Di sebuah desa yang tenang, suara ketukan palu bercampur dengan aroma khas kayu pinus memenuhi udara.Â
Hariono, seorang perajin sekaligus pengusaha, merajut mimpi yang telah membawanya melampaui batas-batas desa, bahkan hingga ke dapur rumah tangga di berbagai penjuru Indonesia.Â
Darii sebuah bengkel sederhana berlantai semen di pinggir desa, aroma khas kayu pinus berpadu dengan suara mesin potong yang menderu. Di balik meja kerja yang penuh serbuk kayu, Hariono, 40-an tahun, tersenyum sambil menghaluskan selembar talenan.
Pagi di Bengkel Kayu
Pagi itu, matahari baru saja menembus celah atap seng bengkel sederhana milik Hariono. Beberapa pekerja muda terlihat sudah sibuk memegang amplas, memotong papan kayu, dan menata tumpukan talenan yang baru saja kering.Â
Sedangkan di sudut ruangan, tumpukan kayu pinus berdiri tegak, menunggu giliran untuk diolah.
"Kalau yang ini talenan standar, sehari bisa 500 buah. Tapi kalau ukuran jumbo, paling 300," ujar Hariono sambil tersenyum, tangannya menunjuk ke arah tumpukan yang rapi.Â
Di balik senyum itu tersimpan perjalanan panjang, dari perantauan belasan tahun hingga menemukan jalan pulang melalui kayu dan peralatan dapur.
Dari Malaysia ke Meja Dapur
"Pasarnya sepi, jadi saya ganti haluan ke alat dapur. Ternyata jalannya ada di sini." --- Hariono