Mohon tunggu...
Franklin Towoliu
Franklin Towoliu Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang pemerhati masalah kehidupan

Penulis,fiksi,komik,freejournalist,perupa dan aktifis teater

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Rindu Gelombang

22 April 2020   01:02 Diperbarui: 22 April 2020   04:02 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kumpulan Skrip Sajak Hati; Presiden Republik Sunyi; F. Elang Pratapa Towoliu

Rindu Gelombang

Rindu... Pada gelombang dan pecahnya air...

Menghantam angkuhnya cadas di bibir pantai... 

Mengusir sampah-sampah kecil yang mencoba mengusik indahnya...

Sedang yang lain memburu di belakang...

Berlarian di atas biru -- karena ke sana lebih  biru lagi

 

Rindu aku pada gelombang... 

Pada derai rintik waktu langit tangisi kita...

Dan sunyi kita kemudian berujud doa putih... 

Menatap lembar-lembar ketapang yang jatuh...tertiup angin malas...

Atau pada pasir yang berbaur kerontang ranting  tanpa nyawa...

Di depan pelupuk, mata langit pamit ke bawah horizontal...

Katanya; sebentar lagi saga pulang-mari kita beri makna pada gelap

 

 

Rindu aku pada gelombang...  

Pada derai tawa mu yang mampir di garis pantai...

Waktu ingin kita terwujud dalam doa putih-ketika langit tangisi kita...

Hingga datang gelombang lain menyapu cerita kita pada laut...

Gelombang ketakutan, gelombang kekacauan atau mungkin gelombang kematian... 

Hingga gelombang kita bergulung kembali, pulang pada sunyi...

Mari sayangku...

Di negeri sunyi inilah tempat mu... 

tempat kita... 

Pada bibir penuh milik sang kekasih bernama Damai...

Lalu sunyi mu dan sunyi ku menjadi sepi... dilibas gelombang baru yang datang dari negeri balik tirai bambu...

Mencabik dan menjatuhkan angkuhnya peradaban besi ini...

 

Rindu aku pada gelombang ... 

Waktu aku merengkuh jemarimu lalu berlari di atas biru... saat itu, 

Kita tak takutkan luka... tak takutkan sakit...

Sedang di tepian negeri orang menonton keindahan kita- kata mereka...

Lihat sepasang kekasih... Ia (aku) dan kekasihnya (kehidupan damainya)...

Mereka tak berbatas tembok atau samudera...

Tapi mereka memijaki langit...

Berjalan di atas keinginan yang barusan dilibas gelombang dari Wuhan..

Pernahkah aku bilang engkau salah..?

Tidak... kita harus jalani rentang ini, lantaran di ujung rentang lain ada cahaya menanti kita...

Rindu aku pada gelombang...

Pada bangunan sepi yang kita gambar di atas pasir...

Lalu kata mu di telingaku_seperti guruh yang menghempas angkuhku...

Ssstt... Tuhan menontoni kita, bisikmu seperti sepasang manusia Eden yang sembunyi dari tuannya... karena salah? Atau karena dosa?Maka biarkanlah gelombang palsu itu berceloteh,,, 

Retorikanya adalah khotbah palsu yang menyurutkan taqwa kita... jangan takut!

 

Rindu aku pada gelombang...

Pada damainya yang tak terbeli... waktu aku, kekasihku dan kekasih kecilku berbaring...

menatap peluh di dahi mentari yang lelah setelah seharian berjalan,                                        lalu pulang pada sepi ...

 

(Mdo@Dari:NegeriSunyi//Untuk:KedamaianSebelumCovid@By@Franklin'T-CreativeWords/2020@

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun