Mohon tunggu...
Syafira Chusnaini Bahar
Syafira Chusnaini Bahar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Saya merupakan mahasiswi prodi Ilmu Komunikasi semester 4 dari Universitas Negeri Surabaya. Dan tertarik dalam pemulisan artikel maupun berita, dengan berbekal ilmu mata kuliah Jurnalisik pada semester 2. Dengan ini saya berharap dapat menyalurkan ide saya berupa sebuah tulisan melalui Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Syndrom Cinderella Complex: Wanita yang tidak Mandiri dan Cenderung Bergantung pada Pria

7 April 2024   15:05 Diperbarui: 7 April 2024   15:10 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di banyak pemikiran atau pandangan orang mengenai Cinderella yaitu karakter fiktif yang dengan paras yang cantik namun menjalani kehidupan yang cukup malang dimana Cinderella diperlakukan kasar dan semena-mena oleh keluarga tirinya. Namun di akhir cerita, Cinderella bertemu dengan seorang Pangeran berparas tampan yang berujung menkah dan hidup bahagia. Namun hal yang akan kita bahas tidak sepenuhnya mengenai Cinderella sebagai karakter fiktif dari kartun Disney.

Menurut Dowling, Cinderella Complex merupakan sindrom dimana terdapat sikap berupa rasa takut yang dialami oleh sebagian besar perempuan yang mengakibatkan perempuan tersebut kurang bisa memanfaatkan kemampuan dan kreativitas yang ada pada dirinya. Hal tersebut memunculkan keinginan untuk bergantung dan berlindung pada pria.

Perempuan yang mengidap sindrom Cinderella Complex akan merasa bahwa dirinya lemah dan tidak mampu melukan sesuatu secara mandiri tanpa bergantung kepada orang lain khususnya laki-laki. Hal ini dapatt menimbulkan rasa takut akan melakukan sesuatau sendirian, sehingga menghambat perempuan dalam mengaktualisasikan diri, mengekspresikan diri, serta sering menekan insiatif dan aspirasinya

Cinderella Complex memiliki dampak negatif secara signifikan yang dapat memengaruhi kehidupan berlangsung perempuan. Salah satu contoh dampak negatifnya yaitu dapat memengaruhi cara perempuan tersebut dalam memberikan tanggapan terhadap sesuatu yang terjadi di sekitarnya. Selain itu, dapat memngaruhi produktivitas perempuan karena menghambat kemampuan dan keterampilan yang ada dalam dirinya, dan menurunkan vitalitas serta semangat hidup serta kurangnya sikap komitemen dalam lingkungan kerja (Dowling 1981).

Munculnya Cinderella Complex pada perempuan tentunya dilatar belakangi oleh beberapa hal yang berasal dari faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal yaitu berupa peranan lingkungan sekitar yang dapat mengakibatkan munculnya Cinderella Complex, deperti adanya budaya patriarkis yang menganggap bahwa peran seorang laki-laki lebih penting daripada peran seorang perempuan. Sedangkan factor internal yaitu meliputi konsep diri yang dimiliki oleh perempuan, dimana terdapat sebuah stereotip dari masyrakat yang mempersepsikan perempuan sebagai sosok yang lemah dan tidak bisa berdiri sendiri.

Salah satu hal yang melatar belakangi adanya sindrom Cinderella Complex yaitu pola pengasuhan dari orang tua. Khususnya pada pola asuh permissive indulgent yang merupakan pola asuh dimana begitu besar keterlibatan orang tua dalam mengasuh anaknya akan tetapi sedikit dalam menentukan batasan dan kurang mengarahkan anak (Santrock, 2003). Orang tua dalam pola asuh ini menunjukkan sikap ketidakpedulian orang tua terhadap hal-hal yang terjadi kepada anak. Padahal, pada masa tersebut, seorang anak perempuan butuh lebih banyak perhatian dan arahan.

Hal lainnya yang melatar belakangi terbentuknya sindrom Cinderella Complex yaitu lingkungan sekitar. Termasuk pola asuh orang tua dimana kebanyakan orang tua mengajarkan kepada anak perempuannya bahwa seorang perempuan merupakan sosok feminine dimana berifat lemah lembut, dan memiliki kepekaan sosial yang tinggi. 

Lalu perilaku dari orang sekitar yang memandang bahwa laki-laki lebih mendominasi daripada perempuan. Seperti stigma bahwa seorang kakak lebih cocok untuk diperankan oleh laki-laki daripada perempuan. Karena laki-laki dipandang lebih kuat dan mampu melindungi, sehingga cocok untuk menjadi seorang kakak. Dimana hal itu membentuk sebuah pemikiran pada anak bahwa seorang perempuan memang tidak dibentuk untuk mandiri atau dapat mengambil sebuah keputusan, dari situ sikap ketergantungan mulai terbentuk.

Dalam Penelitian Atyantari Esti Hapsari (2019) ditemukan adanya perbedaan tingkat Cinderella Complex pada wanita yang bekerja dan tidak bekerja. Pada wanita bekerja, tingkat Cinderella Complex cenderung lebih rendah daripada wanita yang tidak bekerja.

Hal ini disebabkan bahwa wanita yang tidak bekerja berkecenderungan bergantung  akan adanya harapan serta kondisi yang memungkinkan bahwa wanita butuh dibantu, didukung, dan butuh perhatian lebih dari lawan jenisnya. Perempuan yang tidak bekerja  cenderung bergantung pada orang lain. 

Perasaan ini semakin kuat ketika seorang wanita  memiliki kehadiran maskulin dari seorangg pria atau seseorang yang dapat dipercaya. Wanita menjadi terlalu nyaman dengan keadaan ini dan mengembangkan sikap ketergantungan terhadap orang-orang di sekitarnya. Beberapa perempuan mengungkapkan keengganan mereka untuk mengubah status quo karena mereka lebih memilih perlindungan dan pertimbangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun