Mohon tunggu...
Franklin Towoliu
Franklin Towoliu Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang pemerhati masalah kehidupan

Penulis,fiksi,komik,freejournalist,perupa dan aktifis teater

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Ekspedisi Ventira, Negeri yang Hilang (20)

7 Mei 2020   01:04 Diperbarui: 7 Mei 2020   00:54 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
cerita/ilustrasi: Franklin Towoliu

 Dalam ketenangannya ia bisa melihat goresan bekas luka agak lebar di pipi kanan pria tersebut dan nyaris melukai matanya. Dalam ketenangan pula ia bisa mengetahui bahwa pria itu mengalami cacat pendengaran karena mengabaikan suara kaleng susu yang jatuh nyaris di kakinya ketika seeokor burung gagak hitam entah kepanasan atau apa, tiba-tiba menyerbu ke dalam warung makan ini lalu menciptakan kegaduhan kecil.  Ia rebut dengan pemilik warung yang berusaha mengusirnya keluar dengan gagang sapu.

 Setelah burung berhasil dihalau keluar dari warung makan, Rainy kembali duduk di tempatnya. Ia kembali merasa sepasang mata lelaki itu masih mengawasinya. Anehnya, meski ada keributan kecil disampingnya tadi, pria ini seperti tak terpengaruh. Ia hanya mngelak dan menoleh sedikit lalu kembali focus menatap Rainy tanpa berkedip. 

 Bahkan rupanya, Baim dan Burhan juga sangat memperhatikan ulah pria itu sejak tadi. Secara diam-diam mereka mengambil sikap waspada apalagi melihat perilaku aneh dari pria itu. Burhan berpikir ia dapat melompat dan menghajar pria itu kalau berani macam-macam pada Rainy. Apalagi, sejak bertemu tadi malam ia selalu merasa ada getaran di hatinya ketika  berpapasan mata dengan Rainy. Bisa jadi dengan membela Rainy menjadi suatu kesempatan baginya untuk menumbuhkan simpati di hati Rainy untuknya.

 Lain Burhan lain pula Baim. Ia tak perduli soal mencari simpati atau mencari muka. Baginya Rainy adalah rekan dan mitra sekaligus pimpinan yang terlalu baik dan lemah lembut. Ia punya kewajiban menjaga serta membela Rainy yang disebutnya manusia satu diantara seribu.

 Kembali ke Rainy yang kali ini terlihat semakin waspada. Kakinya yang terlatih dan cekatan perlahan bergeser keluar dari bawah meja dan mulai memutar arah duduk jadi agak menyamping dari meja. Tangannya yang tadi memegang buku kini tertelungkup di atas meja dan atas sandaran kuri.  Dengan begitu ketika ia berdiri mendadak, ia tidak akan mejatuhkan meja atau kursi.

 Kepalanya agak menunduk ke rah buku yang sudah ia letakkan, konsentrasinya bisa melhat gerakan pria besar itu yang berdiri dengan pelan. Bahkan kaki pria itu mulai bergeser pelan kea rah Rainy. Di balik telapak tangannya Rainy dapat melihat jelas sebuah bekas luka yang besar dan jahitan seperti halnya di pipinya.


 Perasaan tenang mendadak berubah menegangkan. Burhan terlihat bersiap. Juga Baim. Dengan perlahan kaki mereka bergerak walau dalam posisi duduk. Indra pendengaran Rainy yang terlatih dapat menangkap semua gerakan-gerakan halus itu. Juga ketika pria itu sudah berdiri sekitar satu meter dari samping meja dengan tangan yang terangkat dan menjulur kearah tubuh Rainy yang terbalut T-Shirt casual.

 "Awas...!" teriak Burhan dan Baim sama-sama sambil berdiri.  Daniel dan yang lain segera menoleh terkejut. Namun belum lagi jari-jemari besar dan kasar pria itu menyentuh tubuh Rainy, tiba-tiba.. "Bughh!!" sebuah tendangan Yoko Geri Keage dari kaki Rainy yang gemulai mendarat telak di dada pria itu. Ia terhuyung beberapa meter ke belakang dan membentur dinding. Bruukkk!  Sebuah rak kayu kecil tempat menaruh buah kelapa langsung patah terseruduk tubuh banteng pria besar itu. 

 "Haaa'i!! Yoko Geri Keage!! Kamu sudah melakukannya. Maaf aku kalah cepat," tegas Burhan yang langsung membungkuk kearah Rainy. Ia terkejut karena sebagai seorang yang pernah berlatih bela diri, ia menganggap gerakan Rainy sangat cepat. Bahkan sebelum ia berteriak. Awas, tadi. Yoko Geri Keage adalah tendangan  menyamping dari sisi tubuh dengan badan agak direbahkan ke belakang.  Itu nama tendangan yang digunakan Rainy tadi. 

 Burhan juga mengetahui bahwa tendangan itu kurang di isi tenaga oleh Rainy. Hanya sekedar mengancam sekaligus mendorong tubuh pengancam agar menjauh dan kemudian mengambil ruang untuk bersiap. Intinya, ketika lawan kembali Rainy sudah memiliki ruang serta kuda-kuda. Pria itu jatuh karena keterkejutan dan ketidaksiapan kakinya. Pria besar itu bukan seorang petarung. Ia hanya orang biasa.

 "Yaaaa, kamu curang. Berantem sendirian tak ajak-ajak aku," rengek Raiva manja dan sudah berdiri di samping Rainy dengan kuda-kuda.  Raiva sekelas dengan Rainy waktu latihan karate semasa SMA dulu. Ia pemegang sabuk Ungu dan sudah sering ikut turnamen, biarpun kadang-kadang gayanya nampak cengeng. (Bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun