Mohon tunggu...
GoneGone
GoneGone Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tukang Ketik

Menulis, Membaca, Berpetualang dan Bercinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Langit Tanpa Matahari

1 Februari 2023   15:45 Diperbarui: 1 Februari 2023   15:52 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Siapa yang tak mengenal langit? Seluruh makhluk di bumi ini pastilah teramat akrab dengan nama itu. Ia yang bila kulihat, hanya sebuah bentangan luas tak berujung dan tak berbatas. Ia akan menampakkan warna biru di siang hari dan hitam di malam hari. Namun, Langitku amatlah berbeda. Langitku hanya mengenal langit yang gelap. Langitku hidup tanpa matahari.

Di suatu pagi yang teramat cerah, Langit menciumku seperti pagi-pagi sebelumnya. Dia menengadah ke luar jendela kamar, tersenyum lembut sambil sesekali menatapku, lalu kembali melihat langit biru bergantian. 

Langit sering mengeluh padaku, bahwa jauh di dalam hatinya, dia ingin merasakan hangat dan panasnya matahari. Tapi itu mustahil. Karena jika dia memaksakan keinginannya, dalam waktu cepat dia akan segera merasakan sakit, dan mati.

"Matahari adalah kematian!" ungkapnya, setelah puas memerhatikan biru langit dan menutup gordeng jendela kamarnya. 

Sebenarnya, Langitku masih bisa menikmati langit meski tanpa matahari. Langit di malam hari justru terlihat lebih menjajikan keindahan. Langit bisa leluasa menghirup udara malam, menyaksikan purnama atau sabit, menghitung bintang-bintang atau menebak rasi, membedakan Mars dan Merkurius, menunggu meteor jatuh lalu membuat permohonan kecil. 

Dia bangun di awal senja, mandi dan berdandan seperti perempuan normal lainnya yang hendak beraktivitas di pagi hari. Aku tak pernah lupa memberinya pujian, ketika gadis itu mulai lincah memainkan alat make up-nya di depan cermin. Langitku sangat cantik.

*

Malam itu, Langit kembali melihat bintang jatuh. Dia pun cepat memejamkan matanya dan merapal doa dalam hati.

"Kamu membuat permohonan lagi?" tanya Noah, temannya sejak kecil. Dia sering mengunjungi Langit nyaris setiap hari. Mengajaknya jalan-jalan, ke tempat-tempat yang tak banyak Langit ketahui.

"Tentu." Langit menjawab pelan. Dia menekuk wajahnya, memandangku.

"Apa permohonanmu kali ini?" Pertanyaan Noah sama dengan apa yang ingin kutanyakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun