Mohon tunggu...
Fadli Firas
Fadli Firas Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Sang Penjelajah

email: rakhmad.fadli@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Honeymoon Keliling ASEAN ala Backpacker (9): Sensasi 'Horor' Menembus Laos

25 Maret 2016   10:15 Diperbarui: 25 Maret 2016   15:02 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Warung kelontong di pinggir jalan"]

[/caption]Selain itu, perbedaan yang kami rasakan ketika memasuki Laos adalah pada mata uangnya. Sementara bahasa dan aksara, meski berbeda dengan negara sebelumnya, tetap tidak membantu, masih bertulisan keriting. Kebudayaan dan arsitektur bangunan seperti kuil perbedaannya tidak begitu mencolok. 

Soal karakter manusianya Laos masih sedikit tertinggal. Berbeda dengan orang Thailand yang lebih teratur dan bersih. Hal ini kami rasakan selama berada di Thailand seperti mulai dari keramahan tukang ojek hingga ketertiban pengemudi kendaraan.

Tuk-tuk telah menanti di depan kantor imigrasi. Kami dan pasangan backpacker Ukraina akan menuju ke tempat yang sama. Ongkos ke kota dibanderol 80 ribu Kip (setara Rp. 100 ribu) untuk satu kali trip. Karena jumlah kami berempat harganya menjadi lebih murah, 20 ribu Kip per orang. Malam semakin larut. Kami masih meraba-raba seperti apa bentuk kota di Huay Xai ini.

Sepuluh menit kemudian tuk-tuk tiba di Kota Huay Xai. Kotanya mungil sekali. Namun dikemas untuk turis sehingga terlihat lebih ramah. Ragam penginapan mudah ditemukan di sini. Berbagai kafe dan bar sederhana juga memenuhi di sepanjang kedua sisi jalan. 

Berbagai kebutuhan untuk wisatawan tersedia lengkap di sini seperti tempat penukaran uang dan agen tiket bis. Semuanya serba sederhana, tidak semewah di Thailand. Maski begitu tetap menarik untuk dinikmati. Kota ini terkesan sepi dan sedikit romantis.

Kami menginap semalam di sini. Tarif penginapan 80 ribu Kip per malam. Usai meletakkan ransel ke dalam kamar, kami jalan-jalan sejenak melihat suasana di luar. Sepi sekali. Sesekali tampak turis atau warga setempat melintas. Beberapa warung tampak masih menjajakan dagangannya, banyak penjaja buah-buahan di sini. 

Kota ini di batasi oleh Sungai Mekong di salah satu sisinya. Cahaya lampu kuning jalan terlihat benderang. Para turis yang umumnya bule kulit putih lebih memilih duduk-duduk di dalam kafe dan bar mungil. Kami kembali ke hostel. Mengistirahatkan tubuh untuk penjelajahan selanjutnya, melihat rona kota ini di bawah sinar mentari esok hari.

Mentari pertama di Huay Xai

Mentari pertama di Laos seakan menyambut kedatangan kami dengan rona ceria. Pagi ini cerah sekali. Musim dingin di belahan bumi utara belum usai. Hawa dinginnya masih terasa menusuk. Hostel tempat kami menginap ini terdapat kafe dengan konsep ruang terbuka di terasnya. Kami memesan teh manis hangat seharga 5 ribu Kip.

Pagi ini Kota Huay Xai terlihat lebih hidup. Para turis tampak berlalu – lalang. Angkutan umum yang di negara ini juga disebut tuk-tuk tampak memarkirkan kendaraannya di beberapa titik, menanti penumpang. Kafe – kafe kecil nan unik sudah menampakkan aktifitasnya. Rata-rata mereka menjajakan sandwich. 

Tumpukan roti bantal sebesar labu berbentuk peluru terpajang di hampir di semua restoran. Kami menuju money changer untuk menukar uang yang tersisa. Juga mendatangi ATM yang terletak di depan sebuah bank untuk melengkapi kebutuhan selama di negara yang mengibarkan bendera komunis ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun