Mohon tunggu...
Evha Uaga
Evha Uaga Mohon Tunggu... wiraswasta -

Wanita itu Tangguh. \r\n\r\nBelajar berjuang untuk Papua lewat tulisan. Jikapun dunia ini putih, biarkan aku tetap hitam

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Alasan Kenapa Saya, Orang Papua, Tidak Bisa Mendukung OPM

22 Januari 2015   01:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:38 821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1421838925152604601

Tadi siang, ketika saya tiba di kampus untuk bimbingan pembuatan tesis saya, salah seorang teman saya yang saya ketahui sering membaca tulisan saya di Kompasiana (karena sering saya share dalam halaman jejaring sosial milik saya) bertanya kepada saya “Fa, kamu orang Papua, kenapa kamu tidak mendukung OPM?, bukannya mereka adalah saudara-saudaramu juga?”. Saya pun terdiam mendengar pertanyaan ini. Pertanyaan yang begitu menarik, bukan hanya dari teman saya kepada saya, tapi dari saya kepada diri saya sendiri.

Saya tidak menjawab pertanyaan ini dengan kalimat “karena merah-putih bagi saya adalah harga mati” seperti layaknya jawaban seorang nasionalis sejati, karena sejujurnya saya bukan jenis orang seperti itu, saya bukan seorang nasionalis sejati. Pandangan saya yang kebanyakan tidak sejalan dengan pandangan saudara-saudara saya, para simpatisan OPM adalah berdasarkan apa yang saya liat, apa yang saya tahu, apa yang saya dengar dan apa yang saya rasakan. Sehingga pandangan saya saat ini tidak “bim salabim” seperti ini. Oleh karena itu, pertanyaan teman saya itu saya jawab sepanjang makan siang plus es krim cokelat sebagai makanan pencuci pencuci mulutnya.

Ada beberapa alasan, kenapa saya, sebagai seorang anak asli Papua, tidak bisa sejalan dengan pandangan OPM dan para simpatisannya, yang notabenenya merupakan saudara-saudara saya :

Pertama, jika saya menemukan lampu ajaib seperti aladin, dan “penghuni” di dalam lampu ajaib tersebut akan mengabulkan 3 permintaan saya maka permintaan saya yang pertama adalah Papua yang damai, permintaan kedua adalah agar saya memiliki keahlian memasak, permintan ketiga akan saya berikan kepada Bapa dan Mama saya. Ya, saya benar-benar menginginkan Papua yang damai dan sejujurnya para anggota OPM ataupun simpatisannya selalu menentang usaha-usaha menuju Papua yang damai.

Dalam tulisan saya beberapa waktu yang lalu, saya menuliskan bahwa sepanjang tahun 2014, kecuali bulan November, setiap bulannya selalu ada kontak senjata antara OPM faksi militer, yang sering dibahasakan sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dengan aparat keamanan. Serangan-serangan tersebut dilakukan oleh berbagai kelompok dengan pimpinan yang berbeda. Ketika ada salah satu kelompok dari KKB ini mulai peduli dengan perdamaian di Papua, maka ia akan dihujat sebagai antek NKRI. Contohnya adalah pada Januari 2014 lalu, ketika Lambert Pekikir, salah satu pimpinan kelompok KKB di Keerom mencoba menjaga perdamaian di kampungnya sendiri, Keerom, dengan mendeklarasikan “Deklarasi Keerom Damai”. Lambert Pekikir, salah satu pimpinan OPM yang paling senior yang bertahun-tahun hidup di hutan pun dihuat habis-habisan.

Hal yang menggelikan adalah pihak yang menghujat Labert Pekikir adalah KNPB, simpatisan muda OPM yang hidup di perkotaan dan tokoh-tokoh OPM di luar negeri, yang memiliki kehidupan nyaman di negaranya masing-masing.

Kedua, rakyat Papua membutuhkan banyak hal, anak-anak Papua membutuhkan pendidikan yang layak, pemudanya butuh kesempatan untuk berkarya, para mamanya butuh tempat yang layak untuk berjualan dan para lelaki membutuhkan kesempatan untuk mengais rezeki yang layak untuk menghidupi keluarganya. Papua membutuhkan hal-hal tersebut untuk membangun Papua dari ketertinggalan. Dan coba tebak, anggota-anggota OPM dan para simpatisannya tidak membantu rakyat Papua untuk mendapatkan keterbutuhannya tersebut.

Bila anda pernah ke Jayapura, Biak atau kota-kota di Papua maka akan terlihat bahwa Papua bukan daerah yang tertinggal. Tetapi bila anda mencoba masuk lebih dalam, terutama ke daerah yang merupakan markas-markas kelompok KKB di pedalaman Papua, maka akan terlihat sebaliknya. Pembangunan membutuhkan kestabilan keamanan, dengan keberadaan kelompok KKB di suatu daerah hal tersebut berarti menghambat pembangunan di daerah tersebut. Beberapa pihak mengatakan bahwa rakyat pedalaman Papua membutuhkan moda transportasi yang baik untuk memajukan kesejahteraannya, menurut saya rakyat pedalaman Papua membutuhkan moda transportasi yang layak dan perginya kelompok KKB dari daerah mereka untuk memajukan kesejahteraan dan meningkatkan pembangunan di daerah tersebut.

Ketiga, tentang tokoh-tokoh OPM di luar negeri. Sejujurnya ada banyak kekecewaan saya terhadap tokoh-tokoh OPM di luar negeri. 1) Tokoh-tokoh ini sering membiarakan konflik Papua di luar negeri tapi tidak pernah menjelaskan tentang keberadaan kelompok-kelompok militer OPM/KKB sebagai salah satu aktor dalam konflik Papua. 2) Gaya hidup mereka yang tidak acuh terhadap kesengsaraan rakyat Papua di Papua. Entah sengaja atau tidak, mereka seringkali memposting foto-foto yang menggambarkan kenyamanan dan kemewahan kehidupan mereka di luar negeri. Padahal mereka mengklaim sibuk memperjuangkan nasib orang Papua di dunia internasional. 3) Para tokoh-tokoh Papua luar negeri ini cenderung “berjuang” hanya untuk kepentingan kelompoknya saja, sehingga mereka pun sibuk menghujat tokoh-tokoh dari kelompok lain.

[caption id="attachment_392369" align="aligncenter" width="428" caption="Beberapa aktivis OPM di luar neger (sumber : Facebook.com)"][/caption]

Terkait hujat menghujat, kasus yang paling saya ingat adalah ketika kelompok Benny Wenda, juru bicara ULMWP (Unites Liberation Movement Of West Papua) menghujat Jacob Rumbiak, salah satu komisioner ULMWP. Terlepas benar atau tidaknya hujatan Benny Wenda kepada Jacob Rumbiak, tulisan berisi hujatan tersebut tidak layak untuk dipasang di dunia maya.

Hal-hal yang saya sebutkan di atas membuat saya, seorang anak asli Papua tidak bisa mendukung “perjuangan” OPM. Berat rasanya mendukung mereka setelah apa yang sudah saya liat, dengarkan, rasakan dan pelajari. Teman saya mendengarkan penjelasan panjang lebar saya, makan siang dan es krim cokelat saya pun sudah habis, maka kami pun bergegas untuk keluar kampus sebelum hujan menghadang. Di tengah perjalanan menuju tempat parkir motor, ia bertanya “Kenapa sih beberapa anggota parlemen di luar negeri mendukung kegiatan tokoh-tokoh OPM?, apa mereka gak menghormati Indonesia?”. Mendengar pertanyaan itu saya menjawab sambil sedikit menahan tawa “butuh makan malam dan late night snack buat menjelaskan itu”. Dalam hati saya gembira, rupanya teman saya, seorang yang sangat awam tentang masalah Papua, dan tidak terkait apapun tentang Papua, memiliki keingintahuan yang tinggi terhadap masalah-masalah Papua setelah membaca tulisan saya.

Tulisan terkait:

Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) vs Aparat Keamanan sepanjang 2014

Hujatan Benny Wenda ke Jacob Rumbiak

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun