Mohon tunggu...
Fahmi Ramadhan Firdaus
Fahmi Ramadhan Firdaus Mohon Tunggu... -

Constitutional Law Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemberantasan Korupsi di Tahun 2017

31 Desember 2017   12:45 Diperbarui: 31 Desember 2017   13:31 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : tempo.com

Jember - Pemberantasan Korupsi di Indonesia masih menemui tantangan yang tidak mudah, selain keterbatasan peran KPK dalam melakukan peran pencegahan dan penindakan. Perlawanan balik dari para Koruptor semakin inovatif dan menyulitkan.

Di tahun 2017 ada fase-fase kritis yang sebenarnya tidak hanya dialami KPK namun juga gerakan pemberantasan korupsi, kita bisa melihat dari mekanisme Pansus Hak Angket KPK dimana ini merupakan suatu aksi-reaksi. Ketika KPK menyasar episentrum korupsi maka menimbulkan suatu reaksi perlawanan.  Pansus merupakan penyerangan secara politik yang dilakukan parlemen adapun upaya penyerangan secara hukum dengan kriminalisasi pimpinan KPK dan yang paling ekstrim adalah penyerangan fisik yang dialami oleh Novel Baswedan.

Mungkin di tahun 2018 ekskalasinya bisa naik, yang menjadi faktor antara lain ketiadaan dukungan politik terhadap KPK, bisa kita lihat dalam kasus Pansus angket yang sebenarnya partai-partai pendukung pemerintah yang harusnya bisa dikendalikan oleh pemerintah sendiri namun berbalik menyerang KPK, dalam konteks ini arahan Presiden tidak terlalu diperhatikan oleh partai-partai pendukungnya.

Dari segi penetapan tersangka, ada beberapa hal yang berbeda dari tahun sebelumnya  dimana ada pemetaan yang jelas. Yang pertama adalah banyaknya kepala daerah atau pejabat daerah yang terkena OTT, tercatat ada 11 kepala daerah yang ditangkap. Kemudian aparat penegak hukum di daerah yang banyak menjadi sasaran OTT.

Posisi Presiden

Sepanjang 3 tahun terakhir, pertama yang kita lihat Pak Jokowi sangat konsen terhadap pembangunan atau lebih ke develop metalismdimana pembangunan diutamakan, politik jangan gaduh, upaya hukum jangan diganggu namun lebih ke upaya pembangunan cepat selesai dan berjalan. Namun ketika masuk ke pemberantasan korupsi presiden biasa-biasa saja justru menerbitkan aturan dimana tidak ada kriminalisasi terhadap kepala daerah yang menjalankan tugas, mengutamakan pembangunan ketimbang proses hukum.

Itu yang menjadi ukuran bahwa presiden masih memprioritaskan pembangunan. Padahal agenda pemberantasan korupsi merupakan hal yang penting, tersirat dalam Nawacita poin ke 2 dan 4 yang berbungi Pemerintahan yang transparan serta akuntabel dan penegakan hukum, 2 poin ini masih belum terlihat dalam aksi, namun dalam statement presiden ada banyak yang diucapkan presiden dalam berbagai kesempatan.

Ada 2 lembaga yang menjadi wajah presiden dalam anti korupsi, ada Jaksa Agung dan Kapolri. Kita lihat Jaksa Agung selama menjabat ada 7 bawahannya yang tertangkap karena korupsi, Kepolisian sepanjang 2017 sibuk dengan urusan SARA dan tidak sibuk dalam agenda pemberantasan korupsi.

Presiden terkesan biasa saja, terlihat dalam kasus Pansus Angket dia tidak menyatakan secara tegas menolak atau mendukung.

Pemberantasan Korupsi di tahun Politik

2018 merupakan tahun elektoral, kita mempunyai kesempatan untuk memilih politisi-politisi yang bersih dan berintegritas. Mengapa kepala daerah banyak yang terkena OTT? Kembali kepada mahalnya biaya politik, butuh campur tangan pemerintah sebagai eksekutif, partai politik dan penegak hukum untuk mengatasi biaya politik  mahal. Pemerintah dapat mengambil peran dalam upaya pencegahan korupsi dengan melakukan mekanisme pengawasan yang ada dalam tanggung jawab presiden.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun