Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sedang Jatuh Cinta

21 September 2022   00:19 Diperbarui: 21 September 2022   08:12 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                   Dokpri

Jatuh cinta itu bukan hanya bertepuk sebelah tangan tapi juga tepuk kedua tangan. Jika tepuk sebelah memang tidak bunyi, tapi kalo bunyi dan nyaring maka tepuk tangan.

Orang yang jatuh cintanya cuma tepuk sebelah bakalan labil. Tapi yang bertepuk tangan akan stabil, dan bersorak. Senang, dan bahagia. Itu sudah alamiah.

Karena bahagia itu maka Otong sedia lakukan apapun untuk kekasihnya Oting yang sudah ia pacari selama tiga bulan jalan ini.

Keduanya seperti mie dan bihun selalu menyatu di jajanan bakso. Itu juga yang menjadi kesukaan mereka kala hang out di hari libur.

Bakso yang dituju sudah jadi langganan kalangan tua, dan muda. Tempatnya lumayan besar, dan berhalaman luas.

Rata-rata yang datang, mereka berpasangan. Tidak ada kaum jomlo numpang jajan di sini sendirian meskipun niatnya itu sekadar mengisi perut karena lapar.

Pemilik jajanan ini sudah jatuh komitmen untuk melarang keras kaum tersebut yang bisanya, kata pemilik ini, cuma sedang ingin menjadi pelakor atau orang ketiga.

Tentu pasangan yang datang ke sini menyambut larangan tersebut dengan suka cita. Termasuk mak Icih, dan mas Kliwon. Mereka rutin tiap malam minggu berkunjung ke sini.

Biasanya pasangan yang datang ke sini selain makan, juga  kencan. Makanya takheran mak Icih, dan mas Kliwon jadi rutin untuk menghabiskan waktunya berduaan.

Tapi oleh kedatangan yang rutin tiap malam minggu itu akhirnya diketahui juga oleh pemilik jajanan bakso ini. Mereka sedang selingkuh.

Tapi selingkuh sudah kadung bukan termasuk larangan yang diatur di sini. Sebab mereka tetap pasangan, atau datang berduaan. Jadi dibolehkan.

Otong, dan Oting juga mengetahui informasi demikian. Tapi mereka tidak terlalu pusing. Bagi mereka jajanan ini tempat yang strategis, dan berbiaya murah.

Semangkok bakso, plus teh botol sudah jauh melambungkan pikiran dan hati mereka. Layaknya mereka sedang  berada di cafe atau resto.  Tambahan lagi ongkos kencan yang dikeluarkan terbilang masih terjangkau, 40 ribu berdua, plus kerupuk sudah berbunga-bunga hati keduanya. Perkara BBM naik tiada diperhitungkan lagi.

Namun suatu siang di hari libur, bukan di hari minggu, di jajanan bakso itu, entah kenapa Otong  punya pikiran di luar kebiasaannya. Biasanya ia tidak banyak bicara, tapi siang itu justru inisiatif datang darinya.

Mulai dari cerita mantannya, sampai pada hobinya. Oting  juga takmau kalah. Ia kisahkan juga soal mantannya yang bokek sampai lari ketika diminta untuk datang menemui orang tuanya.

Untungnya Otong mendengar kisah Oting tetap tenang, dan siap melangkah lebih jauh ke depan. Bahkan kelak ia akan kibarkan janur di rumah orang tuanya Oting.

Oting yang pegawai toko kelontong, dan Otong profesinya  tukang urut ini tampaknya  separuh jiwa mereka sudah tertanam di ruang raga masing-masing. Tidak ada kata terpisah, maupun berpisah. Satu rasa satu jiwa.

Dua jam sudah mereka habiskan bicara, dan senda gurau. Mulai dari habis zuhur hingga bedug ashar. Padahal mangkok dan botol sudah tandas sama sekali sejak tadi. 

Oleh karena dirasa cukup kemudian mereka meninggalkan ruang makan ini.  Dan, tentu saja Oting yang biasa membayarnya.  Alasan Otong tidak membayar ini karena tidak biasa menyimpan uang cash. Itu saja, dan Oting percaya.

***

Sebab terbiasa juga sehabis makan ini, mereka sejenak duduk berdampingan di pelataran jajanan bakso ini. Otong di sebelah kanan Oting, Oting sebaliknya di sisi sebelah kiri Otong.  Seperti laiknya di pelaminan. Sembari santai berbincang, mereka menunggu matahari tutup sinarnya.

Dua ekor kucing berlarian, juga dua ekor ayam berkejaran dilihat oleh mereka. Hewan itu seperti tahu musik yang dibunyikan dari tape pemilik bakso dengan lagu" Ojo Dibandingke ". Begitu juga pasangan yang ada di situ, termasuk Otong, dan Oting.

Kata Otong, "kucing itu rasanya pasangan yang saling memiliki."

Balas Oting, "ayam itu kelihatannya juga pejantan, dan betina."

Lanjut Otong,"kucing itu yang betina kelihatan bunting."

Timpal Oting,"kedua ayam itu belum memutuskan untuk punya anak."

Tutup Otong," kucing dan ayam punya status dan kedudukan hewani masing-masing. Jadi biarkan saja  mereka  bahagia."

Oting tersenyum mendengarnya. Otong hanya memandang lurus ke arah jalan, bukan menoleh pada Oting. Sore menjelang dengan desir angin yang lumayan kencang mengipasi keringat mereka.

Karena Otong tukang urut, maka ia pelan-pelan, dan malu-malu mencoba meraih jemari Oting tanpa menoleh. Oting melihat gerakan  itu juga kagok, dan malu-malu. Jemarinya ditarik ulur yang memaksa Otong jadi penasaran.

Saking penasaran itu Otong, tidak lagi memperhatikan seekor ayam yang tiba-tiba membuang kotoran di antara mereka duduk.  Seketika ia raih jemari Oting itu. Tapi yang dirasakannya justru hangat ditelapak tangannya. Kemudian ia melhatnya.

 "Aduh, tai ayam!"

Oting tertawa. Otong kemudian berlari ke arah kran air untuk mencuci tangannya. Ia tidak lagi memperhatikan jalan di pelataran itu. Beres itu ia ajak Oting untuk kembali pulang ke rumah orang tuanya.

***

Mereka pun bergegas kembali dengan menumpang angkutan kota. Di angkot mereka saling gurau. Ada empat penumpang di dalam. Sementara keempat penumpang ini dalam hitungan menit permulaan justru menutup hidung mereka tatkala beberapa menit Otong dan Oting duduk.

Lambat laun Oting sadar juga. Ia merasakan hal yang sama. Bau aneh.  

"Asem-asem gimana gitu Bang,"keluh Oting.

Otong pelan-pelan memastikan juga. Mereka satu sama lain mencari biang aroma taksedap ini. Termasuk keempat penumpang tersebut. Angin yang lumayan kencang semakin membuat aroma itu tajam.

Tapi untungnya satu sama lain tidak ada yang saling menyalahkan.  Cuma mata mereka satu sama lain saling bersitatap, curiga. Namun begitu Otong lama kelamaan mencium bau itu ada di dekatnya.

Lalu ia karena penasaran, maka pelan-pelan ia intip sepatu yang dipakainya itu kiri dan kanan.

"Aduh yang ini malah tai kucing!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun