Mohon tunggu...
Esa Laela Noersabila
Esa Laela Noersabila Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa Ilmu Komunkasi 2019 FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Man jadda wa jadda

Selanjutnya

Tutup

Politik

Syndrom Politik dari Islam

7 Desember 2019   10:58 Diperbarui: 7 Desember 2019   11:07 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Esa Laela Noersabila

 Menakutkan? ya, memang menankutkan. Menjijikan? ya, memang menjijikan Karena tahu akan menjadi takut. Dari rasa takut akan timbul sikap tidak ingin membahasnya kembali. Beda hal nya dengan membahas politik, tidak akan ada habisnya untuk membahas politik membahas politik bisa dibilang menjijikan mengapa? karena didalamnya dilakukan berbagai cara untuk merebutkan kekuasaan.

Didalam poiltik sebuah pertanyaan bidaknya adalah selalu memperebutkan siapa yang paling benar, oleh karena itu dosa politik seumur hidup. Politik adalah upaya untuk membangun tirani kekuasaan, sehingga siapapun yang berkuasa akan tampil sebagai kebenaran. Tidak ada keliruan di dalam politik, karena keliruan bukanlah sebuah kesalahan didalam politik.

Namun sayangnya, tidak ada sejarah satupun yang tidak menuliskan bahwa politik tidak bersandarkan oleh agama.  Karena, pertanyaan pembentuk sistem itu selalu dipimpin oleh nabi dan rasul SAW (menyebut salam baginya).

Agama adalah adalah dogma bagi setiap pemeluknya, maka siapapun yang mengaku dirinya beragama akan selalu terikat oleh ajaran agamanya dalam segala aktifitas kehidupannya, maka akan sangat naif jika ada yang berfikir dan beranggapan untuk memisahkan agama dari politik.

Agama adalah way of life bagi penganutnya apapun agamanya. Hanya agama yang dapat memprediksi segalanya ada yang mengatakan bahwa agama tidak bisa dijadikan sebagai landasan berpolitik karena Islam dan politik sangat memiliki titik singung berat jika dikaitkan. Lalu apakah sistem politik saat ini berlandaskan kepada agama atau menjadikan agama sebagai alat ?

 Islam sebagai agama mayoritas tunggal di NKRI seharusnya memiliki kekuatan yang absolut dalam pelaksanaan tatanan aturan kehidupan bernegara, tapi faktanya Islam justru termarginalkan bahkan oleh pemeluknya sendiri, miris? Yah sangat miris.

Sehingga ketika wacana politik di sandarkan pada ajaran agama, akan muncul ketakutan dikalangan para penguasa yang berkuasa, meskipun merdeka penganut agama tersebut (agama Islam) Islam merupakan agama yang gandrung akan kedamaian apakah saat ini Indonesia telah berdamai? Islam berlandaskan kepada tauhid mencari sebuah kebenaran melalui Al Quran dan Hadits bukan tentang mengutakan pendapat individu untuk mencari kebenaran.

Politik penting dan nilai-nilai islam harus diadaptasi untuk inspirasi politik, namun, islam dan politik memilki titik singgung yang sangat berat karena jika orang berpolitik memakai agama islam sebagai landasan maka semua yang dilakukan adalah salah besar.

Ketakutan terhadap gerakan politik yang bersandarkan agama terutama Islam, yang saat ini sedang ramai menjadi wacana perbincangan public memunculkan ketakutan-ketakutan terhadap Islam (Islam Phobia atau Syndrom berpolitik dari Islam). Agama sebagai Way of life,  cara hidup umat Islam, baik sebagai alat Siyasah atau Syariyyah (menurut Syeh Abdul Ahmad). Siyasah dan Syariyyah tak bisa di pisahkan.

Bukti betapa Siyasah dan Syariyyah menjadi dua sisi mata uang yang tak tetpisahkan, hal itu bisa kita lihat pada kemajuan peradaban yang di bangun oleh Bani Umayyah dan Abbasiyah,  ketika sistem( syariah,  metode)  Islam di terapkan secara benar,  maka yang terjadi adalah kemajuan yang berperadaban.

Ilmu Pengetahuan berkembang pesat,  tingkat kesejahteraan umat terjamin dan banyak hal lain yang bisa kita saksikan melalui manuskrip-manuskrip yang tersimpan di museum atau peninggalan peninggalan dalam bentuk bangunan, dan prasasti. Membahas mengenai Islam dan politik memiliki titik singgung berat ini memang benar, karena kita tidak bisa melupakan jas merah.

Pada saat jaman Rasulullah menjadi khalifah beliau sudah berpolitik dan mengajarakan sebuah sistem politik yang berlandaskan kepada agama. Ambilah sebuah perbandingan dari daulan Bani Umayyah dan daulah Abbasiyah dengan sistem pemerintahan dan politik saat ini di Indonesia.

Pada masa dinasti Umayyah yang mengambil nama dari keturunan umayyah ibnu Abdi Syms Ibn Abdi Manaf berdiri pada tahun 661 M sampai dengan 750 M. pendiri ini berawal dari masalah tahkim atau  kehukuman yang menyebabkan perpecahan dikalangan pengikut Ali Bin Abi Thalib pada saat menjadai Khalifah menggantikan Utsman Bin Affan.

Perpecahan yang terjadi berakhir dengan wafatnya Ali Bin Abi Thalib, dari perepecahan ini timbulah dua golongan, golongan yang mengikuti Ali (Syiah) dan golongan yang membenci Ali ada kisah yang mengatakan Hasan diracuni, Husein di bunuh. Yang kemudian diambil alih oleh Mu'awiyah, Mu'awiyah yang menjadi pemimpin pada saat itu membuat kebijakn untuk memindahakan ibu kota dari Madinah ke Damaskus.

Selain melakukan pemindahan ibu kota dari Madinah ke Damaskus Mu'awiyah pun melakukan pergantian sistem kekhalifahan kepada sistem monarki atau kerajaan. Pergantian perpindahan pemimpin dilakukan secara garis keturunan.

Hal ini juga terjadi di Negara Indonesia, bukan tentang pergantian perpindahan kepemimpinan, melainkan tentang pemilihan staff khusus yang diambil dari kaum milineal yang dimana salah satunya adalah anak seorang pemimpin. Adapun artikel yang mengatakan bahwa pemilihan stafsus milenial ini hanya menjadi etalase dan tidak mewakili desa, maksud disini adalah jika ingin mengambil pemuda yang berprestasi tidak harus dari kalangan yang milenial dan sudah melek digital.

Karena yang persoalan dibutuhkan Indonesia saat ini adalah sector Riil jadi, ambilah pemuda yang menjadi petani untuk dibimbing dan dijadikan sebagai enterprenur untuk menjadikan Indonesia maju. Sama hal nya dengan kepemimpinan dinasti umayyah yang dipimpin oleh Mu'awiyah dalam sistem kerajaan yang hanya menguntungkan satu pihak dan sistem itu tidak berlangsung lama.

Karena, sistemnya yang menggunakan garis keturunan. Tetapi dalam dinasti umayyah yang pimpin oleh Mu'awiyah berhasil mendirikan balai-balai pendaftaran dan menaruh perhatian atas jawatan Pos.

Beralih dari sistem pemerintahan  dan politik dinasti Bani Umayyah, menuju sistem pemerintahan dan politik dinasti Bani Abbasiyah yang mengambil nama dari paman nabi Muhammad Al Abbas Bin Abdul Muthalib Bin Hasyim. Bani Abbasyiah disebut sebut sebagai kerajaan yang paling pantas memimpin karena garis keturunannya nya dekat dengan nabi.

Pada masa kekhalifahan bani Abbasiyah bani Abbasiyah banyak sekali perubahan-perubahan yang dilakukan. Mulai dari ilmu penegtahuan yang muncul seperti peguruan tinggi yang dipimpin oleh Imam Alghazali dan kemudian banayk diadopsi dan ditiru oleh Negara Barat.

Dari dua pemerintahan diatas yang telah disebutkan, dapat dilihat bahwa agama tidak  dijadikan alat dalam berpolitik melainkan dijadikan sebuah qanun atau aturan pada saat sudah berkuasa sehinggga Islam meberikan kontribusi peningkatan peradabannya terhadap dunia. Contohnya beridirnya perpustakaan AL-Hamra dan perguruan tinggi Al- Ghalzali.

Namun pada saat ini kita menggunakan agama sebagai alat bukan landasan dalam perpolitik tidak ada politik yang sehat. Disisi satu kita adalah politik kapitalis, kekuasaan yang dipegang oleh kaum elit pemegang modal tebesar dan menjadikan dia yang berkuasa sementara di Negara ini pemilik modal besar adalah orang asing bukan orang pribumi asli. Disisi lain, kita menganut demokrasi pancasila tapi, disisi lain yang kita inginkan adalah politik sekuler yang memisahkan anatara agama dan Negara.

Pada dasarnya, masyarakat ingin hidup sederhana dengan siapapun pemimpinnya asal masyarakat bisa hidup tentram dan sejahtera. Namun, dengan dijelaskan nya sistem pemerintahan dan politik dari dinasti Umayyah dan dinasti Abbasiyah membuat ketakutan jika agama menjadi fondasi dalam mengatur Negara sehingga muncul lebel radikal pada setiap gerakan yang bersumber pada Qur'an dan Hadits.

*Penulis adalah mahasiswa semester 1 mata kuliah Ilmu Politik Prodi Ilmu komunikasi FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun