Mohon tunggu...
Fahri Arsyad Maulana
Fahri Arsyad Maulana Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar sekolah

Hobi saya membaca, menggambar, dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Penyesalan yang Tak Pernah Datang di Awal

30 November 2022   20:20 Diperbarui: 30 November 2022   20:32 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Penyesalan Yang Tak Pernah Datang Di Awal
Oleh : Fahri AM

Pagi ini waktu menunjukkan pukul 04.30 saat suara ayam jantan sudah terdengar sahut menyahut dari seluruh penjuru kota.
Ya, ini adalah sebuah kota kecil dimana suasana pedesaan masih kental terasa.
Meskipun cuaca siang sangat terik dan menyengat kulit tapi suasana pagi menjelang subuh tetap membuat tidur semakin lena karena hembusan angin dingin yang masuk dari langit – langit rumah tak berloteng.
“Beniiii!!” panggil ayah untuk yang kesekian kalinya.

“Uuugghhh……” Beni hanya menyahut dengan malas – malasan sambil terus menarik selimut ke dagu.
“Ayo bangun dan kita sholat subuh berjamaah di masjid” ujar ayah yang sudah sedari tadi bersiap – siap memakai sarung dan pecinya.
Dengan berat hati Beni bangun dari tempat tidur.
“Duhhh,,, kelopak mata ini seakan menerima beban puluhan ton”  gumam Beni
Saat – saat seperti inilah penyesalan datang kenapa bergadang hingga dini hari main game.

“Kalau ayah dan ibu tau, telpon genggam ku pasti sudah disita” batin Beni.
Oleh sebab itu Beni memaksakan diri bangkit dari tempat tidur sambil matanya merem menuju kamar mandi.
“Aduuhhhh!!!”
Teriakan Beni membuat ayah dan ibu serentak berlarian ke kamar Beni.

“ Ada apa???” Tanya keduanya secara bersamaan.
Saat melihat Beni terjatuh di kamar mandi mereka berdua cuma menggeleng – gelengkan kepala. Mereka sudah hapal betul drama bangun pagi yang terjadi hampir setiap hari.
“ Ayo buruan!! Sebentar lagi izan subuh “ ujar ayah
Mereka berangkat ke mesjid yang cukup dekat dengan rumah dengan berjalan kaki.

Kesempatan seperti ini sering dimanfaatkan oleh ayah Beni untuk memberi nasehat kepada anaknya. Sepanjang perjalanan ayah memberikan nasehat – nasehat kepada Beni dengan harapan Beni bisa melewati masa remajanya dengan baik dan tidak menyesal di kemudian hari.

Kalau dilihat dari kesehariannya, Beni memang anak yang susah diatur. Di sekolah dia sering bermasalah baik dengan guru maupun teman – temannya. Semua jenis kenakalan anak sekolah hampir ada padanya. Mulai dari bolos sekolah, tidak mengerjakan tugas, usil terhadap teman bahkan tidah jarang terlibat perkelahian. 

Ayahnya yang seorang kuli bangunan dan ibunya yang penjual makanan keliling sudah banyak bersabar dengan semua tingkah lakunya. Bahkan mereka pernah dipanggil ke sekolah oleh guru kelas Beni.

Selesai sholat subuh yang tidak dijalankannya dengan khusu’, Beni bergegas pulang saat ayahnya sedang mengerjakan sholat sunah.
“Treeetttt….” suara pintu kayu yang engselnya sudah karatan terdengar nyaring sekali saat dibuka.
“ Lho?? Sudah siap sholat nya” Tanya ibu heran yang mencoba mengintip ke balik punggung Beni tapi heran karena tidak menemukan ayah di sana.

Beni hanya diam dan bergegas kembali ke kamar.
Tidak lama kemudian ayah pulang dan mendapati Beni kembali tidur di kamarnya. Sedangkan ayahnya mendapati ibu di dapur yang tengah sibuk mempersiapkan jualannya dan segera membantu ibu.
Pukul 08.00, matahari sudah bersinar cerah dan cahayanya menyeruak masuk melalui jendela kamar Beni.
Beni terbangun dan segera mengambil handuk lalu menuju kamar mandi.

“ Hari ini libur dan aku akan puas bermain hari ini “ batin Beni. Terbayang olehnya gadget yang sudah penuh paket datanya setelah memaksa ibu membelikannya kemaren.
Beni tengah menuju pintu keluar saat ibu menangkap sekelebat bayangan Beni.
“ Alhamdulillah kamu sudah bangun. Tolong belikan tepung dan gula di warung pak Amir ya. Bahan ibu kurang dan ibu terburu – buru karena bu Widi akan segera datang mengambil pesanannya” pinta ibu kepada Beni.
“ Kenapa harus aku bu??? Aku sudah janjian sama teman – temanku dan mereka sudah menunggu. Suruh saja ayah yang pergi! Ujar Beni.

Raut muka ibu tampak sedih namun hanya terdiam sambil menatap ayah yang sedang membantu membungkus kue.
“ Biar ayah yang pergi ke warung bu “ ujar ayah kepada ibu yang sedang berjalan lesu.
Sementara itu di luar rumah Beni berjalan menuju tempat dia dan teman – temannya janjian. Saat melewati taman Mekar Sari, Beni berpapasan dengan seorang anak yang hampir seumuran dengannya. Anehnya anak itu terus melotot melihatnya.

Beni tidak menghiraukan dan terus berjalan hingga melihat pedagang bakso mangkal di depannya.
“Krruuuukkkk…” bunyi perut Beni nyaring setelah mencium aroma bakso yang hinggap di hidungnya.
“ Mas,,, bakso nya satu mangkok ya…. “ pinta beni kepada penjual bakso.

“ Siappp… sepuluh ribu ya…” jawab tukang bakso.
Beni menerima semangkok bakso yang mengepul. Ia menambahkan saus tomat, kecap dan 5 sendok cabe merah karena ia memang suka sekali makanan pedas. Namun tidak disangka baksonya terlalu pedas sehingga ia sampai berkeringat dan bibirnya menjadi merah.

Setelah menerima uang dari Beni, tukang bakso berlalu mendorong gerobaknya. Tinggallah Beni duduk seorang diri yang tengah kekenyangan karena terlalu banyak minum air untuk menghilangkan rasa terbakar di mulutnya.
Tidak lama teman – teman nya datang dan mereka main game online bersama – sama.
“ Aduuuhhhhh…  “ tiba – tiba Beni meringis kesakitan. Perutnya serasa berputar – putar dan tidak tahan untuk buang air besar. Beni berlari ke toilet umum secepat mungkin. Teman  - temannya tertawa melihat tingkah Beni.

“ UUhhhh… leganyaaaa “ ujar Beni setelah selesai buang air besar
Serta merta dia berlari kembali menuju teman – temannya karena tidak sabaran melanjutkan permainan.
“ Bruukkkk… Aduuuhhhh!!! “
Beni bertabrakan dengan anak yang tadi berpapasan dengannya.

Makanan anak itu tumpah mengotori baju Beni.
Beni sangat marah dan membentak anak itu.
“ Wooiiii… lu jalan pake mata ya!!!” bentak Beni
“ Ehhhh… lu hati – hati ngomong ya! Lu yang nabrak gue! “ balas anak itu dengan sengitnya

Berawal dari adu mulut hingga keduanya semakin panas dan saling memukul.

Entah darimana segerombolan anak jalanan datang dan ikut – ikutan memukul Beni. Bersenjatakan kayu dan batu mereka bersiap – siap menghajat Beni habis – habisan. Beruntung teman – teman Beni menyadari insiden itu dan berhamburan datang memberikan bantuan. Terjadi tawuran antar kelompok remaja itu.

Melihat kejadian itu para pejalan kaki histeris dan berteriak meminta bantuan. Tidak lama kemudian satpol PP datang dan melerai tawuran itu. Malang bagi Beni dan lawannya yang tidak sempat melarikan diri karena tidak mau dilerai oleh teman – temannya yang mengingatkan untuk segera kabur. Mereka berdua dibawa oleh para satpol PP untuk diamankan.

Berita perkelahian ini sampai ke pihak sekolah dan Beni yang seminggu lagi akan ujian akhir sekolah dikeluarkan dari sekolah. Penyesalan bagi Beni karena di saat teman – temannya segera merayakan kelulusan namun dia malah tidak diizinkan lagi bersekolah di sana.

Berbagai usaha dilakukan oleh kedua orang tuanya agar Beni bisa mendapatkan sekolah baru sebelum ujian akhir dilaksanakan. Meski sudah berusaha memohon bantuan kepada kenalan mereka tapi tidak ada yang bisa membantu.
“ Mungkin tahun ini kamu tidak akan bisa lulus seperti teman – teman mu. Ayah dan ibu sudah berusaha “ ujar ayah yang tertunduk dalam di kursi depan. Sementara ibu terduduk lemas tak berdaya sambil meneteskan air mata.

Seketika Beni melihat keduanya bertambah renta. Entah kenapa baru kali ini dia menyadari kulit ayahnya yang terbakar legam oleh matahari, tulang pipinya yang keriput serta rambut yang sudah memutih, panjang dan tidak terurus. Sementara di sisi lainnya ibu yang yang setiap hari berjalan keliling kampung badannya sudah membungkuk dan semakin rapuh. Air mata mengalir tanpa henti dari kedua pelupuk mata Beni.

“ Ayah,,, Ibuuu,,, aku pasti akan lulus sekolah. Meski tidak di tahun ini, tahu depan pun tidak mengapa. Andai ayah dan ibu memberi maaf untukku aku akan sangat bersyukur. Bila tidak pun, maka aku berjanji suatu hari nanti aku akan mendapatkan maaf dan restu dari ayah dan ibu “ ujar Beni dengan terbata – bata

“ Mulai sekarang, aku akan membatu ayah dan ibu “ sambung Beni dengan berurai air mata

Tamat      -

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun