Mohon tunggu...
Fahrul Rizal bin Iskandar
Fahrul Rizal bin Iskandar Mohon Tunggu... Administrasi - Peminat Sejarah Kuno

Dilahirkan dan menyelesaikan pendidikan sampai lulus SMA di Banda Aceh, melanjutkan pendidikan S1 Teknik Perminyakan di Yogyakarta kemudian memperoleh kesempatan kembali ke Banda Aceh untuk menyelesaikan S2 Ilmu Ekonomi dengan beasiswa Bappenas. Peminat sejarah peradaban manusia, memiliki perhatian khusus pada sejarah peradaban Islam dan Nusantara.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hikayat Indra Pura dalam Seteru Bersaudara (Bagian 2)

3 Januari 2019   08:00 Diperbarui: 3 Januari 2019   08:43 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kemakmuran yang Fana

Daratan baru itu dihadang oleh gugusan pulau-pulau kecil sehingga para pelaut sering kali tidak menduga bila dibelakang Pulau Bintang, Pulau Rebah dan Pulau Nasi ada padang luas terbentang yang masih ranum belum terjamah tangan manusia. Pada muara pantai sungai besar tumbuh liar pohon sagu sejauh mata memandang, Raja Harsya mengambil langkah pertama untuk membina sebuah benteng hanya seribu hasta kearah timur dari sumber makanan itu. 

Pikirnya pasti benteng Indrapatra itu akan menjadi tempat bernaung rakyatnya sewaktu-waktu diperlukan karena tugas masyarakat yang tinggal di dekat muara sungai besar nantinya adalah memanen sagu dan berladang huma tunggal. Tak butuh waktu lama untuk mewujudkan impiannya, hanya berselang enam tahun Raja Harsya mampu mewujudkan impian pertamanya dan sekarang jumlah pekerja yang bernaung dibawah panji negaranya sudah bertambah dua kali lipat.

Setelah dirasakannya bahwa telah tiba waktu untuk merambah ke wilayah lain guna memperkuat kedudukan Kuta Indrapatra, melangkahlah Raja Harsya dengan dipandu oleh indera keenamnya menyusuri laut bertepian dengan bibir pantai menggunakan bidar. Sesampainya di teluk sebuah ponton dalam rombongan raja binasa dihantam ombak besar, untuk mengenang kejadian itu digelarlah sebuah upacara untuk menyejukkan suasana hati sang raja serta dinamakanlah tempat itu Panton Bie atau sejatinya yang dimaksudkan adalah tempat "Ponton Binasa".

Sami Lakh Dam yang memimpin ritual di teluk kenestapaan itu berkata pada Raja Harsya bahwa Panton Bie sekarang sudah dipenuhi aura kesejukan dan pantas apabila sang raja hendak membina sebuah bandar bahari untuk memperkuat kerajaannya. Sebagaimana biasanya, sang raja tak pernah berani menentang pendapat Sami Lakh Dam karena sebagai pemuka rohaniawan, orang tua itu dipercaya memiliki kekuatan mistis yang mampu mendatangkan kutukan. Dibangunlah Kuta Indrapurwa ditempat itu yang kemudian menjadi ibukota Negeri Sedu.

Ternyata Kuta Indrapurwa dikarunia laut yang kaya dengan Batipelagis, ikan besar yang hidup diantara samudera dan landaian benua. Batipelagis berharga tidak hanya karena dagingnya lezat untuk disantap tetapi juga karena lemak perutnya merupakan bahan bakar alami yang dapat menyalakan lentera. Berselang enam tahun pula Raja Harsya berhasil meramaikan Kuta Indrapurwa sebagaimana sebelumnya dan jumlah penduduk negeri pun bertambah-tambah berlipat ganda.

Kini tibalah saatnya bagi seorang raja mencari tanah tempat istana kebesaran kerajaan akan dibangun. Sebagaimana adat istiadat moyang mereka terdahulu, sebuah istana baru dipercayai memiliki energi kebaikan apabila didirikan tepat ditengah-tengah antara dua negeri utama yang menjadi penopangnya. 

Maka Raja Harsya bergerak kearah perbukitan antara Kuta Indrapatra dan Kuta Indrapurwa, tempat itu rupanya hulu sungai besar. Pada pertengahan dasawarsa kedua yang dihitung sejak ketibaannya, Raja Harsya telah berhasil membina sebuah tamadun yang makmur bagi tiga negeri. Yaitu Negeri Purba dengan Kuta Indrapatra, lalu Negeri Seudu dengan Kuta Indrapurwa, kemudian Kuta Indrapuri di Negeri Rupa sebagai pengganti Istana Pura di negeri asalnya Lam Ap.

Namun rupanya kemakmuran dan pertambahan penduduk negeri yang kini telah berlipat ganda bukanlah suatu kebahagian hakiki bagi Raja Harsya karena tidak seorang pun diantara 66 orang wanita yang telah dia peristrikan mampu melahirkan anak lelaki sebagai pewaris tahta Indra Raya. Sampai usia sang raja melewati sepuluh dasawarsa pun dia selalu saja memperoleh anak perempuan, padahal jumlah kelahiran keturunannya saat itu sudah lebih dari seribu kali banyaknya. Bahkan Raja Harsya menganggap kemakmuran Indra Raya adalah sesuatu yang fana, dia memilih meninggalkan rakyatnya dan masuk kedalam rimba belantara meninggalkan keduniawian menjadi pertapa.

Indra Raya yang makmur kini sudah tidak memiliki raja sehingga membuat kegaduhan diantara para pemuda yang selama ini menjadi perwira dalam istana. Berlomba-lomba mereka mencoba memikat anak-anak perempuan keturunan Raja Harsya, berharap menjadi menantu sang raja yang kini jadi pertapa. Tak lain tak bukan yang menjadi impian mereka semua adalah agar tahta raja Indra Raya ditabalkan pada pundaknya. Gerombolan penyebar fitnah pun merajalela karena sang raja pergi begitu saja.

Setelah membina sebuah tamadun yang berkemakmuran, sang raja malah menutup usia dengan berbuat kezaliman besar bagi rakyatnya yaitu dengan meninggalkan mereka saat dia masih dicintai. Alasan sang raja pun hanya karena tidak memiliki anak laki-laki padahal disisinya ada Penggawa Setia yang dapat menggantikan raja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun