Mohon tunggu...
Erwinton
Erwinton Mohon Tunggu... Storyteller

Storyteller

Selanjutnya

Tutup

Nature

Menulis Ulang Kisah Manusia dan Gajah

19 September 2025   00:44 Diperbarui: 19 September 2025   01:01 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Foto Gajah di Hutan (Sumber: unsplash.com/aashishpareek)

Konflik manusia-gajah (human-elephant conflict) bermula dari cara pandang kita yang keliru: antara dominasi vs keberimbangan, antara logika ekonomi vs ekologi, dan antara 'kita' sebagai manusia vs 'mereka' sebagai satwa liar.

Cara pandang itulah yang menjadi akar masalah. Kitab sejarah menuturkan, manusia di Sumatera pernah hidup harmonis dengan gajah. 

Namun, hari ini hubungan tersebut sudah retak karena cara pandang kita yang berubah. Alih-alih melihat gajah sebagai bagian dari dunia yang seimbang, kita justru melihat gajah sebagai musuh yang mengancam. Pandangan yang keliru itu terbukti telah merugikan manusia dan gajah secara bersamaan.

Di banyak desa di Sumatera, seperti di Desa Tri Anggun Jaya, Kecamatan Muara Lakitan, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan, gajah tidak tahu, juga tidak akan pernah tahu, bahwa mereka memasuki 'wilayah terlarang' yang kita tetapkan. 

Mereka tidak mengenal peta, tidak memahami batas kepemilikan, terlebih tidak mengerti rencana tata ruang. Yang mereka tahu, perut mereka lapar, dan makanan mereka yang dulunya ada di hutan, kini sudah semakin menipis dan justru tersedia di ladang milik manusia.

Ketika gajah memasuki ladang warga, ketakutan mendalam muncul. Bahkan, jejak kaki gajah saja sudah cukup membuat warga was-was. Kekhawatiran tersebut bukan tanpa alasan. 

Sebab, konflik manusia-gajah kerap mengemuka, bahkan memakan korban jiwa. Peristiwa tragis tahun lalu, ketika seorang ibu hamil kehilangan nyawa karena terinjak gajah saat menyadap karet, menjadi pengingat menyakitkan. Tragedi itu merupakan konsekuensi logis dari cara pandang kita yang mengagungkan superioritas manusia.   

Jembatan Dua Dunia

Guna mengatasi cara pandang dominasi tersebut, kita perlu menempatkan kembali nilai keberimbangan. Itu bisa dimulai dengan memberikan perhatian kepada generasi muda yang belum terikat cara pandang lama. 

Harus diakui, mereka adalah kelompok yang paling memungkinkan menjembatani dua dunia tersebut. Dengan pola pikir yang lebih terbuka, anak muda dapat melihat gajah bukan sebagai musuh, melainkan sebagai bagian dari ekosistem yang harus dilindungi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun