Aku masih ingat betul pagi itu. Udara belum sepenuhnya hangat ketika notifikasi muncul:
Gaji bulan ini sudah ditransfer.
Itu adalah gaji pertamaku. Tak banyak, tapi cukup membuatku duduk diam sejenak dan berpikir panjang.
Kebanyakan teman merayakan gaji pertama dengan traktiran, barang idaman, atau staycation dadakan. Aku juga sempat tergoda. Rasanya ingin membeli sepatu yang sudah lama nangkring di keranjang belanja, atau mentraktir sahabat-sahabatku makan sushi sepuasnya. Tapi sebelum sempat mentransfer ke e-commerce atau membuka aplikasi ojek online, aku menelepon ayah. Satu kalimat darinya mengubah segalanya:
Kalau uang itu kamu belikan emas, 10 tahun lagi kamu akan berterima kasih pada dirimu sendiri.
Kilasan dari Sebuah Ketakutan
Kata-kata ayah membangkitkan ingatan lama. Tentang bagaimana ibu pernah menjual cincin pernikahannya agar dapur tetap ngebul. Tentang sahabatku, Dina, yang pernah kuceritakan di hari pertama kompetisi ini, menyesal karena tabungannya habis untuk biaya rumah sakit, dan investasinya di saham anjlok seketika.
Andai saja aku nabung emas dari dulu," katanya lirih. Matanya kosong menatap langit-langit.
Kalimat itu menghantamku pelan tapi dalam. Aku tak ingin menyesal seperti Dina. Dan aku tak ingin merasa kosong ketika gaji pertama datang hanya untuk lenyap tanpa jejak bermakna. Sebab yang aku inginkan bukan hanya selebrasi, tapi juga pijakan.
Langkah Awal di Pegadaian
Aku pun mulai mencari tahu. Pegadaian muncul di pencarianku dan bukan sekadar tempat gadai. Mereka kini punya layanan tabungan emas, bahkan dengan nominal yang sangat kecil. Hanya Rp5.000. Lebih murah dari segelas kopi kekinian.
Investasi emas digital tidak lagi eksklusif. Sekarang siapa pun bisa mulai dari nominal kecil, tanpa harus menunggu punya uang banyak dulu.
Hari itu, aku melangkah ke outlet Pegadaian. Petugasnya ramah dan sabar, menjelaskan semuanya hingga aku merasa seperti sedang bicara dengan teman lama. Tanganku sempat gemetar saat menyodorkan lembaran pertama untuk membeli emas seberat 1 gram.
Rasanya seperti sedang mengikat janji dengan diri sendiri. Satu gram emas itu bukan sekadar logam, tapi sebuah janji: janji untuk memulai, janji untuk bertahan, janji untuk melangkah pelan namun pasti.
Satu Gram yang Mengubah Segalanya
Sepuluh tahun sudah berlalu. Emas 1 gram itu masih kusimpan. Warnanya sama, bentuknya tak berubah, tapi nilainya naik hampir lima kali lipat. Tapi bukan nilainya yang paling kuingat. Melainkan keputusan kecil yang kubuat dengan penuh kesadaran.
Sejak saat itu, aku konsisten membeli emas kecil-kecilan setiap kali ada rezeki lebih. Tak banyak, tapi rutin. Dan kini, tabungan emasku bukan sekadar aset tapi ia adalah jejak perjalanan batin, rasa aman, dan pengingat bahwa aku pernah memilih percaya pada hal yang sederhana.
Generasi muda semakin sadar bahwa menabung emas bukan hanya soal keuntungan materi, tapi juga tentang membentuk kebiasaan finansial yang sehat.