Mohon tunggu...
Muhammad FachrulHudallah
Muhammad FachrulHudallah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

"Jika Aku bukan anak Raja, Penguasa, Bangsawan, dan dari kalangan Priyayi, Aku hanya dapat mengenalkan diriku melalui gagasan karyaku"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku, Dia, dan Puncak

19 Juli 2020   20:12 Diperbarui: 19 Juli 2020   20:21 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Matari telah hampir tenggelam. Bukan karena takut, memang sudah saatnya. Aku teringat janjiku pada kekasihku. Wanita bertubuh seperti gitar berbentuk delapan dan kulit mulus. Mungkin, jika lalat menggigitnya, tidak akan bisa karena terlalu mulus dan licin. Bisa-bisa, lalat terjatuh sebelum menggigit.

Diriku teringat janjiku, janji untuk pergi berdua ke puncak. Puncak itu sangat memukau di Kudus, namanya adalah puncak Songolikur atau biasa di sebut Saptorenggo.

Tas sudah diriku persiapkan yang isinya dua tenda, dua sleeping bag, kompor lapangan, kopi, mie, dan peralatan lainnya. Memang, aku persiapkan untuk dia sebagai hadiah ulang tahunnya di umurnya yang ke-19 tahun.

Segera ku persiapkan motor kesayanganku, astrea 1996 untuk menjemputnya. Memang termasuk motor klasik, tetapi aku berani bertaruh dengan kualitas mesinnya. Motor astreaku dan aku bebarengan mengunjungi perempuan pujaanku yang sedang ulang tahun yang ke-19 tahun pada tanggal 19 Juni 2020 itu.

Niatku dari rumah hanya satu, menikmati bintang di awan dan melihat indahnya lampu-lampu kota dari puncak. Semua suasana itu harus butuh perjuangan, iya seperti perjuanganku untuk mendapatkannya dulu.

Dia sudah menunggu di depan rumah. Dia tampak mempesona. Kekasihku memakai sandal gunung, jaket, dan tas gunung. Dari penampilannya tampak sudah benar-benar niat untuk muncak bersamaku. Mimik mukanya juga terlihat bahagia tanpa adanya kekecewaan atau kesengsaraan. 

Diriku menyuruhnya langsung naik ke atas motor. Rumahnya dekat juga dengan punyaku. Kira-kira kita berjarak hanya beberapa kilo meter. Rumahnya di desa Prambatan, sedangkan rumahku di desa Jagalan.

Kita menyusuri jalan dari mulai desa Gribig sampai dengan desa Semliro. Iya, desa yang tampak hening dan terkenal kopi gunung murianya. Motorku mendukung perjalananku. Buktinya, dia tidak marah ketika aku boncengan kekasihku. Marahnya motorku, biasanya macet.

Aku akhirnya sampai di parkiran motor puncak Songolikur. Iya, bersamanya dan motorku. Tetapi untuk naik gunung, terpaksa aku meninggalkan motor kesayanganku.

Aku dan kekasihku mulai menaiki gunung dengan kaki. Kita menyusuri jalan yang tampak indah. Aku sudah menyiapkan senter untuk menyoroti ketika malam. Yang namanya gunung, pasti minim pencahayaan. Mungkin, bisa jadi tidak ada malah.

Aku memutar music box yang ada di tas. Biasa, genre kesukaan kita pop sehingga itu yang kita putar. Di sisi lain, kita juga ngobrol hangat untuk menepis kedinginan malam itu. Iya, malam. Soalnya perjalanan dari sore dan naik ke gunung pasti sudah malam hari.

Masing-masing dari kita, biasanya minta berhenti. Bukan karena nyerah, tetapi hanya istirahat untuk melanjutkan perjalanan berikutnya. Kita susuri perjalanan itu dengan kebahagiaan, iya memang kita pemuda yang membutuhkan itu

Aku memperhatikannya, dan begitupun dia. Kita saling perhatian satu sama lain untuk menunjukkan keromantisan kita.

Sesampainya di puncak, aku mendirikan tenda. Tetapi tidak hanya punyaku, punya dia juga aku dirikan. Tenda kita harus berdiri sama-sama. Ada alasan kenapa kita tidak bisa satu tenda, iya karena di puncak susah mengendalikan nafsu. Soalnya harus melawan kedinginan itu. Makanya, kita harus terpisah. Apalagi belum muhrim.

Selesai tendanya didirikan, aku buatkan kopi untuknya. Dia suka kopi susu di bandingkan kopi hitam. Aku juga begitu. 

Selesai kopinya sudah di buat, aku panggil dia untuk keluar dan melihat bintang sama-sama.            

Dia keluar dengan muka pucat. Bukan karena sakit, tetapi memang di puncak serasa kedinginan itu mencekam masuk ke pori-pori. Aku sodorkan kopi yang telah ku buat dan memintanya untuk duduk bersamaku. Aku gelar tikar panjang untuk dapat duduk bersamanya. Aku duduk dan dia bersandar di pundakku.

Wah, bukannya aku pamer. Tetapi serasa nyaman kepalanya bersandar di pundakku. Apalagi tangan kirinya memegang tangan kananku. Aduh, mulus sekali tangannya. Memang, aku gugup.

"Kamu cinta ndak sama aku?" dia tiba-tiba berkata seperti itu dengan wajah memelas.

Wah aku langsung jawab iya. Aku tak peduli terkait jual mahal ataupun murah. Apapun yang ada diperasaanku langsung aku ungkapkan.

Dia tidak berbicara lagi dan aku terdiam. Kita melihat bintang. Tiba-tiba ada salah satu bintang yang jatuh. Konon katanya, adanya bintang jatuh itu biasanya semua permintaan di turuti. Iya, memang katanya.

"Wah ada bintang jatuh, mas. Aku harap kita selalu sama-sama ya."

Dia tiba-tiba menangis dan memelukku. Suasana itu sungguh mencekamkan. Bukannya keadaan sekitar, tetapi keagresifannya dia yang bisa membuatku nafsu. Iya, aku harus menjaga nafsu dan pikiran kotorku itu.

Kita menikmati malam hingga dia tertidur di pundakku. Setelah dia pulas, aku antarkan dirinya ke tendanya. Tetapi di saat aku sampai di tendanya, pikiranku aneh-aneh.

Aku harus bertarung dengan nafsuku. Pertarungan sengit akhirnya akal sehatku yang memenangkannya. Aku langsung bergegas masuk ke tendaku dan membuat tulisan di kertas HVS. Aku tuliskan kata 'selamat ulang tahun sayangku yang ke-19.'

Aku antarkanlah tulisan itu padanya agar dapat dilihatnya esok. Aku kembali tidur di tendaku, tenda milikku sendiri. Aku tidur.

Tiba-tiba ada dia di tendaku. Iya, aku sadar melihatnya walaupun sedikit ngantuk. Dia memelukku dan mencium keningku untuk sekedar mengucapkan, "makasih, sayang."

Dia langsung kembali pulang ke tendanya dengan berpamitan padaku. Aku melanjutkan mimpiku.

Tidak kerasa malam serasa berlalu. Paginya aku tanya padanya, "Yang, kamu semalam nyium sama meluk aku ya?"

"Iya, bener. Makasih ucapan dan hadiah romantisnya ya," ucapan pacarku itu mencekamku. Serasa kaget. Tetapi, aku rasa itu mimpi. Walaupun terlihat sadar, menurutku mimpi.

Ciumannya tidak berasa, begitu pula pelukannya.

Selesai kita foto-foto, kemudian langsung bergegas pulang ke parkiran. Memang ke parkiran, tetapi setelah itu aku antarkan dia dan tetap saja aku kembali ke rumahku di desa Jagalan.

Dia ngechat aku dengan kata-kata, "Makasih ya, sayang, atas ucapan ulang tahunnya. Mungkin aku bersyukur karena selalu bersamamu terus. Kita sudah dua tahun. Semoga kita langgeng terus ya!"

Aku bergembira karena itu hadiah terhebat menurutnya. Aku tidak membalasnya dan kemudian tidur karena capek. Mungkin, bisa ku balas ketika bangun nanti. Aku bahagia memilikinya. Iya, bahagiaku untuk selamanya. Harapanku satu, selalu bersamanya. Iya, dia kekasih terpuja bagiku! Bagiku seorang! Bukan bagimu dan bagi kalian!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun