Mohon tunggu...
EVRIDUS MANGUNG
EVRIDUS MANGUNG Mohon Tunggu... GURU - PENCARI MAKNA

Berjalan terus karena masih diijinkan untuk hidup. Sambil mengambil makna dari setiap cerita. Bisikkan padaku bila ada kata yang salah dalam perjalanan ini. Tetapi adakah kata yang salah? Ataukah pikiran kita yang membuat kata jadi serba salah?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tari Caci: Warisan Manggarai yang Mengajarkan Kita Arti Luka, Harga Diri, dan Pelukan

4 Juli 2025   08:16 Diperbarui: 8 Juli 2025   14:17 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tarian Adat Caci, Manggarai, Pulau Flores, NTT.  (KOMPAS.COM / MUHAMMAD IRZAL ADIAKURNIA)

Tari caci: simbol heroisme dari Manggarai (Tirto)
Tari caci: simbol heroisme dari Manggarai (Tirto)

Dua pria berhadapan. Satu memegang cambuk panjang - Larik. Satu lagi menenteng perisai - Nggiling/Toda. Mereka saling mencambuk, tapi hanya sampai batas tertentu: di atas pinggang, untuk menghindari luka serius. Semua diiringi gong dan syair seperti nyanyian yang menyatukan denyut kemenangan dan kehati-hatian.

Bukan kekerasan. Ini adalah cara menguji nyali. Mengirim pesan: "Aku mampu menanggung, tapi aku juga menghormati."

Dan akhirnya, mereka berpelukan. Tepuk di bahu, senyum, dan pelukan hangat. Sebuah transfer harga diri dari lawan ke diri sendiri, dari ego ke kesadaran bersama.

Tendangan Irama: Musik dan Atmosfer Festival

Bayangkan kamu duduk di lapangan itu. Tapi saya tidak perlu membayangkan karena saya ada di sana. Angin sore menusuk perlahan. Bau rumput kering tercium samar. Gong memanggil. Pukulan cambuk menyambar udara. Sorak orang-orang. Kadang tawa ringan. Kadang hening yang terlalu penuh.

Pemukul gong dan gendang tari caci (Getlost)
Pemukul gong dan gendang tari caci (Getlost)

Saya benar-benar merasakan dua jenjang emosional sekaligus: ketegangan dan ketenangan.

Saya melihat dan merasakan sendiri bahwa Caci hidup bukan hanya karena warga Manggarai menjaganya, tapi juga karena adanya ruang-ruang yang merayakan warisan budaya dalam berbagai bentuk, baik dalam upacara adat maupun dalam kegiatan yang mengusung semangat Festival Kebudayaan Indonesia. 

Di momen itu, saya tidak hanya menjadi penonton. Saya merasa menjadi bagian dari denyut yang lebih besar.

Kenapa Caci Masih Hidup?

Saya lalu bertanya-tanya, bagaimana mungkin sesuatu yang tampak "kuno" seperti ini masih bertahan di tengah dunia yang makin digital dan instan?

Jawabannya ternyata tidak sesederhana "karena ini tradisi". Caci bertahan bukan karena ia eksotik, tapi karena ia dibutuhkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun