....Tikus-tikus tak kenal kenyang
Rakus-rakus bukan kepalang
Otak tikus memang bukan otak udang
Kucing datang tikus menghilang.....
‘Om’ Iwan Fals
Sebagian besar pembaca pasti pernah denger lagu “Tikus-Tikus Kantor” karya musisi papan atas Indonesia, Om Iwan Fals. Lagu sarat kritik sosial akan kebobrokan instansi pemerintahan era orde baru ini seolah menjadi lagu wajib bagi pegiat anti korupsi dan penentang pemerintah pada zamannya. Musisi jalanan kerap menyanyikannya dengan lantang pertanda mereka sadar betul penyakit korupsi bangsa ini kian parah, kian hari beranak-pinak dan mengancam semua sendi kehidupan.
Korupsi menggurita di semua lapisan sosial masyarakat. Dana bansos di korupsi, raskin di korupsi, bahkan dana untuk rehab rumah ibadah saja masih sempat-sempatnya di korupsi. Inilah gambaran “tTikus-tikus kantor” yang menghiasi perjalan negeri ini. Mereka terus hadir dan berpesta pora dibalik penderitaan sesama. Mirip tikus, datang mengambil yang bukan haknya, lalu menghilang dalam kegelapan.
Karakter tikus memang begitu. Dia masuk ketgori hewan fasiq. Fasiq dalam ajaran yang saya anut ditujukan pada orang yang keluar dari ketaatan atau orang yang suka melanggar aturan padahal dia tahu aturan itu mesti dia taati. Begitulah seorang koruptor. Karakter mereka layaknya seekor tikus. Mereka tahu korupsi itu haram, tapi tetap mereka lakukan juga.
Perilaku seorang koruptor praktis identik dengan perilaku seekor tikus.
Tikus suka mencuri melewati lorong-lorong yang gelap. Walau paha ayam di atas meja sudah ditemani lima batang lilin dan kita bentangkan permadani agar tikus tadi dapat naik ke sana dan menikmati sajian itu dengan syahdu, tikus lebih suka menunggu dibalik lorong yang gelap dan beraksi setelah lampu ruangan dimatikan. Saat lampu menyala, paha ayam menghilang entah kemana.
Tipikal koruptor juga begitu. Mereka lebih suka mengintai harta negara melalui celah-celah gelap dari sebuah sistem yang kacau. Ketika yang lain lengah dengan mudah mereka memindahkan harta negara atau orang lain ke kas pribadi mereka. Padahal mereka tahu perbuatan itu dilarang. Tetapi karena sudah fasiq layaknya tikus di atas, maka semua aturan menjadi sia-sia.