletakkan tas di balik terpal. Speed terus bergerak memasuki perairan Moti, menerjang lalu menghadang ombak membuat sebagian penumpang berteriak ketakutan dari dalam.

Nahkoda itu masih santai sembari menebar senyum kepada penumpangnya. Ini sudah jadi ciri khasnya, apapun kondisi beliau tetap tenang dan terus senyum. Ketika melewati perairan Moti dan masuk ke Maitara ombak semakin kuat. Kemudi stir yang beliau kendalikan tidak mampu menangkal arus. Sesaat kemudian "prufff..!! haluan speed mesuk ke dalam ombak tepat kami berada di depan pulau Mare. Dengan cepat mesin dimatikan, lalu speed kembali mengapung.

Para penumpang panik ketakutan. Tapi sang nahkoda tetap senyum santai sembari berujar, "tidak apa, posisi speed akan demikian karena arah kita sementara menghadang."  Lalu beliau menyeruhkan untuk mesin kembali dinyalakan dan speed bergerak lagi. Kali ini haluan dikendalikan mengunakan mesin dengan tuntunan diberikan Samsul sang nahkoda yang telah berdiri kokoh di haluan.

Beliau menggunakan isyarat tangan, speed mulai berjalan tenang melewati ombak-ombak di depan. Ketika menghadang ombak, dia menyeru agar haluan di arahkan pada posisi serong. Lalu haluan kembali diluruskan ketika ombak itu berhasil di lewati. Hal yang sama juga dilakukan tatkala menghadang ombak berikutnya. Kepiawaian dan keberanianya akhirnya kami berhasil melewati ombak besar di perairan Mare.

Speed terus melaju, memasuki perairan Tidore. Lalu menyusup masuk ke perairan Maitara dengan tenang. Di sini ombak dan angin tidak seperti sebelumnya. Cuaca sudah mulai membaik. Samsul sang nahkoda masih di posisi yang sama, duduk di samping saya. Melihat saya yang sudah kuyup beliau berkata,

"Tidak selalu kering, menyebrangi lautan harus tetap siap berbasa-basa. Ini seperti sebuah kompetisi, kita tidak harus selalu menang. Karena saat-saat tertentu kita juga sering kala." Sembari melempar senyum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun