Mohon tunggu...
Muhammad FachrulHudallah
Muhammad FachrulHudallah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

"Jika Aku bukan anak Raja, Penguasa, Bangsawan, dan dari kalangan Priyayi, Aku hanya dapat mengenalkan diriku melalui gagasan karyaku"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku, Dia, dan Puncak

19 Juli 2020   20:12 Diperbarui: 19 Juli 2020   20:21 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masing-masing dari kita, biasanya minta berhenti. Bukan karena nyerah, tetapi hanya istirahat untuk melanjutkan perjalanan berikutnya. Kita susuri perjalanan itu dengan kebahagiaan, iya memang kita pemuda yang membutuhkan itu

Aku memperhatikannya, dan begitupun dia. Kita saling perhatian satu sama lain untuk menunjukkan keromantisan kita.

Sesampainya di puncak, aku mendirikan tenda. Tetapi tidak hanya punyaku, punya dia juga aku dirikan. Tenda kita harus berdiri sama-sama. Ada alasan kenapa kita tidak bisa satu tenda, iya karena di puncak susah mengendalikan nafsu. Soalnya harus melawan kedinginan itu. Makanya, kita harus terpisah. Apalagi belum muhrim.

Selesai tendanya didirikan, aku buatkan kopi untuknya. Dia suka kopi susu di bandingkan kopi hitam. Aku juga begitu. 

Selesai kopinya sudah di buat, aku panggil dia untuk keluar dan melihat bintang sama-sama.            

Dia keluar dengan muka pucat. Bukan karena sakit, tetapi memang di puncak serasa kedinginan itu mencekam masuk ke pori-pori. Aku sodorkan kopi yang telah ku buat dan memintanya untuk duduk bersamaku. Aku gelar tikar panjang untuk dapat duduk bersamanya. Aku duduk dan dia bersandar di pundakku.


Wah, bukannya aku pamer. Tetapi serasa nyaman kepalanya bersandar di pundakku. Apalagi tangan kirinya memegang tangan kananku. Aduh, mulus sekali tangannya. Memang, aku gugup.

"Kamu cinta ndak sama aku?" dia tiba-tiba berkata seperti itu dengan wajah memelas.

Wah aku langsung jawab iya. Aku tak peduli terkait jual mahal ataupun murah. Apapun yang ada diperasaanku langsung aku ungkapkan.

Dia tidak berbicara lagi dan aku terdiam. Kita melihat bintang. Tiba-tiba ada salah satu bintang yang jatuh. Konon katanya, adanya bintang jatuh itu biasanya semua permintaan di turuti. Iya, memang katanya.

"Wah ada bintang jatuh, mas. Aku harap kita selalu sama-sama ya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun